5. Kekacauan

1211 Words
"Soal apa?" Hilman mencecar menantunya yang masih bungkam dengan tatapan yang sulit diartikan. "Maaf, Pa. Tapi ...," Gibran melirik Nada sekilas, istrinya itu terus menunduk sambil memilin jari jemarinya. "Saya tidak bisa melanjutkan pernikahan ini," imbuhnya. "Apa! Tapi kenapa?" Hilman tertegun. Tatapannya kini berpindah pada putrinya. "Apakah Nada membuat kesalahan? Kalian baru satu hari menikah, bagaimana mungkin kamu akan menceraikannya?" Nada dapat merasakan kekecewaan dalam diri sang ayah melalui suaranya yang terdengar bergetar. Hanya ada dua kemungkinan. Hilman akan kecewa dan sangat marah padanya jika Gibran mengatakan dirinya sudah tidak suci lagi sebagai alasan perceraian mereka. Yang kedua, Hilman akan sangat sakit hati kalau tahu kebenaran Gibran menceraikannya karena dirinya bisu. Sekarang hanya tinggal menunggu waktu, apa alasan yang akan disampaikan suami semalam-nya itu. "Tidak. Satu-satunya kesalahan adalah karena Nada bisu," jawab Gibran. Seperti ada yang meledak dan menghancurkan dunia Nada dalam sekejap. Pertahanannya kini runtuh ketika dia melihat raut wajah sang ayah yang mendadak murung. Gadis itu semakin tertunduk pilu menyembunyikan tangisnya. "Dan saya tidak bisa mentolerir itu. Apa kata dunia nanti, istri seorang pengusaha terkenal hanyalah seorang wanita bisu. Saya rasa kami tidak cocok satu sama lain dan berpisah adalah keputusan yang terbaik." Gibran melanjutkan perkataannya. Hilman terkesiap, Gibran telah meruntuhkan pandangannya terhadap pemuda itu. Ia pikir Gibran adalah sosok menantu idaman yang banyak diimpikan oleh seorang ayah. Namun, nyatanya pemuda itu dengan sangat kejam mengatakan hal yang membuat hatinya terluka parah. "Kalian semua sudah menipu saya. Saya pikir Nada adalah sosok istri yang sempurna, tapi nyatanya ...." Gibran berdecih, tatapannya kini berubah menjadi penuh kebencian. "Saya tidak pernah berniat menipumu," lirih Hilman. "Ya, tapi putra sulung Papa yang sudah melakukannya." Gibran menimpali. Hilman diam sejenak, ia berpikir keras mencari cara untuk menggagalkan rencana menantunya. Bagaimana dengan kehidupannya nanti jika Gibran benar-benar menceraikan Nada? Kelangsungan perusahaan ada pada pernikahan putrinya itu. "Saya akan meminta pengacara saya untuk mengurus semuanya. Saya juga akan memberikan kompensasi untuk Nada, jadi ...," "Tidak akan ada yang namanya perceraian!" Suara lantang seorang pria menginterupsi pembicaraan mereka. Semua orang menoleh ke arah sumber suara. Lelaki bertubuh jangkung berdiri menjulang di ambang pintu kemudian melangkah pelan dan duduk dengan anggun di sofa. Melihat Raka membuat Gibran ingin menghajar lelaki itu sepuasnya. Dialah orang yang paling bersalah atas terjadinya pernikahan ini, putra sulung keluarga Hadinata. Demi Tuhan Gibran sangat membencinya karena Raka yang sudah menjebloskannya pada kehidupan pernikahan yang sama sekali tak pernah dia inginkan. "Setelah apa yang sudah kamu lakukan padaku, beraninya kamu menampakkan wajahmu di hadapanku." Barisan gigi Gibran bergemerutuk menahan emosi. Kedua tangannya terkepal kuat. "Bersikap baiklah pada kakak iparmu ini," sahut Raka kalem. "b*****h! Tutup mulutmu! Kamu yang sudah membuatku menikahi Nada tanpa memberitahukan kondisinya yang sebenarnya bisu padaku." Nada memegangi dadanya. Seperti anak panah beracun menghujam jantungnya setiap kali mendengar orang memanggilnya bisu. Meskipun itulah kenyataannya, tetap saja dia merasa sakit hati. Tak perlu mengatakan itu pun seluruh dunia tahu kalau dia bisu. Sesulit itukah menahan diri untuk tak mengatakan hal menyakitkan seperti itu? Terlebih ketika orang yang mengatakannya tak lain adalah pasangan hidupnya sendiri. Teganya Gibran berkata begitu bahkan setelah apa yang terjadi di antara mereka semalam. "Pria mana yang Sudi memiliki istri bisu?" "Jangan terus mengatai adikku begitu, faktanya kalian berdua sudah disahkan menjadi sepasang suami istri." Sementara dua pemuda itu saling beradu mulut, alih-alih melerai, Hilman malah diam terpaku. Untuk kesekian kalinya hatinya kembali dibuat hancur lebur saat ada orang menghina keadaan putrinya yang memiliki keistimewaan khusus. "Tidak lagi! Mulai hari ini kami bukan lagi menjadi suami istri karena hari ini juga aku akan menceraikan adikmu," ucap Gibran. "Kamu pikir aku akan membiarkan hal itu terjadi?" Dua pria itu masih terus bersitegang dengan argumennya masing-masing. "Tentu saja. Kamu pikir aku main-main? Aku tidak pernah main-main dengan ucapanku. Dengan atau tanpa persetujuan kalian, aku akan tetap menceraikan Nada." "Silakan lakukan itu kalau kamu ingin mempertaruhkan nama baikmu dan juga keluarga besarmu!" sentak Raka pada adik iparnya. "Jadi kamu mau mengancamku?" Nada dan Hilman terperanjat kaget saat dengan cepat Gibran beranjak dari tempat duduknya dan merenggut kasar kerah kemeja Raka. "Bawa Nada ke kamarnya, Pa," pinta Raka. Lelaki itu terlihat santai menghadapi Gibran. Hilman setengah menarik paksa putrinya karena tak ingin Nada melihat kekerasan yang mungkin terjadi di ruangan itu. Nada bersikeras bertahan di sana ingin melerai, tapi Hilman terus memaksanya hingga pada akhirnya gadis itu pasrah. "Aku juga tidak sedang main-main, Gibran. Sekali saja kamu berani menceraikan adikku, maka reputasi keluarga besarmu akan hancur." "Kamu pikir aku takut!" Gibran semakin mengeratkan pegangan tangannya membuat Raka nyaris tercekik. "Kamu yang sudah menipuku, membuatku menikahi adikmu yang bisu itu dan sekarang kamu mau mengancamku. Apa kamu pikir aku takut?" Gibran yang semakin dikuasai amarah menghempas kasar tubuh Raka hingga pria itu jatuh tersungkur di lantai. Raka bangkit dengan seringai licik dan menatap Gibran seolah menantang. "Silakan lakukan saja. Kamu mau menceraikan adikku? Silakan. Tapi detik itu juga aku pastikan namamu dan juga keluarga besarmu akan menjadi topik utama di seluruh Indonesia." "Apa maksudmu!" "Aku akan membuat konferensi pers dan mengumumkan semua pada media. Gibran Zeedanish Salim, pengusaha muda yang terkenal dan kaya raya menceraikan istrinya setelah menikmati malam pertama dengan seorang perawan." Seketika raut wajah Gibran berubah meredup. Kilat amarah yang semula berkobar seakan dapat membakar apa saja yang dikehendakinya, kini berubah datar. "Jangan kamu pikir aku tidak tahu kejadian panas apa yang telah kalian berdua lewati semalam," sambung Raka. Ia juga lelaki normal yang paham saat melihat bagaimana adiknya berjalan dengan aneh. Selain luka di kakinya, ada luka tersembunyi yang membuat cara berjalan Nada sedikit timpang. Dugaannya semakin kuat saat tak sengaja ia melihat jejak kemerahan yang ditinggalkan Gibran di leher adiknya. Itu semua sudah cukup dijadikan bukti kalau sepasang pengantin baru itu telah melakukan ritual malam pertama. "Aku rasa kamu cukup cerdas untuk bisa menebak apa yang akan terjadi seandainya aku benar-benar mengumumkan pada media tentang kamu yang menceraikan Nada setelah menikmati malam pertama kalian?" Raka memangkas jarak mendekatkan wajahnya tepat di hadapan Gibran. Ia terlihat begitu menikmati ekspresi kaget adik iparnya itu. "Kira-kira apa yang akan terjadi? Nama baik, reputasi, perusahaan yang sudah kamu bangun dari nol akan langsung mendapat cap jelek di mata masyarakat. Semua yang kamu banggakan akan hancur dalam sekejap, jadi lakukan saja kalau kamu mau." Gibran kepayahan mengatur napasnya karena dia juga harus meredam emosi yang masih begitu menggelegak memenuhi rongga dadanya. Raka benar-benar licik, dia menggunakan berbagai macam cara untuk memerangkapnya dalam jebakan. "Licik! Dasar penipu ulung!" maki Gibran bersiap melayangkan tinjunya di wajah Raka. "Eits!" Mencekal tangan Gibran dan menatapnya tajam. "Ada kamera pengintai di setiap sudut rumah ini, takut kamu lupa. Aku bisa menggunakannya juga sewaktu-waktu untuk menyerangmu. Tolong jaga sikap!" "Katakan apa maumu! Sialan!" "Tetaplah menjadi suami adikku, hanya itu." Raka menyahut. Senyuman di wajahnya sungguh membuat Gibran berang. Gibran yang kalap menarik taplak meja dan membalik benda persegi itu hingga cangkir dan semua yang ada di atasnya pecah berserakan. Meski tak mau, terpaksa Gibran harus bertahan dengan pernikahan itu. Dia masih harus mencari tahu alasan Raka menipunya hingga ia mau menikahi Nada. "b******n! Bisa-bisanya kamu menipuku. b*****h sialan!" Gibran terus mengamuk menghancurkan benda apa saja yang ada di dekatnya. Nada yang melihat kejadian itu dari kejauhan menjadi sangat ketakutan. Tubuhnya menggigil hebat. Gibran sangat murka dan itu terjadi akibat perbuatan kakaknya. Lelaki itu yang harus bertanggungjawab atas kekacauan yang terjadi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD