BAB 10

1072 Words
Rendra menemui Doni yang datang ke kampusnya siang hari ini. Doni mengajak Rendra untuk menemaninya pergi mengunjungi tempat-tempat wisata yang ada di Kota Bandung besok pagi. Dia ingin mencari lokasi foto yang menarik untuk diikutkan dalam lomba fotografi. Selain basket, kini Doni memiliki hobi baru yaitu fotografi. Dia suka mengunjungi tempat-tempat wisata dan bersejarah untuk memotret. Terkadang, Doni akan mengajak Rendra untuk menemaninya. Ketika mereka sedang mengobrol, Doni terpaku pada salah satu titik di kejauhan. Rendra menghentikan ucapannya dan ikut memandang ke arah tempat Doni memandang. Dia terbelalak ketika melihat sosok Bella di kejauhan. Rendra yakin Doni terpaku karena melihat Bella di kampus ini. “Ren, itu Bella bukan sih?” tanya Doni, menunjuk sosok Bella yang berjalan ke arah mereka bersama Fika. Rendra tidak menjawab. Dia masih memperhatikan Bella yang tampak asyik mengobrol sambil terus berjalan ke tempat mereka berada. Bella sepertinya tidak menyadari keberadaan Rendra dan Doni. “Bella.” Rendra terkejut ketika mendengar Doni memanggil nama Bella. Bella dan Fika menghentikan langkah tak jauh dari tempat Rendra dan Doni berada. Bella tidak menyadari kehadiran Rendra yang berdiri di belakang Doni. Rendra juga tidak berniat memberi tahu keberadaannya. Dia tahu Bella menghindarinya sejak mereka berbicara di taman kampus beberapa hari yang lalu. Bella tampak terkejut ketika melihat Rendra. Dia yang awalnya tidak mengenali Doni akhirnya bisa mengingat namanya setelah Doni memberi tahu bahwa dia adalah teman sekolah Rendra dulu. Rendra terpaku ketika melihat Bella mengerucutkan bibir akibat digoda oleh Doni. Sudah lama dia tidak melihat ekspresi merajuk dari Bella yang sangat menggemaskan. Rendra setuju dengan pendapat Doni yang mengatakan kalau Bella masih tampak imut dengan ekspresi seperti itu, meskipun sekarang wajahnya sudah tampak dewasa. Rendra kembali terkejut ketika mendengar Doni mengajak Bella dan Fika untuk makan siang bersama mereka. Rendra yakin Bella akan menolak ajakan Doni, dan ternyata memang tebakannya itu benar. Bella beralasan kalau dia ada acara setelah ini, meskipun Rendra meragukan hal itu. Rendra yakin kehadirannya yang membuat Bella menolak ajakan Doni. Rendra memandang kepergian Bella dan Fika. Ada rasa sesal yang menghinggapi hati Rendra bila mengingat kejadian beberapa hari yang lalu. Jika Rendra tidak menemui Bella dan menyampaikan permintaan maafnya, mungkin hubungan dia dan Bella tidak semakin merenggang seperti ini. Rendra sadar ucapannya tempo hari telah melukai hati Bella. Namun, Bella akan semakin terluka jika Rendra terus-menerus diam tanpa menjelaskan apa pun. Rendra menghembuskan napas berat. Dia merasa serba salah sekarang. “Sepertinya gue ketinggalan cerita, Ren,” kata Doni, mengalihkan perhatian Rendra. Rendra menoleh sambil mengernyitkan dahi. “Maksud lo apa, Don?” tanyanya tak mengerti. “Maksud gue kenapa lo dan Bel—“ “Sayang.” Ucapan Doni terhenti saat mendengar suara seseorang. Doni dan Rendra menoleh. Mereka melihat Viona berjalan mendekati mereka dan langsung bergelayut manja di lengan Rendra. Doni mengernyit tampak tak suka melihat kehadiran Viona, kekasih Rendra. Namun, dia tidak berkomentar apa pun. Rendra memandang ke arah Bella dan Fika menjauh. Dia berharap Viona tidak sempat melihat Bella dan Fika yang sebelumnya berada di sini. “Kamu ke mana aja sih? Dari tadi aku nyariin kamu, Sayang,” kata Viona dengan nada setengah merajuk. “Dari tadi aku di sini menemui Doni, Sayang,” kata Rendra, memberi tahu. Viona menoleh begitu mendengar nama Doni disebut. Dia bertemu pandang dengan Doni yang mencoba tersenyum ramah ke arahnya. “Hai, Vi,” sapa Doni. “Hai, Don. Aku nggak tahu kalau kamu akan datang ke sini,” kata Viona, terdengar tidak suka dengan kedatangan Doni. “Aku kebetulan sedang ada urusan di daerah dekat sini, Vi. Jadi, sekalian mampir untuk bertemu Rendra,” jelas Doni. “Kamu nggak mengajak Rendra pergi lagi, kan?” tanya Viona, menaikkan sebelah alis. Doni menundukkan kepala sambil terkekeh. Dia sepertinya menyadari pertanyaan yang dilontarkan oleh Viona bernada sindiran. Setiap kali bertemu dengan Rendra, Doni memang selalu mengajaknya pergi dan Viona sangat tidak suka akan hal itu karena waktunya dengan Rendra menjadi berkurang. “Sayang banget, aku mengajak Rendra pergi, Vi. Besok pagi kami akan mencari lokasi untuk pemotretan," kata Doni, menatap Viona. Viona menatap Rendra begitu mendengar perkataan Doni. “Sayang, kamu bilang akan mengantar aku beli tas baru. Kenapa kamu malah pergi bersama Doni?” tanya Viona, terdengar kesal. “Kamu mau beli tasnya besok, Sayang? Kamu nggak bilang sama aku,” kata Rendra, balik bertanya. Rendra memang sudah berjanji akan mengantar Viona membeli tas baru, tapi mereka belum memutuskan kapan akan pergi. “Besok, kan, hari libur, Sayang. Kamu nggak mau pergi sama aku?” tanya Viona, tanpa menjawab pertanyaan Rendra. “Bukan begitu, Sayang. Tapi, aku sudah telanjur berjanji akan pergi bersama Doni besok pagi. Kita pergi hari Minggu saja, ya?” bujuk Rendra. Viona cemberut. Dia terlihat tidak suka mendengar ide dari Rendra. “Iya, Vi, masih ada hari Minggu atau hari-hari yang lainnya kok Aku, kan, nggak setiap hari mengajak Rendra pergi,” kata Doni, ikut membujuk. “Atau kamu mau ikut bersama kita?” lanjutnya menawarkan. “Enggak mau! Aku nggak mau capek dan kepanasan jalan kaki bersama kalian,” tolak Viona dengan cepat. Doni terkekeh. Sepertinya dia sudah bisa menebak Viona akan menolak tawarannya. Viona pernah ikut Doni dan Rendra berkeliling mencari tempat pemotretan. Dia terus-menerus mengeluh sepanjang jalan karena mereka harus jalan kaki dan berpanas-panasan seharian penuh. “Ya sudah .... Kalau begitu kamu dan Rendra bisa pergi hari Minggu nanti,” putus Doni. Viona berdecak, kesal. Namun, dia tidak berkata apa pun. Doni dan Rendra menganggap kalau Viona setuju dengan keputusannya. “Baiklah. Kalau kita sudah sepakat, ayo sekarang kita makan siang, Ren. Gue udah lapar,” ajak Doni, kemudian. “Kalian berdua mau makan siang bareng?” tanya Viona, memandang Rendra dan Doni, bergantian. “Iya, Vi. Kamu mau ikut?” jawab dan tanya Rendra. “Baiklah,” sahut Viona, setengah hati. Rendra tersenyum mendengar persetujuan Viona. Dia tahu Viona tidak menyukai ide untuk makan siang bersama Doni. Namun, Viona berusaha menahan diri dan tetap ikut pergi bersama mereka. Sejak pertama bertemu, Viona tidak menyukai Doni, begitu pun sebaliknya. Viona selalu terang-terangan menunjukkan ketidaksukaannya kepada Doni, berbeda dengan Doni yang bisa menahan diri ketika berada di depan Viona. Rendra merasa serba salah jika berada di antara mereka. Di satu sisi Doni adalah sahabatnya, sementara di sisi lain Viona adalah kekasihnya. Rendra lebih suka bila mereka berdua tidak bertemu. Namun, Viona yang selalu menempel bersama Rendra membuat hal itu jarang pernah terjadi. “Oke. Ayo kita pergi sekarang,” ajak Rendra yang diangguki oleh Doni dan Viona. oOo
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD