CHAPTER 2

1413 Words
Siang itu Axelle berangkat ke sebuah restoran di mana dia akan mengajak sang istri berkencan. Axelle ingin memastikan sekali lagi kalau acara kencannya akan berlangsung sempurna seperti yang ia harapkan. Tentu saja pria itu ingin yang terbaik, jadi dia tidak akan membuat Scarletta kecewa dengan kencan mereka. Restoran yang ia pilih merupakan salah satu restoran milik Stefan Anderson yang diurus oleh Liliana. Ia meminta bantuan wanita itu untuk menyiapkan konsep paling romantis di dalam restoran. "Kau tenang saja, Axelle. Semuanya sudah sangat siap, tinggal kau mengajak istrimu besok malam. Aku juga sudah menyewa pemain piano paling terkenal untuk membuat kencan kalian semakin romantis." "Terima kasih, Lil. Aku harap istriku suka dengan kencan kali ini setelah sebelumnya aku selalu mengacaukan acara kencan kami," Balas Axelle dengan sedikit ringisan. Benar, ia tidak pernah menjalani kencan yang sukses karena selalu saja ada hambatan maupun kecerobohan yang ia buat. Semoga saja besok malam semuanya berjalan sesuai dengan apa yang ia harapkan. Drrt! Drrt! Axelle meraih ponsel dari balik saku celananya saat benda itu bergetar. Aaron menelepon dan sudah bisa ditebak kalau kakak kembarnya itu ingin memastikan kalau dirinya benar akan datang ke acara besok sore. "Axelle, aku menelepon-" "Jangan khawatir. Semua sudah terencana dengan baik. Aku akan datang kesana selama dua puluh menit lalu menjabat tangan si pemimpin baru kemudian pamit pulang karena aku ada kencan spesial dengan istriku. Paham?" "Aku tahu kalau aku bisa mengandalkan mu. Terima kasih, Axey." "Sama-sama," Balasnya lalu ia mematikan ponselnya. Setelah itu, Axelle berpamitan pada Liliana untuk kembali ke rumah sakit karena dia masih ada jadwal pemeriksaan. Di tempat lain, tampak seorang perempuan berambut coklat panjang tengah menyusun beberapa berkas yang sedari satu minggu lalu membuatnya pusing. Dia tidak bisa tidur nyenyak karena urusannya pada perusahaan yang nyaris bangkrut ini sangatlah banyak. Beruntung karena adik dari ayahnya mau membantu dengan menyuntikkan dana kepada perusahannya, jadi ia mampu untuk bangkit kembali dan meneruskan usaha keluarga yang sudah berjalan cukup lama ini. "Nona Caroline, ada telepon dari Tuan Harold." "Oh, ya?" Caroline Winston, perempuan berusia 26 tahun. Ia dulunya seorang chef yang bekerja di sebuah restoran bintang lima di London sebelum dirinya terpaksa melepas karirnya demi meneruskan perusahaan milik ayahnya yang hampir bangkrut. Caroline merupakan anak tunggal, maka dari itu keluarganya sangat berharap akan bantuannya untuk melanjutkan karir sang ayah. Jika bukan permintaan terakhir sebelum ayahnya meninggal, Carol mana mungkin mau bekerja di perusahaan seperti ini apalagi bukan merupakan keinginannya. "Ada apa, Paman Harold?" Tanyanya ketika menerima telepon dari pamannya. "Ah, tidak. Paman hanya ingin tahu kabarmu hari ini, nak." "Sejauh ini aku masih disibukkan dengan kertas-kertas membosankan dan terkadang aku merindukan untuk memasak di dapur restoran." Harold tertawa di seberang sana. Dia mengatakan kepada keponakannya kalau bekerja di perusahaan tidak seburuk yang Caroline kira. Meneruskan usaha keluarga adalah hal yang sangat membanggakan dan seharusnya Caroline senang karena dirinya adalah satu-satunya keturunan yang dipercayai oleh keluarga mereka. "Kau akan baik-baik saja, Carol. Jangan lupa untuk terus tersenyum pada acara penyambutan mu besok malam. Siapa tahu kau menemukan jodoh." Caroline tertawa kecil menanggapi lelucon sang paman. Ia hanya mengiyakan dan berusaha untuk memberikan yang terbaik kepada keluarganya. Untuk masalah jodoh, Caroline tidak berharap banyak. Ia belum bisa melupakan seseorang di masa lalunya dan itu membuat ia sulit menjalin hubungan dengan pria lain yang berupaya untuk mendekatinya. Sambungan itu akhirnya terputus setelah Harold mengatakan kalau dia punya pekerjaan lain. Caroline menutup gagang telepon itu lalu ia beranjak untuk kembali ke dalam ruang kerjanya. Sejenak wanita itu memikirkan soal kejadian di masa lalu di mana ia sempat menjalin hubungan dengan seorang pria bahkan terkesan terlalu jauh karena ia sempat hamil. Caroline tidak menampik kalau dirinya menyesal karena telah menggugurkan calon anaknya dengan alasan terlalu cepat menjadi orangtua. Ia tidak pernah merasa baik dan jika waktu masih bisa diputar, Caroline ingin mempertahankan bayi itu daripada menggugurkannya. Wanita itu membuka laci meja kerja dimana dia menyimpan beberapa barang berharga di dalamnya. Ia mengambil sebuah bingkai foto dari dalam laci itu lalu diusapnya pelan foto lama tersebut. Itu adalah salah satu kenangan Caroline dan mantan kekasihnya saat sedang berada di taman hiburan. Di dalam foto itu mereka tertawa dan saling merangkul seperti pasangan yang sangat berbahagia. Caroline penasaran, bagaimana kabar pria itu sekarang? Dirinya benar-benar memutus semua komunikasi dengan teman-teman di masa lalunya termasuk pria itu. Ia bertanya-tanya apakah lelaki yang dulu pernah berkata akan bertanggung jawab padanya itu sudah berbahagia atau mungkin sama seperti dirinya... Merana menunggu takdir Tuhan yang lain. "Axey, aku merindukanmu..." Dipeluknya erat bingkai foto itu sambil memandangi pemandangan di luar jendela yang tampak sangat memukau untuknya. ... "Axelle, please... Ini rumah sakit dan juga kita masih dalam jam kerja. Apa kata para suster jika melihat kita berduaan terus?" Scarletta sesekali menatap kesal kepada suaminya yang tidak beranjak dari kursi di hadapannya. Axelle dengan setia memandangi wajah cantik Scarletta yang sedang disibukkan dengan beberapa berkas pasien di tangannya. Namun itu tidak membuat ia langsung membenci suaminya, Scarletta hanya agak kesal. "Tidak apa-apa. Kita sedang merayakan hari jadi yang ke enam bulan. Apa itu salah?" Scarletta menahan senyumnya lalu ia mencubit kedua pipi Axelle karena gemas,"Tapi nanti mereka mengira kalau kita sedang berbuat mesum." Axelle dengan cepat meraih kedua tangan Scarletta lalu mengecupnya bergantian. Dia sedang jatuh cinta dan istrinya adalah penyebab kenapa ia bisa jadi sangat mencintai seseorang. "Aku mencintaimu." Senyum lebar terlukis di bibir Scarletta. Ia memajukan tubuhnya lalu dikecupnya bibir Axelle sekilas untuk membalas pernyataan cinta pria itu. Axelle tidak perlu mendengar pengakuan Scarletta lagi karena dirinya sudah tahu kalau Scarletta memang mencintainya sejak mereka masih remaja. Pria itu merasa lengkap dengan kehadiran Letta di sampingnya dan Axelle sempat merutuki kebodohannya dulu karena tak mau mengakui perasaan yang Scarletta punya dan lebih memilih menjauhinya. Apalagi dulu saat kuliah Scarletta pernah menentang hubungan Axelle dengan mantan kekasihnya dulu. Ia benar-benar menyesal karena telah menjauhi Scarletta atas sesuatu yang benar dilakukan oleh wanita itu. "Letta, besok malam kita akan pergi makan malam romantis di restoran. Aku sudah menyiapkan semuanya dan kuharap kencan kita kali ini tidak seburuk sebelumnya." Wajah terharu langsung tercipta di wajahnya. Scarletta mengangguk kecil dan berterima kasih kepada Axelle. Semua usaha Axelle untuk membuatnya merasa spesial benar-benar sukses menjadikan pernikahan ini seperti hal nya di dalam dongeng. Walau mereka punya satu masalah dengan orangtua Axelle, tapi tidak mengapa. "Terima kasih, Axey... Kau benar-benar suami yang romantis." Axelle tersenyum kecil melihat keceriaan yang timbul di wajah istrinya. Sampai saat ini memang ayahnya belum mau bertemu dengannya dengan alasan Axelle terlalu pembangkang. Berbeda dengan ibunya, Sarah, yang sangat perhatian dan terkadang menanyakan kabar mereka. Axelle tidak mau berpikir jauh lagi, ayahnya hanya kecewa karena sikapnya yang seperti pria tak bertanggung jawab dengan membiarkan mantan kekasihnya itu membunuh calon penerus keluarga Grissham. Mungkin yang Alex inginkan dari Axelle adalah sebuah penjelasan dan rasa tanggung jawab. "Axey, tadi ibu sempat menelepon ku dan mengatakan kalau ia ingin kita berkumpul di rumahnya malam ini. Saudara-saudara mu juga ada di sana." Axelle menghembuskan napas lelah sebelum dirinya berdiri dari kursi,"Kita tak perlu datang, Letta. Mereka tidak ada yang menganggap kita-" "Axelle. Jangan semakin memperkeruh keadaan. Setidaknya kita tidak boleh memutus hubungan seperti ini. Well, jika ayahmu masih tidak ingin bicara maka tak perlu kau hiraukan. Hargai ajakan ibumu." Axelle memijat keningnya yang berdenyut-denyut. Kenapa pula dirinya selalu dijauhi oleh keluarga sendiri? Dulu saat masih sekolah pun begitu, ayah dan ibunya selalu membanggakan Aaron yang berprestasi daripada dirinya. "Tidak, kita tak usah ke sana. Ya sudah, aku mau mengecek kondisi pasien dulu. Nanti tunggu aku di depan rumah sakit kalau sudah mau pulang," Axelle mencium kening istrinya lalu berjalan keluar untuk menyelesaikan tugasnya sebagai seorang dokter. Untuk hari ini ia tidak mau berdebat dengan siapapun dan sudah cukup ia memiliki musuh. Malam hari datang begitu cepat. Kepulangan mereka diwarnai dengan canda tawa karena Scarletta mengatakan beberapa hal lucu soal pasien manula yang mendatanginya karena alasan menggelikan. Suasana itu tak ayal membuat hubungan mereka semakin terasa hangat. Scarletta sangat menyukai saat-saat dimana ia bisa tersenyum dan tertawa bersama Axelle— pria yang sedari dulu merupakan impian terbesarnya. "Axey, ini memang hari yang berat karena kita harus melakukan dua operasi besar ditambah ada beberapa kendala saat di rumah sakit. Ku harap besok akan menjadi sesuatu yang indah." Scarletta menyentuh punggung tangan Axelle yang masih memegang stir lalu mengusapnya pelan. Wanita itu sebenarnya merasakan sesuatu yang tidak enak, tapi dia tak mau mengatakannya kepada Axelle karena menurutnya tidak begitu penting untuk dibahas. "Letta, kau adalah segalanya untukku. Rasa lelahku bukanlah apa-apa jika itu kulakukan untuk kebahagiaan mu." Bibir Scarletta menyunggingkan senyuman manis yang mampu meluluhkan hati pria lemah seperti Axelle. Betapa ia mencintai pria ini dan Scarletta harap cintanya kepada Axelle tak akan menjadikan petaka untuk hidupnya. "Berjanjilah untuk tetap seperti ini, Axelle. Berjanjilah kalau kau akan tetap mencintaiku." "Aku bersumpah, Letta. Cintaku hanya milikmu seorang." TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD