6. Berita Mengejutkan

1745 Words
"Jadi istrimu ini bisu?" Wulan memindai penampilan Nada dari ujung kepala hingga ujung kaki. Bibir berpoles gincu merah menyala itu tak henti mencibir. Ia menatap jijik pada menantunya seolah Nada adalah kotoran. Setelah puas mengobrak abrik rumah Hilman, Gibran yang tak punya pilihan lain pun memutuskan untuk membawa pulang Nada ke rumahnya. "Sayang sekali jika gadis secantik ini bisu." Wanita yang masih terlihat cantik di usianya yang tak lagi muda itu kembali duduk di sofa. Wulan menyesap tehnya pelan dengan tatapan yang tak lepas dari Nada. Tak ada yang berkomentar selain ibunda Gibran. Ayah serta kakek pemuda itu diam meski kekecewaan tergambar jelas di wajah keduanya. "Aku kira menikahinya adalah kesialan terbesar dalam hidupku, Ma." "Kenapa tidak kamu ceraikan saja dia, Sayang? Wanita itu sama sekali tak berguna bagi keluarga kita." Sikap keluarga suaminya membuat Nada merasa terasingkan. Tak ada satu pun dari mereka yang merestui pernikahan ini setelah mereka tahu dirinya bisu. Terlebih lagi Wulan, ia terang-terangan menunjukkan rasa ketidaksukaannya pada Nada dan malah mendukung keputusan putranya untuk menceraikannya. Nada merasa seperti masuk dalam neraka. Sosok ibu mertuanya terlihat jahat seperti dalam sebuah drama. "Dia tidak bisa sembarangan menceraikan istrinya, Wulan." Bayu, kakek Gibran yang sedari tadi bungkam kini angkat bicara. "Kenapa tidak bisa, Ayah? Gibran bisa mendapatkan istri yang jauh lebih segalanya dibandingkan si bisu ini. Kita butuh menantu terbaik untuk melahirkan penerus keluarga kita, bukan perempuan bisu begini," tukas ibunda Gibran. Nada duduk kaku di sana. Jangankan untuk bergerak sedikit menggeser posisinya, bahkan untuk bernapas pun rasanya sangat sulit. Pasokan udara di sana begitu melimpah, tapi Nada serasa tercekik. Kehadirannya benar-benar tak dianggap, dan tak ada hal yang lebih menyakitkan dari itu. Saat kakek Gibran mengatakan hal itu, Nada pikir pria berusia senja itu tergerak hatinya untuk membelanya. Akan tetapi dugaannya salah ketika dia mendengar apa yang dilontarkan Bayu selanjutnya. "Mereka baru bisa bercerai setidaknya dalam beberapa bulan ke depan. Jika Gibran nekat menceraikan istrinya sekarang, apa kamu tidak memikirkan kemungkinan apa yang akan terjadi selanjutnya?" Wulan mengerutkan keningnya gagal mencerna maksud dari perkataan ayah mertuanya. "Segala sesuatu yang kita lakukan akan menjadi sorotan, termasuk jika Gibran menceraikan istrinya hanya berselang sehari setelah mereka menikah. Publik akan bertanya-tanya, memang kamu pikir siapa yang paling dirugikan dalam hal ini? Nama baik keluarga kita dipertaruhkan," terang Bayu yang secara tidak langsung menjawab pertanyaan menantunya. "Meskipun si istri berada di pihak yang salah sekali pun, itu tidak menjamin nama baik keluarga yang telah kita jaga dan besarkan dengan baik ini tidak akan tercemar," imbuh kakek Gibran. Tak ada lagi pembicaraan di sana karena setelah itu masing-masing orang membubarkan diri termasuk Gibran. Pria itu meminta pelayan untuk mengantarkan Nada ke kamarnya, sementara dia ingin menyingkir untuk sementara waktu menenangkan diri. Nada duduk di bibir ranjang sembari mengedarkan pandangannya. Istana ini terlalu megah untuknya hingga dia merasa terasingkan. Ada begitu banyak orang tinggal di sana, tapi ia merasa sendirian. Nada tak tahu akan bagaimana menjalani kehidupannya. Ceritanya akan berbeda jika Gibran mencintainya, sudah tentu pria itu akan memberikan perhatian. Rela melakukan apa saja demi dirinya. Akan tetapi kenyataannya? 'Memang apa yang kamu harapkan, Nada.' gadis itu menghela napas berat. Detik yang terus bergulir, waktu terus berlalu menciptakan begitu banyak kenangan. Nada melewati hari-harinya di rumah itu masih dengan perasaan asing. Namun ia tetap melaksanakan kewajibannya sebagaimana seorang istri. Pagi itu, seperti biasa Nada tengah sibuk menyiapkan keperluan suaminya sebelum lelaki itu berangkat ke kantor. Di awal-awal pernikahan, Gibran selalu menolak apa pun kontribusi yang dilakukan Nada untuknya, menolak perhatian wanita itu, tapi kemudian pria itu menjadi tak banyak bicara. Mungkin bosan karena Nada sama sekali tak mengindahkan peringatannya. Mereka jarang sekali berinteraksi dan menjalani pernikahan itu dengan datar. "Ya baiklah. Aku akan segera ke sana." Gibran menyimpan kembali ponselnya ke dalam kantong jas. Nada baru saja selesai memakaikan dasi, tapi tak bisa menangkap percakapan antara suaminya dengan seseorang di ujung telepon meski jarak keduanya cukup dekat. "Pergilah dengan diantar supir. Jangan menimbulkan kekacauan apa pun dan jaga sikapmu, karena setelah kamu menjadi bagian dari keluarga Salim, semua gerak gerikmu juga akan menjadi sorotan." Nada mengangguk mendengar suaminya memberikan pesan yang sama dari hari ke hari setiap kali dia akan pergi bekerja. Gadis itu kemudian meraih nota kecil dari dalam saku pakaiannya lengkap dengan pena dan mulai menggoreskan tinta di sana. "Hari ini aku merasa kurang sehat, jadi aku berencana untuk istirahat saja di rumah." Tulis Nada. "Minta Bi Marni untuk memanggilkan dokter. Aku tidak punya banyak waktu atau aku akan terlambat ke kantor." Nada mengangguk, maklum dengan kesibukan sang suami. Pria itu sudah mau menekan ego untuk tidak menceraikannya. Meskipun sikapnya begitu dingin dan abai, Nada beruntung suaminya tak lagi bersikap kasar padanya. Gibran pergi tanpa menyentuh sarapannya karena pagi ini dia akan menemui anak buahnya yang dia mintai bantuan untuk mencari informasi tentang alasan Raka menjebaknya dalam pernikahan terkutuk itu. "Jadi itu alasan dia menjebakku untuk menikahi adiknya?" Sebelum ke kantor, Gibran mampir ke salah satu kafe, dan kini dia tengah menginterogasi anak buahnya. "Iya, Pak. Perusahaan Pak Hilman mengalami kebangkrutan dan Pak Raka memanfaatkan situasi dengan menikahkan Bapak dan Bu Nada." Gibran tentu tahu maksud terselubung Raka. Kakak iparnya itu ingin menggunakan dirinya untuk menyelamatkan perusahaan yang diambang kehancuran. "b*****h itu, ternyata dia sangat licik!" Tangan Gibran terkepal kuat, seluruh emosinya terkumpul di sana. "Baiklah, kamu boleh pergi." Pria bertopi itu bangkit dari tempat duduknya meninggalkan Gibran yang masih termenung. Sejak pernikahannya dengan Nada, dia seolah tak henti mendapatkan kejutan. Malam harinya di kediaman keluarga Salim. Nada yang merasa kurang sehat memilih untuk mengurung diri di kamar seharian ini. Belakangan ini dia menjadi mudah lelah, padahal kegiatannya mengajar di sekolah dengan kebutuhan khusus tak begitu menguras tenaganya. Nada akan berangkat pada jam tujuh pagi, dan pulang pukul satu siang. Di tengah kesibukannya mengajar di sekolah, Nada juga menghabiskan waktunya untuk berkebun dan menemani Bayu membaca di taman. "Wanita itu, kenapa semenjak kehadirannya di rumah ini selalu saja menimbulkan masalah. Dasar pembawa sial. Selain bisu, dia juga malas." Nada yang baru akan memejamkan mata terburu-buru bangun dari pembaringan saat sayup-sayup mendengar ocehan ibu mertuanya. Tak lama setelahnya daun pintu terbuka lebar, Wulan berdiri angkuh di sana dengan tatapan yang menyorot tajam. "Hei gadis bisu! Sebenarnya apa keahlianmu? Kamu pikir kamu sedang tinggal di rumahmu sehingga kamu bebas melakukan apa saja sesuka hatimu, begitu? Selain pemalas, hobi dandan, tidur dan menghabiskan uang, apa lagi keahlianmu? Kamu bukan lagi tuan putri," maki Wulan. Nada bergeming, percuma karena sekali pun dia membela diri belum tentu ibu mertuanya itu akan mendengarkannya. Padahal selama ia tinggal di sana, Nada juga banyak membantu pekerjaan pelayan di sana. Apa pun dia lakukan agar tak terlihat menganggur di mata keluarga suaminya. Namun apa yang dia lakukan selalu saja salah. "Suamimu itu sedang mati-matian bekerja keras, sementara kamu yang hanya menumpang di rumah ini bersikap seperti tuan putri. Seharusnya kamu bisa lebih menjaga sikapmu. Sebentar lagi suamimu pulang, bukannya bersiap menyambutnya malah asyik tidur." Wulan merotasikan bola matanya malas. "Ada apa ribut-ribut?" Gibran tiba-tiba muncul. "Lihatlah istrimu yang bisu itu. Dia sungguh sangat menyebalkan. Bisa-bisanya dia tidur sepanjang hari ini, padahal kamu tengah bekerja keras, Sayangku," lapor Wulan pada putra semata wayang kesayangannya. "Hm, dia sedang tidak enak badan, Ma." Gibran menyahut. Wulan memicingkan mata melihat sikap anaknya yang terkesan melindungi Nada. "Aku nggak bohong. Nada benaran sakit, itu sebabnya dia nggak berangkat mengajar hari ini." Gibran berjalan melewati ibunya begitu saja dan segera masuk ke kamar mandi. "Cepat urus suamimu!" tegas wanita paruh baya itu membentak Nada. "Jangan bersikap kurang ajar dengan membuat orang tua menunggumu di meja makan terlalu lama." Kemudian berlalu usai mengatakan kalimat yang lagi-lagi menusuk ulu hati menantunya. Nada turun dan dengan langkah gontai dia mulai menyiapkan pakaian ganti untuk sang suami. Selang dua puluh menit kemudian barulah sepasang suami istri itu berkumpul bersama di meja makan. Suasana selalu hening tiap kali mereka duduk di sana, hanya diiringi denting sendok yang beradu dengan piring karena tak ada yang berani menyuara. Mereka sangat menjunjung tinggi tata krama. Jika pun ada hal yang ingin dibahas, pastilah selalu menunggu acara itu selesai. Seperti yang dilakukan Gibran saat ini. "Semuanya, ada yang ingin aku sampaikan," kata Gibran, ia menaruh lap makannya dengan gerakan begitu anggun. "Mengenai apa?" Sang ayah menanyai putranya. Semua orang tampak serius menantikan apa yang akan disampaikan oleh Gibran, tak terkecuali Nada. Kehadirannya di sana tak benar-benar untuk makan karena isi piringnya masih utuh dan baru berkurang dua suap saja. Nada mulai berpikir dia memang membutuhkan dokter untuk mengobati penyakitnya. "Aku sudah meminta pengacaraku untuk segera mengurus proses perceraianku dengan Nada," cetus pemuda itu. Nada merasakan kepalanya semakin pening, pandangannya mengabur setelah mendengar pengakuan suaminya. "Jangan gegabah mengambil keputusan." Bayu menasehati cucunya. "Aku rasa sebulan lebih sudah cukup untukku mengajukan gugatan perceraian." "Tapi itu terlalu singkat, tunggulah beberapa saat lagi." "Mama setuju." Wulan angkat bicara. "Lebih cepat akan lebih baik. Kamu menikahi perempuan yang sama sekali tak berguna, Gibran." "Siapa yang akan mendengar pendapatmu, Wulan?" Ucapan Bayu terdengar sinis. Lelaki tua itu kesal pada menantunya yang selalu bicara tanpa berpikir sebelumnya. Gibran mendesah panjang. Ia pikir waktu sebulan lebih ini sudah cukup untuk menahan diri. Dia akan melakukan negoisasi dengan Raka agar bisa bercerai, tapi kakeknya masih berkeras hati menyarankan agar dirinya mempertahankan rumah tangga ini. Tak mau situasinya semakin memanas, masing-masing orang mulai kembali ke kamarnya. Wulan menggandeng lengan ayah mertuanya dan mengantarnya ke kamar, begitu juga dengan Gibran yang akan kembali ke ruang kerjanya. Akan tetapi belum sepenuhnya mereka pergi dari sana, mereka dikejutkan dengan Nada yang tiba-tiba jatuh pingsan. Gibran reflek berlari dan mengangkat tubuh istrinya. "Panggilkan dokter, Bi!" titah Bayu yang ikut panik melihat cucu menantunya tidak sadarkan diri. Sementara semua orang sibuk, Wulan menatap sinis sambil terus mengoceh. Kebenciannya pada Nada membuatnya tak memiliki empati sedikit pun pada gadis itu. Gibran membaringkan istrinya dengan hati-hati di ranjang, lalu membiarkan dokter memeriksa kondisinya. "Bagaimana keadaannya, Dokter?" "Anda tidak perlu khawatir, tidak ada yang perlu dicemaskan. Bu Nada pingsan karena dia sedang hamil." Dokter itu menerangkan. "Apa!" seru semua orang dengan begitu kagetnya. "Iya, benar. Bu Nada sedang hamil jadi akan lebih baik kalau Pak Gibran membawanya ke dokter spesialis kandungan untuk mengetahui kondisi kandungannya." Berita yang seharusnya menggembirakan itu justru membuat semua orang menjadi murung. Wulan tak henti menyentak napas kasar, kecewa dengan berita itu. Tatapannya tajam menyoroti satu-satunya buah cinta hasil pernikahannya dengan Arya, terlihat menyalahkan. Berbeda dengan Bayu yang sedikit antusias mendengar dirinya akan segera mendapatkan cicit. "Kita perlu membicarakan soal perceraianmu, Gibran." Bayu berujar. Melihat ekspresi wajah kakeknya, mendadak Gibran mempunyai firasat tidak enak.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD