Bukan Sedarah

1086 Words
Tubuh Devano masih berada di atas tubuh Flo. Keduanya masih sama-sama telanjang. Tubuh mereka pun masih menyatu. Flo tersenyum puas. Tangannya mengusap keringat di kening Devano. "Kakak sadar dengan apa yang baru saja kita lakukan?" tanyanya. "Ya, aku sadar." "Tidak sedang mabuk, kan? Tidak akan menyalahkanku setelahnya seperti dulu?" Dulu, tepatnya setahun lebih yang lalu, Devano menjemput Flo yang mendapat undangan bernyanyi di kafe. Pria itu merasa muak melihat kedekatan Flo dengan teman pria dan para pengunjung pria. Akhirnya, ia memesan minuman beralkohol untuk sejenak melupakan emosinya. Kafe itu memang menyediakan minuman keras. Begitu sampai di rumah, emosi Devano belum juga reda. Ia lampiaskan perasaan cemburunya pada Flo. Diciumnya perempuan yang lebih dari dua puluh tahun ia anggap adiknya. Ditelanjangi, bahkan disetubuhi. Flo yang memang sangat mencintai Devano, merasa senang karena sang kakak akhirnya melakukannya. "Tidak," jawab Devano, wajahnya tanpa ekspresi. Seketika ia teringat akan Verlyn. "Ya, Tuhan, Verlyn!" Devano sudah akan beranjak dari tubuh Flo. Namun, wanita itu menahannya. "Please, aku juga berhak atas dirimu. Aku tidak menuntut banyak. Setidaknya, saat Verlyn tidak ada, lihatlah aku. Hanya padaku." Hati Flo terluka. Sangat terluka. Ia ibu dari anak pria yang baru saja menggaulinya, yang saat ini masih di atasnya. Namun, seolah Flo tidak memiliki hak apa pun. "Flo, kalau tiba-tiba Verlyn pulang bagaimana?" "Kenapa selalu dia yang Kakak pikirkan? Kapan Kakak memikirkanku? Aku hanya ingin kamu manjakan ketika memang ada kesempatan. Tapi kamu sekarang justru selalu menghindar." Jujur saja, Flo merasa sangat kecewa. "Flo ... kita sudah pernah membahasnya. Lagi pula, kamu tidak melupakan janji kita pada Mama, kan?" "Janji pada Mama? Apa artinya janji itu kalau nyatanya kita memiliki Dafa?! Apa dengan Kakak menikahi Verlyn, lantas dosa Kakak sama Mama akan hilang begitu saja?!" "Flo...." Flo tidak mau mendengar apa pun lagi. Ia segera menarik leher Devano, mencium bibir pria itu lagi. Flo seolah tidak peduli lagi kalau nanti tiba-tiba Verlyn pulang. Ia hanya merasa lelah. Sangat lelah. Devano tidak bisa berbuat apa pun, ketika sisi agresif Flo datang. Wanita itu yang memimpin permainan, membuat Devano tak bisa berkutik sedikit pun. Selesai melakukannya untuk kedua kali, Devano segera keluar dari kamar Flo. Ia tidak mau kalau sampai tergoda lagi oleh rayuan-rayuan Flo. Sementara Flo hanya bisa menangis. Nyatanya, ia tidak akan pernah bisa memiliki sang kakak. *** Masuk ke kamarnya, Devano segera masuk ke kamar mandi. Ia tidak ingin nanti saat Verlyn pulang mencium bau bekas percintaannya dengan Flo. Gemericik air memenuhi kamar mandi. Pria itu mengguyur tubuhnya di bawah shower, berharap dosa-dosanya ikut terbawa air yang mengalir melalui saluran air. Ingatannya berputar kembali ke masa dulu. Di mana saat usianya baru lima tahun. Ia baru saja pulang dari piknik akhir pekan bersama mama-papanya. Di jalan dekat rumah, terlihat seorang anak perempuan yang kira-kira baru tiga tahun. Bocah itu menangis. Tidak ada siapa pun di dekat gadis kecil itu. Orang tua Devano pun akhirnya turun dari mobil mendekatinya. Tidak juga mendapat kejelasan tentang siapa orang tua atau yang membawa bocah itu, akhirnya mama-papa Devano membawanya pulang. *** Verlyn meminta Devano untuk menjeputnya. Setelah sampai di rumah, istri Devano itu menidurkan Dafa di boksnya. Terlihat Flo baru saja keluar dari kamar mandi. Rambutnya tergulung handuk hingga leher jenjangnya terlihat. "Bagaimana acaranya, Flo? Sukses, kan?" "Oh, iya. Sukses." "Senangnya ... kamu pasti senang bisa menekuni hobi kamu lagi." Flo memandangi Verlyn. "Kalau aku seperti kamu, bisa memiliki pria yang kamu cintai, pasti aku lebih memilih untuk menjadi ibu rumah tangga." Verlyn merasa telah salah bicara. Didekatinya Flo, kemudian dirangkulnya wanita itu. "Maaf, kalau aku sudah salah bicara." Diusapnya pundak Flo. "Yang harus kamu ingat, kamu memiliki kami. Kami akan selalu ada buat kamu." Mata Verlyn tiba-tiba tertuju pada pundak Flo. Di sana ada dua tanda bekas kissmark. Mungkinkah Flo sudah memiliki kekasih lagi? "Flo, apa kamu sudah punya pacar lagi?" Pertanyaan itu keluar begitu saja dari bibir Verlyn. Flo memandangi Verlyn. "Kenapa?" "Oh, enggak hanya bertanya. Udah malam. Lebih baik kamu istirahat. Aku juga mau istirahat." "Makasih, ya, Ver bantuin aku jagain Dafa." "Iya, sama-sama. Aku juga udah anggap Dafa seperti anakku sendiri. Ya, udah. Aku keluar. Kamu istirahat." Verlyn pun keluar dari kamar Flo. Mata Flo mengikuti sang kakak ipar keluar kamar. "Dia memang anak kamu, Ver. Anak tiri kamu," batin Flo. *** Masuk ke kamar, Verlyn melihat Devano sedang sibuk dengan ponselnya. Wanita itu tersenyum, kepalanya menggeleng. "Tumben, serius banget sama hape." Pandangan Devano beralih ke Verlyn. Ia tersenyum. "Ini, lagi ngobrol di grup sama temen-temen." "Gimana tadi acaranya? Sukses?" "Sukses, dong." "Syukurlah. Aku lihat, Flo juga sepertinya udah mulai enjoy lagi." "Kamu mau ngapain?" tanya Devano saat melihat Verlyn sedang memilih baju tidur untuk dipakainya. "Mau ganti baju." "Nggak usah pakai baju. Toh nanti aku lepasin lagi." Verlyn terlihat sangat merasa bersalah. "Maafin aku, Sayang. Tamu bulananku datang. Jadi, malam ini libur dulu, ya." "Yah...." Wajah Devano terlihat kecewa. Meskipun sebenarnya, hatinya bersorak. Akibat dua sesi yang dilakukannya bersama Flo, ia seperti sudah kehabisan tenaga. Ia pura-pura kecewa agar Verlyn tidak curiga padanya. Verlyn tersenyum. Ia memilih satu baju tidur terusan untuk dipakainya. Di depan Devano, Verlyn melepas baju dan bra kemudian segera menggantinya dengan baju tidur. Ia memang sudah terbiasa tidur tidak menggunakan bra. Kebiasaan tidur tanpa menggunakan bra, bisa memberikan beberapa manfaat. Di antaranya, mengurangi keringat, meningkatkan kualitas tidur, dan mengurangi rusiko infeksi pada kulit. Devano pun melepas kaus oblong yang dipakainya. Ia sudah terbiasa tidur hanya menggunakan celana bokser. Pria itu menepuk ranjang, meminta sang istri untuk segera menemaninya. Verlyn menurut. Ia segera memposisikan diri. Tidur dengan lengan Devano sebagai bantal. Diciumnya leher suaminya. "Kamu pasti capek seharian jagain Dafa." "Nggak juga. Aku seneng. Apalagi Ibu juga sayang banget sama Dafa." "Aku beruntung memiliki kamu sama Ibu." "Aku juga beruntung memiliki kamu. Kakak yang benar-benar tanggung jawab." Devano tidak tahu harus menjawab apa. Bagaimana jika istrinya tahu, ia telah mengkhianatinya. "Ehm, Yang...." "Kenapa?" "Apa Flo sudah punya pacar lagi?" "Kenapa memang?" "Kalau memang udah punya pacar lagi, kamu nasehati dia. Jangan sampai ia bertemu pria seperti ayah Dafa. Aku tadi liat kissmark di leher dia. Apa mungkin, Flo tidur sama pria lagi?" Verlyn melihat kissmark di di leher Flo? Apa itu buatan dirinya? Apa Verlyn akan curiga padanya? Devano hanya bisa berharap, semoga Verlyn tidak mencurigainya. oOo Hola ... Welcome to my world. Di mana perasaan akan diaduk-aduk ketika membaca ceritaku Tenang, di ceritaku tidak akan ada cerita gxg, bxb, ataupun i****t. Maafkan karena cerita ini belum dilanjut, ya ... kondisi badan lagi nggak bisa diajak kerja sama sejak dua bulan lalu. Terima kasih
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD