Sejak kejadian kemarin, entah mengapa pikiranku selalu tertuju pada Dany. Genggaman erat pria itu saat menolongku dari perbuatan Bapak membuatku terasa damai. Belum lagi pelukan hangatnya serta bentakan yang berisi nasehat supaya aku lebih berhati-hati dengan Bapak. Semuanya membuatku nyaman, kuakui aku telah salah menilai sikapnya yangbterkadang kasar kepadaku.
Namun, pria yang semalam membuatku susah untuk sekadar memajamkan mata itu belum terlihat pagi ini. Jika biasanya ia selalu menikmati sarapan bersama Ibu dan Bapak, hari ini ia tak muncul sama sekali. Ah, kurasa pria tinggi itu tak pulang semalaman.
Setelah menyelesaikan semua pekerjaan, aku memilih mandi. Hari ini sedikit bebas, setidaknya bagiku. Mengingat Bapak juga berangkat entah kemana beriringan dengan Ibu tadi pagi. Meski begitu, selama di meja makan pria tua itu terus menatapku seolah ingin menerkam. Yang juga kubalas dengan senyum mengejek. Aku sudah tak punya hormat untuknya. Karena bagiku, ia tak lebih dari manusia jelmaan setan.
Dasar pria b******n!
Dany kembali muncul dipikiranku. Kali ini seolah ia begitu dekat. Pikiranku membunyikan tanya, kemana sebenarnya pria itu? Tak biasanya ia tak muncul dengan segala kerusuhannya.
'Jangan berikan dirimu untuk pria tua seperti Bapak!'
Ucapannya kemarin terus mengiang di kepalaku. Yang kala mengucap itu matanya turun menatap dadaku yang sedikit terbuka. Sehingga membuatku sedikit salah tingkah. Pun, nafsu yang sempat dipancing Bapak saat itu seolah bangkit lagi.
Selesai dari kamar mandi, sekali lagi kuperiksa kamarnya Dany. Tak biasanya ia belum pulang untuk waktu sesiang ini. Karena meski apapun kegiatannya di malam hari, saat sarapan bersama Ibu ia selalu ada.
Handuk yang kupakai kulepas pelan menampilkan badan polosku yang terlihat di depan cermin. Meski bisu, jiwaku sebagai perempuan masih normal seperti perempuan pada umumnya. Apa lagi menjelang haid begini, sejak kejadian kemarin bersama Bapak nafsuku seolah semakin terbakar. Namun, bersyukurnya aku masih bisa mengkondisikan nafsuku sendiri.
"Hilma!"
Dari luar terdengar Dany memanggilku, tampaknya ia baru kembali. Handuk kupakai lagi, lalu menuju lemari mencari pakaian dalam. Sementara aku mencari, teriakan Dany semakin keras memanggilku. Membuatku semakin kalang kabut. Aku takut jika pria itu marah.
Gubrakk!!
Pintu kamarku terbuka kasar. Setelahnya, menampilkan muka Dany dengan matanya yang memerah. Kemudian seulas senyum setan muncul di bibirnya seiring langkahnya yang kian mendekat. Aku panik luar biasa, tanganku tak henti-henti mencari lagi pakaian dalam yang sialnya tak ada.
Seingatku, pakaian dalam kutaruh dalam lemari supaya aku tak kesusahan mencarinya. Namun aku semakin kacau saat Dany berdiri di sampingku. Cepat, aku bergerak mundur menjauh darinya yang semakin menatap tubuhku nyalang.
"Gue perlu bantuan," ucapnya.
'Apa?'
Dany tersenyum lagi, semakin mendekat.
'Dan stop untuk mendekat!'
Tangan kugerakkan ke sana kemari menahannya mendekat. Seolah ia juga tuli, tanpa peduli sama sekali ia terus mendekat memojokkanku yang sudah terhimpit dengan dinding di belakang.
"Gue mau ini!"
Hancur sudah. Cepat tanpa aba-aba ia menarik handukku kasar. Tak cukup sampai di situ ia menarik dan kemudian mendorongku ke atas tempat tidur. Sekuatnya aku mencoba berguling ke kanan agar bisa berlari darinya. Namun, tenagaku kalah dengan pria b******n itu. Ia menarik kakiku dan kembali menyeret ke atas tempat tidur.
Aku menangis, lagi. Tak mampu membuat apa-apa. Sejatinya, sejak kejadian kemarin pandanganku terhadap Dany sedikit banyaknya mulai berubah. Ia kukira memang Kakak angkat yang mampu menjagaku seutuhnya.
"Diam biadab!"
Dany berteriak marah saat aku terus memberi perlawanan. Pria yang mulai membuka celananya itu tampaknya semakin marah saat kakiku mencoba menendang-nendang apa saja. Sehingga dengan kasar, ia menamparku lalu membenturkan kepalaku dengan ranjang yang terbuat dari besi.
Napasku sesak ditambah dengan pandangan yang mulai kabur. Aku berteriak tanpa suara. Terus memberi perlawanan meski tanganku sudah mulai diikat pada sisi-sisi ranjang. Tak cukup sampai di situ, ia juga mengikat kedua kakiku.
Dany tertawa, seolah puas. Lalu mulai bereaksi menaikiku.
"Sebelum Bapak, gue yang harus dulu dapetin ini," ucapnya membelai tubuhku.
Setan biadab. Tak hanya Bapak, nyatanya ia lebih biadab dari itu.
Aku menangis, menahan perih di ujung sana dengan badan yang terasa lemah. Tak cukup memaksa, Dany bahkan menamparku berkali kali saat ia mencapai puncaknya.
Jika kekuranganku bisu, apa Tuhan tak memberiku keadilan dengan menolongku di saat seperti ini.