Nayanika Hamil???

1167 Words
Nayanika sudah pindah ruangan. Dia juga, sudah merebahkan tubuhnya di atas ranjang dan sekarang, sedang diam mematung, saat sebuah gel dioleskan di atas permukaan perutnya. Apa yang berada di dalam dadanya bergemuruh dengan sangat kencang. Napasnya terasa berat dan saat sebuah alat diletakkan di atas perutnya ini, dia pun merasakan merinding hampir di sekujur tubuhnya. "Nggak usah tegang. Santai saja ya?" ucap dokter Anita sambil tersenyum ramah. Namun, tidak menghilangkan kegugupan Nayanika. "Udah belum, dok??" tanya Nayanika, yang sudah ingin sekali bangun dan menyelesaikan praktek yang ia rasa cukup konyol ini. "Belum. Sabar dulu ya?" ucap dokter tersebut sembari menaikkan sedikit kacamata dengan tangan kirinya. Sementara tangan kanannya, tengah sibuk bergerak ke kanan dan kiri. "Oh iya, ini. Sudah keliatan kantong janinnya ya?" ucap dokter Anita dan Nayanika sontak menoleh dan melihat pada layar yang nampak hitam putih itu. "K-kantong... Kantong apa, Dok??" Wajah Nayanika pucat pasi. Kedua tangannya terasa dingin dan otaknya seketika menjadi kosong. "Kantong janin. Calon bayi," ucap dokter itu lagi. "Masa dok?? Masa sih, dok??" tanya Nayanika, yang masih belum percaya juga. "Iya. Coba kamu lihat ini," ucap dokter itu sembari mengarahkan cursor pada apa yang disebutkan olehnya tadi. "Nah yang ini dia. Sebentar, kita cetak juga ya," ucap dokter itu yang mengambil gambar tadi dalam bentuk lembaran foto. "Nah ini dia. Sekarang, kita coba cek detak jantungnya juga ya??" ucap dokter itu lagi sembari meletakkan alat lain di atas permukaan perut Nayanika lagi. Gelombang suara terdengar kencang dan hampir persis seperti suara detakan. Bukan hanya persis saja. Karena memang itu adalah suara detakan jantung. Bukan milik Nayanika maupun dokter yang memeriksanya. Bukan juga milik suster, yang sedang mendampingi dokter di dalam ruangan ini. Namun, asal suara itu adalah dari yang ada di dalam rahim wanita, yang kelihatan shock dan sangat terpukul sekali itu. "Ada suara detak jantungnya juga kan?" ucap sang dokter yang nampak tersenyum ramah sedari tadi. Tetapi, yang diajak bicara ini malah kelihatan murung dan hanya diam saja. "Ok baik. Tolong dibersihkan lagi dan sudah boleh bangun juga." Perut Nayanika dibersihkan oleh Suster dan pakaiannya pun diturunkan kembali. Setelah itu, Nayanika turun perlahan dari atas ranjang pasien dan berdiri saja di sisi ranjang. "Ayo sini, kita ngobrol dulu sebentar," ajak sang dokter. Nayanika kembali lagi ke tempat duduk itu. Ia masih terdiam juga. Masih memikirkan, apa yang sedang terjadi mimpinya ataupun bukan. "Saya tuliskan resep vitaminnya dulu ya? Trimester pertama kehamilan itu, adalah masa-masa awal yang sangat penting. Karena pada bulan-bulan awal ini, adalah masa pembentukan janin menjadi seorang bayi." "S-saya mual, dok. Apa ada obat mual dan pusing?" tanya Nayanika, yang teringat dengan kondisinya sendiri di menit-menit terakhir ini. "Ada obat untuk mualnya. Saya tuliskan juga resepnya di sini ya?" ucap dokter itu dan Nayanika lagi-lagi diam. Seperti masih belum percaya. Masih merasa bila semuanya hanyalah mimpi. Nayanika benar-benar tidak merasa bila sedang mengandung. Namun, semuanya berubah, saat dia melihat kembali, selembaran hitam putih, hasil pemeriksaan ultrasonografi-nya tadi. "Ini resep obat dan hasil USG-nya ada di dalam sini ya?" ucap dokter Anita, seraya memasukkan resep obat dan hasil USG Nayanika tadi ke dalam sebuah map. "Nanti, obatnya ditebus di depan. Jangan lupa, untuk dikonsumsi secara rutin. Makan makanan yang sehat dan juga bergizi seperti sayur-sayuran dan juga buah-buahan. Kemudian, kamu bisa kembali lagi ke sini, satu bulan dari sekarang, untuk memeriksakan perkembangan janin di dalam rahim kamu. Apa sudah cukup jelas? Atau, masih ada lagi yang ingin ditanyakan?" tanya dokter tersebut. Nayanika bergeming sesaat dan melontarkan kata-kata, yang sudah berada di ujung lidah. Tapi sulit juga untuk keluar kata-katanya itu. "Saya... Em, nggak ada, dok. Terima kasih," ucap Nayanika seraya menarik map yang berada di atas meja dan membawanya keluar dari dalam ruangan itu. Nayanika berjalan lunglai. Ia melihat ke sekeliling tempat dan menghela napas, lalu berjalan ke arah tempat pengambilan obat-obatan. Nayanika simpan resep ditumpukkan resep yang lainnya dan menunggu pada kursi yang ada di depan tempat pengambilan obat. Dia kembali tertegun dengan tatapan mata yang kosong. Ia ingat-ingat kembali, apa yang telah terjadi sebelumnya dan kemudian menelan salivanya yang terasa pahit. Tidak ada yang tidur dengannya, setelah ia menjadi wanita pengganti di malam itu. Jadi berarti, anak ini, adalah anak... Nayanika menggelengkan kepala. Ia kembali menghembuskan nafas lagi, lalu menekan dan juga menarik-narik ruang yang berada di antara kedua matanya. Harus bagaimana sekarang?? Bahkan, laki-laki itu saja, tidak pernah tahu, bila dirinya lah yang telah melayaninya di malam pertama. Sekarang tiba-tiba sekali malah hamil anaknya. Tapi bicara pun terasa percuma. Ia tidak lupa dan tidak akan pernah melupakan, bila pria itu adalah seorang laki-laki beristri dan sahabatnya sendirilah yang menjadi istrinya. "Atas nama Nayanika Prameswari," panggil orang yang berada di loket pengambilan obat-obatan. Nayanika pun bangun dan berdiri di hadapan orang tersebut, lalu mendengarkan setiap ucapannya. "Ini vitaminnya diminum dua kali sehari ya, pagi dan juga malam. Oh iya, tolong catat nomornya juga di sini." Nayanika mengambil bolpoin dan menuliskan angka-angka, yang merupakan nomor telepon miliknya sendiri. "Ini, Mbak. Sudah," ucap Nayanika seraya meletakkan bolpoinnya. "Baik. Terima kasih," ucap si pemberi obat seraya mengambil kembali kertasnya. Nayanika membawa obat berserta dengan secarik kertas berwarna hitam dan putihnya itu. Ia pandangi sembari dengan berjalan, hingga orang berjas putih , yang sedang berjalan dengan terburu-buru itupun tak sengaja menabraknya, hingga semua yang dipegangnya jatuh ke bawah. "Maaf maaf saya sedang buru-buru," ucap orang tersebut, yang dalam sekejap membuat Nayanika tertegun saja. Suaranya tidak asing. Seperti... Orang yang memunguti benda-benda yang terlepas dari tangan Nayanika itu nampak tertegun, ketika akan memberikan apa yang sudah ia ambilkan ini. Dahi orang tersebut pun sontak mengernyit, dia melihat selembar kertas hitam putih yang tak asing, yang segera ditarik oleh Nayanika, yang terburu-buru pergi dari hadapan orang tersebut. "Ayo, dok," ajak Suster dan orang itupun kembali melangkah dengan tergesa-gesa. Sementara yang sempat menjauh tadi, kini tertegun sembari mencengkeram apa yang sudah kembali ke tangannya lagi dan saat berbalik, orang yang tadi baru saja berbelok, hingga tak lagi terlihat sosoknya sama sekali. Nayanika melangkah lagi. Dia segera meninggalkan tempat ini, pergi sejauh mungkin, dari laki-laki, yang baru saja ia temui dan adalah orang, yang telah menanamkan benih di dalam rahimnya. Malam harinya. "Tadi aku bertemu dengan teman kamu. Em, siapa itu namanya??" ucap Abiyaksa sembari mengikat baju tidur model kimononya dan kini, sedang berjalan ke arah tempat tidur dan naik ke atas tempat tidur tersebut "Ha? Temen yang mana, Mas??" tanya Meisya yang melihat sang suami dari pantulan cermin di depannya ini. "Teman kamu. Nay apa itu," "Nayanika?" terka Meisya, sembari melihat wajahnya di cermin dan juga mengoleskan krim muka di wajahnya lagi. "Nah iya. Benar yang itu. Tapi, aku agak aneh. Dia itu, sudah menikah belum ya??" tanya Abiyaksa, yang sontak membuat tangan Meisya berhenti memulas wajahnya sendiri. "Kenapa emangnya, Mas? Kok tanya-tanya begitu??" tanya Meisya seraya memutar kepalanya dan menatap wajah sang suami secara langsung. "Tadi, kalau aku nggak salah melihat. Dia itu pegang obat-obatan dan juga hasil pemeriksaan ultrasonografi dengan nama dia di sana. Itu artinya, dia sekarang ini sedang mengandung kan?" ucap Abiyaksa sontak membuat mulut Meisya menganga. Nayanika... Nayanika hamil???
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD