Saat seorang istri berbakti kepada suami dengan penuh rasa ikhlas, maka diampunilah segala dosa-dosanya selama hidup di dunia
****
"Saya sudah kasih kamu uang kenapa nggak ada inisiatif buat beli hape?" Suara Arkan terdengar sangat sinis setelah mereka sudah berdua di dalam mobil dan memulai perjalanan menuju rumah orang tua mereka.
"Maaf aku belum sempat, Mas." Suara Zahira terdengar lirih dan menunduk dalam saat Arkan mulai mengeluarkan aura dingin.
"Sudah saya belikan! kalau ada apa-apa langsung hubungi saya jangan ke Mama atau Papa bikin repot saja!"
"Iya Mas Arkan."
Setelah itu keduanya saling diam dan suasana dalam mobil cukup hening dan canggung untung saja rumah orang tua mereka tak jauh dan hanya butuh kurang lebih tujuh menit untuk sampai.
Arkan turun dari mobil dan melenggang begitu saja meninggalkan Zahira yang mengambil beberapa paper bag milik Arkan yang ada di jok belakang mobil.
Saat dia masuk ke dalam rumah ibu mertuanya yang sedang bersantai menatapnya dan tersenyum penuh arti. "Cieee habis belanja apa aja itu." Celetuknya tiba-tiba.
Zahira hanya tersenyum memaksa karena kenyataannya ini semua milik Arkan.
"Tadi Arkan bilang kalian habis jalan-jalan berdua setelah dari rumah ibu kamu."
Awalnya Zahira sempat bingung dengan ucapn ibu mertuanya, tapi sekarang dia mulai mengerti alur yang dibuat Arkan malam hari ini. Langsung saja Zahira menunjukkan fake smile andalannya dan mengatakan dengan suara yang menunjukkan kebahagiaan meski hatinya merasa hancur karena terus-menerus berkata bohong kepada semua orang.
"Tadi Rara beli hape, Ma soalnya tadi aku kebingungan waktu mau telfon mas Arkan. Kalau yang ini belanjaan Mas Arkan." Zahira sedikit mengangkat dua paper bag yang dia tenteng.
"Wah bagus dong nanti kita enak kalau pengen komunikasi."
Zahira mengangguk dan tersenyum tipis sebelum berpamitan menyusul Arkan yang sudah masuk ke kamar terlebih dahulu.
"Emm, Ma aku ke kamar dulu ya udah di tunggu Mas Arkan."
Maya tertawa dan memaklumi dua pengantin baru yang dia pikir sedang sibuk memadu kasih dan ingin terus berduaan di kamar.
"Rara!"
Zahira menghentikan langkahnya dan kembali menoleh pada Maya yang memanggilnya. "Iya Ma?"
"Cepat proses calon cucu Mama ya."
Pipi Zahira langsung bersemu merah saat Maya mengatakan tentang hal itu. Meski cintanya pada Arkan belum sepenuhnya tumbuh tapi dia merasa sangat berdebar saat ditanya masalah cucu.
"Insyaallah, Ma, bantu doa ya." Tak bisa dipungkiri sejak dia sah menjadi istri Arkan dia selalu terbayang-bayang menjdi seorang ibu untuk bayi kecil yang mungil dan lucu.
"Semangat Rara."
Zahira mengangguk dan segera berjalan menuju kamarnya dengan langkah lebar karena dia sudah ingin istirahat.
Saat dia masuk kamar lagi-lagi dia mendengar percakapan romantis antara Arkan dengan Lia. Entah apa saja yang mereka omongkan setiap malam Zahira berusaha tidak peduli dan mulai menenangkan hatinya yang resah lalu wmemilih untuk berganti baju dan bersiap tidur agar tidak terlalu lama mendengar ocehan romantis yang merusak suasana hatinya.
Mulai sekarang Zahira akan ikut merentangkan jarak agar Arkan tidak terus-terusan membuat hatinya sakit dengan ucapannya yang kasar dan akan membuatnya berubah pikiran tentang pernikahan yang suci ini.
Saat Arkan mengucap ikrar pernikahan dia sudah berjanji pada Alloh dan orang tuanya untuk setia dalam biduk rumah tangga mereka meski rasanya cukup berat untuk dilalui sendirian.
Zahira yakin suatu saat Arkan akan berubah menjadi sosok pria dan suami yang lebih baik dari sekarang. Dia hanya perlu bersabar dan menunggu hari itu terjadi. Dia harus bisa lebih tenang dan tidak ikut terbakar emosi.
Setelah keluar dari kamar mandi Zahira mulai menata tempat tidurnya di sofa bed dan mencoba mencari posisi yang nyaman agar dia bisa secepatnya terlelap.
Namun, belum ada lima menit dia memejamkan mata tiba-tiba pintu kamar mereka di ketuk dari luar. Arkan yang semula sedang asik telfonan di atas ranjang langsung bangkit dan melempar ponselnya begitu saja dengan raut wajah panik.
"Rara jangan tidur disitu!!" ucapnya dengan nada panik dan membantunya untuk memindah bantal dan selimut ke ranjang mereka.
"Biar aku yang buka Mas."
Arkan mengangguk dan memposisikan dirinya di atas ranjang seolah-olah sedang mengobrol dengan Zahira.
Ternyata orang yang mengetuk kamarnya adalah Maya. Dia datang membawa sebuah gelas yang terisi jamu terlihat dari warnanya.
"Duh lama banget buka pintunya lagi ngapin sih?" Tanya Maya dengan nada suara jahil.
"Maaf ya Ma, tadi beresin kamar yang berantakan banget," jawab Zahira memberikan alasan yang menurutnya logis.
Maya tersenyum dan menyerahkan minuman yang mirip dengan jamu. "Ini jamu herbal biar biar tubuh dan kandungan kamu biar lebih sehat dan siap untuk hamil. Tadi mama tunggu-tunggu kamu nggak keluar jadi Mama antar kesini."
Pipi Zahira bersemu merah saat Maya memberinya perhatian penuh. Zahira menerima gelas itu dan mengucapkan terimakasih.
"Harus dihabiskan loh, Mama pengen cepat-cepat punya cucu soalnya."
Zahira diam-diam melirik Arkan yang sedang duduk di ranjang sambil memainkan ponselnya. Dia sangat berharap Arkan mendengar ini dan berniat mewujudkan keinginan semua orang meski belum ada cinta diantara mereka.
"Arkan ...." Panggil Maya.
"Iya-iya Ma aku dengar, lagi diusahakan yang sabar." Jawabnya terkesan cuek.
Maya terlihat tersenyum lega dan pamit untuk keluar dari kamar pengantin baru itu.
Zahira kembali menutup pintu lalu duduk menghabiskan jamu yang beraroma tidak terlalu sedap dan rasa yang lumayan pahit. Di sela-sela tegukannya Zahira tak hentinya berdoa agar dia cepat-cepat diberi titipan dari Alloh yang sangat berharga dan bisa menyempurnakan pernikahan mereka.
Setelah jamu yang super pahit berhasil Zahira habiskan dia meletakkan gelas itu dan bergegas untuk tidur kembali karena matanya sudah terasa sangat berat.
Saat dia ingin mengambil bantal dan selimutnya tiba-tiba Arkan menahan tangannya dan sedikit menariknya sampai tubuhnya terjatuh diatas ranjang. Jantung Zahira mulai berdetak tak karuan apalagi saat tatapan Arkan mulai terlihat melunak daripada biasanya.
"Tidur disini saja saya enggak apa-apa."
Jantung Zahira semakin tidak bisa dikendalikan dan berdetak tudak karuan saat kulitnya bersentuhan langsung dengan Arkan. Pria itu menyentuh tangannnya dan mengusap punggung tangannya cukup lembut.
Namun beberapa saat kemudian Arkan melepas cekalannya karena tidak ada respon sama sekali dari Zahira.
"Mas Arkan benar nggak apa-apa? nggak risih tidur bareng aku?" Jawab Zahira to the point karena malam-malam sebelumnya Arkan selalu menatapnya seperti kotoran saat berdua di dalam kamar.
"Saya sangat menghormati bi Sumi seperti saya menghormati Mama. Bi Sumi menitipkan kamu pada saya jadi saya harus memperlakukan kamu sabaik mungkin."
Zahira memandang Arkan curiga kenapa tiba-tiba pria itu berubah sangat baik padanya padahal setelah pulang dari rumah ibunya dia masih bersikap dingin dan sinis.
"Apa ibu bilang sesuatu sama kamu?" Tanya Zahira masih penasaran dengan perubahan Arkan yang sangat tiba-tiba.
"Iya."
"Apa mas?"
"Kamu nggak perlu tau, lebih baik kamu tidur sekarang." Setelah itu Arkan turun dari atas ranjang dan berjalan menuju kamar mandi karena dia belum sempat mandi setelah pulang dari rumah mertuanya karena sibuk telfon dengan kekasihnya.
Zahira masih memandang Arkan heran sampai pria itu masuk ke dalam kamar mandi. Dia memutuskan untuk naik ke atas ranjang dan berbaring dengan perasaan ragu karena malam ini adalah malam pertama dia akan tidur satu ranjang dengan suaminya.
***
Pagi harinya, Zahira benar-benar terkejut mendapati ada sebuah tangan yang melingkar di perutnya. Dengan sangat hati-hati dia menoleh kesamping, ternyata Arkan masih tidur sangat pulas.
Zahira tak mau melewatkan momen yang sangat langka, dia menatap dengan intens wajah Arkan yang sangat tenang dan jauh lebih tampan saat dia tertidur seperti ini.
Meski dia sudah menahan diri untuk tidak menyusuri wajah tampan yang Arkan miliki, nyatanya Zahira benar-benar tidak bisa menahan itu semua. Tangannya dengan lancang mulai menyusuri wajah itu dengan lembut dan senyuman tanpa beban.
Begini saja Zahira sudah merasa sangat berbung-bunga apalagi jika perasaannya dibalas oleh Arkan?
"Mmhh ... Lia aku masih ngantuk sayang."
Gerakan tangan Zahira langsung terhenti mendengar suara Arkan menyebut nama wanita lain dengan mata yang masih terpejam. Senyum yang baru saja merkah dan hatinya yang belum lama berbunga-bunga seketika layu diterpa kenyataan bahwa dihati dan pikiran suaminya hanya ada nama Rosalia.
Zahira yang sadar diri langsung menarik tangannya dari permukaan wajah suaminya dan kembali melihat kenyataan yang ada bahwa dia dan Arkan hanya sebuah sepasang suami istri yang tidak saling memiliki bahkan tidak saling mencintai. Sampai sini Zahira harus tetap sadar diri.
Mungkin perlakuan baik Arkan padanya hanya untuk memperbaiki keadaan agar pernikahan ini tidak terlalu menyiksa keduanya.
Zahira bangun dari posisinya dan segera menuju kamar mandi untuk membasuh wajah dan mengambil air wudhu karena azan subuh sudah mulai berkumandang.
*
Hari ini ibunya masih belum bisa datang ke rumah ini untuk memasak sarapan, Zahira berinisiatif untuk menggantikan ibunya memasak sarapn untuk keluarga ini meski sudah ada pembantu lain yang siap menggantikan posisi ibunya.
"Bi, coba cicipin masakan Rara." Zahira memberikan ayam bumbu kuning yang baru saja selesai dia masak.
Bi Nur yang dari pagi menemaninya di dapur mulai mencicipi masakan Zahira untuk pertama kalinya.
"Gimana enak nggak Bi?" Zahira sangat penasaran karena dari tadi Bi Nur tak kunjung memberikan jawaban yang pasti.
"Enak banget, rasanya udah mirip sama masakan Bi Sumi."
Zahira langsung tersenyum sumringah mendengar jawaban Bi Nur, dia semakin percaya diri menghidangkan masakannya di meja makan.
"Tolong semuanya di bawa ke meja makan ya bi, aku mau ke kamar dulu lihat Mas Arkan." Zahira segera bergegas menuju kamar karena dia takut Arkan belun bangun.
Dan benar saja saat dia masuk Arkan masih meringkuk di bawah selimut dengab mata terpejam rapat.
"Mas, sudah jam 6 lebih ayo bangun." Zahira mengguncang pelan lengan Arkan.
"Sudah siang Mas, ayo bangun."
Arkan mulai menggeliat dan menyingkirkan tangan Zahira yang masih berada di lengannya.
"Maaf Mas." Zahira langsung berdiri dan menjauh dari Arkan.
"Tolong siapkan baju kerja saya," ucap Arkan sebelum dia berjalan menuju kamar mandi dengan nyawa yang belun sepenuhnya terkumpul.
Selama Zahira menjadi istri Arkan baru kali ini dia membuka lemari baju Arkan dan menyiapkan baju kerja untuknya. Sebelumnya dia sama sekali tak diperbolehkan menyentuh barang milik suaminya sendiri.
Zahira tak bingung saat memilih kemeja yang cocok untuk Arkan karena semua warna dan model akan pas jika sudah berada di tubuh Arkan.
Selesai menyiapkan baju untuk Arkan dia mulai merapikan kamar dan juga ranjang mereka yang masih berantakan.
Saat sedang asik bersenandung sambik merapikan buku-buku milik Arkan tiba-tiba dia dikejutkan oleh sosok Arkan yang baru keluar kamar mandi dengan handuk yang hanya melilit bagian pinggang kebawah.
"Astagfirullah!" Zahira refleks menutup matanya karena baru kali ini dia melihat seorang pria dengan kondisi seperti itu.
Arkan hanya tersenyum samar saat melihat tingkah Zahira yang cukup menggemaskan. Dia langsung mengambil baju yang sudah istrinya siapkan dan berjalan masuk ke kamar mandi lagi.
Zahira mengusap *dadanya dan berusaha menormalkan detak jantungnya yang mulai berdetak tak karuan. Mulai sekarang dia harus membiasakan diri melihat Arkan bagaimanapun kondisinya.