BAB 8

1571 Words
Satu minggu telah berlalu sejak kejadian pernyataan cinta Bella kepada Rendra di kantin kampus. Para mahasiswa sudah mulai berhenti membicarakan hal itu, meskipun terkadang Bella mendengar beberapa orang masih membicarakannya. Namun, tatapan mata para mahasiswa mulai berkurang kepadanya ketika Bella berjalan di koridor kampus. Dan Bella merasa bersyukur akan hal itu. Bella sudah bosan dengan tatapan mata para mahasiswa yang menatapnya dengan sorot mata penasaran sekaligus menilai. Selama satu minggu terakhir ini, Bella sudah beberapa kali berpapasan dengan Rendra di koridor kampus. Namun, Rendra tetap bersikap seolah tidak mengenalnya. Rendra juga selalu terlihat bersama kekasihnya, Viona. Sebenarnya Bella kecewa dengan sikap Rendra. Setelah pernyataan cinta Bella di kantin kampus yang ia yakini Rendra menyadari kesungguhannya, setidaknya Bella ingin mendengar tanggapan Rendra tentang hal itu. Namun, rupanya Rendra tidak ingin membahas kejadian itu. Bella bertekad untuk melupakan Rendra dan menghapus rasa cinta yang ia miliki untuknya. Meskipun akan terasa sulit karena selama dua tahun terakhir ini Bella tidak berhasil melakukan hal itu. Namun, kini dia akan berusaha lebih keras lagi. Bella akan berusaha mengikhlaskan Rendra yang kini sudah memiliki seorang kekasih. Siang ini Bella duduk sendirian di taman kampus. Mata kuliah telah berakhir beberapa menit yang lalu dan Fika baru saja pulang karena merasa tidak enak badan. Sebenarnya Bella ingin mengantar Fika pulang ke tempat kosnya, tapi Fika menolak dan memilih untuk pulang sendiri menggunakan taksi. Bella mengedarkan pandangan ke sekitar taman. Tidak banyak orang yang berada di taman kampus pada siang hari ini. Mungkin karena cuaca yang cukup terik sehingga membuat para mahasiswa lebih memilih duduk di kantin kampus yang adem daripada di sini. Sebagian besar mahasiswa juga masih melangsungkan pembelajaran di kelas masing-masing. Bella belum terlalu mengenal lingkungan kampusnya. Dia dan Fika belum sempat berkeliling kampus karena disibukkan dengan tugas-tugas yang diberikan oleh dosen mereka. Bella dan Fika baru aktif kuliah selama satu minggu terakhir ini, tapi para dosen sudah memberikan tugas hingga membuat mereka kesulitan untuk menyesuaikan diri dan membagi waktu. Bella memandang jam yang melingkar di tangan kirinya. Jarum jam sudah menunjukkan pukul dua siang sekarang. Bella belum ingin beranjak dari tempatnya untuk pulang ke rumah Tante Rina. Bella malas jika harus berdesakan di angkot dalam cuaca yang cukup panas seperti ini. Rasanya Bella ingin terus duduk di bawah pohon yang rindang dengan semilir angin yang sejuk dan membuat mata mengantuk. Bella menghembuskan napas panjang. Meskipun merasa malas untuk berdesakan di angkot, tapi Bella harus pulang sekarang agar tidak terkena macet di jalan. Walaupun tidak semacet Kota Jakarta, tetap saja kemacetan yang terjadi di kota ini membuat perjalanan Bella menuju ke rumah Tante Rina memakan waktu yang lebih lama. Bella menyelempangkan tas ke bahu kanannya, lalu bangkit dari kursi. Dia berbalik dan membelalakkan mata ketika melihat seorang laki-laki telah berdiri di hadapannya. “Kak Rendra,” ucap Bella, menyebutkan nama laki-laki yang kini tengah menatapnya. Bella terkejut melihat kehadiran Rendra di hadapannya. Dia tidak tahu sejak kapan Rendra berada di sini. Bella merasa tidak mendengar langkah kaki seseorang yang berjalan mendekatinya. Rendra tidak menjawab sapaan Bella. Dia hanya menatap Bella dengan sorot mata yang sulit diartikan. Bella merasa heran dengan kehadiran Rendra di taman ini. Rendra hanya berdiri di hadapan Bella tanpa mengucap sepatah kata pun. Bella tidak tahu Rendra sengaja datang ke taman ini untuk menemuinya atau Rendra tidak sengaja berpapasan dengannya ketika akan menuju ke sisi lain taman ini. Selama beberapa detik berikutnya tidak ada satu orang pun yang membuka suara. Bella dan Rendra saling menatap tanpa berniat memecah kesunyian yang terjadi di antara mereka. Bella ingin menunggu Rendra bicara terlebih dahulu. Namun, hingga beberapa saat berlalu Rendra masih belum membuka suara. Bella akhirnya berpikir bahwa Rendra datang ke sini bukan untuk menemuinya. Bella berdeham untuk memecah kesunyian yang terjadi. Dia kembali menatap Rendra. Setelah memastikan Rendra tidak akan membuka suara, Bella akhirnya berkata. “Maaf, Kak. Aku pergi dulu,” ujarnya berpamitan. Rendra tidak bereaksi. Bella melangkahkan kaki melewati Rendra untuk meninggalkan taman kampus. Namun, tiba-tiba .... “Maafkan aku.” Bella menghentikan langkah ketika mendengar suara Rendra. Dia berbalik untuk melihat Rendra yang masih berdiri membelakanginya. “Kamu bicara apa, Kak?” tanya Bella, meskipun dia mendengar perkataan Rendra dengan jelas. Bella ingin memastikan pendengarannya lagi akan kata-kqtq yang diucapkan oleh Rendra. Rendra berbalik badan dan menatap Bella. “Maafkan aku, Bel,” ucap Rendra, mengulang kalimat permintaan maafnya. Bella mengernyitkan dahi. “Maaf untuk apa, Kak?” tanyanya bingung. “Maaf atas perbuatanku dulu dan sekarang, Bel,” kata Rendra, memperjelas kalimatnya. Bella membeku. Dia menatap Rendra tanpa mengucap sepatah kata pun. “Aku tahu sikapku telah menyakiti kamu, Bel. Saat itu, aku benar-benar bingung harus melakukan apa. Seluruh penghuni sekolah membicarakan kita. Semua teman-temanku juga mengejekku. Aku berusaha menghindari kamu untuk meredam gosip itu. Aku enggak sadar kalau perbuatanku justru menyakiti kamu dan membuat hubungan kita merenggang. Jujur, saat itu aku juga nggak tahu bagaimana perasaanku sama kamu, Bel. Selama kita dekat, aku hanya menganggap kamu sebagai adik kelasku,” cerita Rendra. “Aku merasa bersalah sama kamu, Bel, tapi aku terlalu pengecut untuk meminta maaf sama kamu. Bahkan saat kamu pindah sekolah, aku nggak berani menghampiri kamu untuk mengucapkan salam perpisahan.” Bella membisu. Dia ingat kejadian yang terjadi beberapa tahun yang lalu di mana seluruh penghuni sekolah mulai membicarakan Bella yang diam-diam mencintai Rendra. Bella tidak tahu dari mana berita itu berasal, tapi hubungan Bella dan Rendra mulai merenggang akibat kejadian itu. Mereka berdua tidak pernah bertegur sapa lagi hingga akhirnya Bella pindah sekolah. “Aku juga minta maaf atas kejadian beberapa hari yang lalu, Bel. Mungkin ucapanku terlalu kejam dan menyakiti hati kamu. Aku juga minta maaf atas nama teman-teman aku. Yoga sudah menjelaskan semuanya,” sambung Rendra. “Aku harap kamu nggak terganggu dengan omongan orang-orang yang terus membicarakan kejadian itu. Aku nggak bisa mencegah mereka untuk berhenti membicarakannya.” Suasana kembali hening begitu Rendra selesai bicara. Rendra menatap Bella seolah menunggu tanggapan darinya. Bella menghembuskan napas panjang berulang kali untuk mengatur emosinya. Dia memejamkan mata sesaat sebelum menatap Rendra dengan sorot mata sendu. “Aku sudah memaafkan kamu, jauh sebelum kamu meminta maaf kepadaku, Kak. Aku tahu kamu pasti sangat terkejut mendengar berita itu,” ujar Bella. “Aku memang kecewa dan sakit hati dengan sikap kamu, Kak. Aku ingin menjelaskan semuanya sama kamu, tapi kamu terus-menerus menghindar dan enggak mau bertemu dengan aku lagi. Aku minta maaf karena telah membuat kehebohan di sekolah saat itu.” “Untuk kejadian di kantin kampus beberapa hari yang lalu, kamu bisa melupakannya, Kak. Itu hanya sandiwara yang aku lakukan atas perintah Kak Yoga di acara OSPEK kemarin. Aku memang terganggu dengan omongan para mahasiswa di sini, tapi aku bisa mengatasinya, Kak,” kata Bella menambahkan. “Kejadian itu mungkin sebuah sandiwara yang diatur Yoga untuk mengerjaiku, tapi aku yakin apa yang kamu ucapkan di kantin saat itu bukanlah sebuah sandiwara, Bel,” kata Rendra, menimpali. Bella terdiam. Ternyata dugaannya benar kalau Rendra menyadari kesungguhan dari kata-kata Bella saat itu. “Aku minta maaf karena telah menyakiti hati kamu, Bel. Aku juga minta maaf karena nggak bisa membalas perasaan kamu, baik dulu maupun sekarang. Aku sangat menghargai perasaan kamu untukku dan aku berterima kasih karena hal itu. Mungkin aku bukan laki-laki yang baik untuk kamu, Bel. Kamu berhak mendapatkan laki-laki yang lebih baik dari aku,” tutur Rendra. Bella tersenyum tipis. “Kamu nggak perlu meminta maaf, Kak. Seperti yang sudah aku katakan, cinta itu perasaan yang fitrah. Kita nggak bisa memilih dengan siapa kita akan jatuh cinta. Kita juga nggak bisa memaksakan rasa cinta itu kepada orang lain. Aku sudah mengikhlaskan kamu, Kak. Meskipun awalnya terasa sakit, tapi sekarang aku sudah baik-baik saja,” ujarnya setenang mungkin. Ya. Bella sudah mengikhlaskan Rendra. Dia sadar perasaan cintanya tidak akan pernah terbalaskan oleh Rendra. Karena itu, Bella berusaha sekuat tenaga untuk menghapus rasa cintanya untuk Rendra. Meskipun terasa sulit dan sangat sakit, tapi Bella yakin dia akan baik-baik saja. Rendra menatap Bella, tak berkedip. Dia seolah mencari kejujuran dari kata-kata yang baru saja diucapkan oleh Bella. Bella berusaha membalas tatapan mata Rendra. Dia tidak mau Rendra mengetahui perasaannya yang sebenarnya. Meskipun Bella sudah mengatakan kalau dia baik-baik saja, tapi yang sebenarnya terjadi adalah sebaliknya. Bella pikir dengan berbicara dengan Rendra akan membuat hatinya menjadi lega, tapi ternyata hati Bella terasa semakin sakit untuk menerima kenyataan bahwa Rendra tidak pernah mencintainya, baik dulu maupun sekarang. “Baiklah,” ujar Rendra, akhirnya. “Satu lagi, Bel, aku minta maaf karena sikapku yang seolah enggak mengenal kamu di kampus ini. Jujur, aku sangat terkejut saat pertama kali melihat kamu di kampus ini hingga aku enggak tahu bagaimana cara menyapa kamu dengan baik, Bel. Aku juga nggak mau Viona salah paham dengan hubungan kita,” lanjutnya menambahkan. “Iya. Aku mengerti, Kak. Aku juga nggak mau membuat pacar kamu salah paham. Aku dengar Kak Viona sangat posesif sama kamu, Kak,” ucap Bella, memaklumi. “Iya. Viona memang agak posesif, Bel, tapi masih dalam batas wajar kok,” kata Rendra, membela Viona. “Baiklah. Kalau nggak ada yang mau dibicarakan lagi, aku pamit dulu, Kak. Aku harus segera pulang,” kata Bella, berpamitan. Bella sudah tidak sanggup berlama-lama di tempat ini bersama Rendra. Dia tidak mau terus-menerus mendengar permintaan maaf dan penjelasalan dari Rendra yang akan membuat hatinya semakin bertambah sakit. “Iya, Bel. Hati-hati di jalan,” ucap Rendra, memberi pesan. Bella mengangguk. Tanpa bicara sepatah kata lagi, dia berbalik dan melangkahkan kaki meninggalkan Rendra yang masih berdiri di taman kampus memandang kepergiannya. oOo
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD