Prolog

243 Words
Wahai Allah... Aku tahu, coban yang Engkau berikan adalah bentuk rasa sayangmu terhadap para hambamu. Aku tahu, Engkau mencintaiku seperti aku mencinta-Mu. Bahkan rasa cinta-Mu begitu besar padaku dengan cara-Mu memberi cobaan ini. Allah, aku ikhlas atas kepergian Ayah, namun aku tak sanggup jika harus kehilangannya sekarang. Aku masih bertanya dalam diamku. Kenapa Engkau mengambilnya begitu cepat, kenapa orang sebaik ayah, tak punya kesempatan hidup untuk lebih lama lagi. Memoriku terus memutar kejadian di mana aku menemui Ayah yang sudah terbujur kaku di atas brankar kamar jenazah. Saat itu hawa dingin menusuk hingga ketulangku, sosok laki-laki yang aku cintai dan hormati telah terbujur kaku di atas sana. Aku mendekat ke arah ayah. Wajahnya pucat pasih, tubuhnya sudah menjadi dingin. Bibirnya tak lagi menampakkan senyum indah, kedua manik matanya enggan untuk kembali terbuka. “A...ayah...” ucapku pelan dengan tangis yang sedari tadi sudah aku tahan mati-matian. Sosok laki-laki muda  berseragam polisi mendekat ke arahku dan berdiri di sampingku. “Pa Husaen menjadi korban tabrak lari. Beliau mengalami luka dalam dan meninggal di tempat,” ucapnya dengan nada lembut. “Hiks...hiks...” Aku tak kuasa menahannya. Tangisku akhirnya pecah dan aku merosot begitu saja karena tak kuat lagi untuk berdiri. “Innalillahi wa inna illahi roujiun,” ucapku disela-sela tangis. “Mana Ibumu? “ tanya laki-laki itu. “Ibu hiks... Di rumah hiks...,  beliau belum tahu.  Ibuku hiks...  Lumpuh dan tidak bisa datang hiks...” ucapku dengan susah payah.  Oh Allah! Kuatkan aku, bangkitkan aku, agar aku dapat menerima dan menjalani takdirmu dengan ikhlas dan sabar. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD