Cuma Kasihan

1425 Words
Abiyaksa tetap memandang istri, yang sedang menatap Abiyaksa dengan sangat serius itu. Tidak ada kata gugup. Bahkan kelihatan tak gentar, biarpun sebenarnya dia memang telah melakukan kesalahan yang besar. Habisnya bagaimana, ia bosan juga lama-lama, kalau suaminya ini selalu sibuk dengan pekerjaannya saja. "Ya sudah. Tapi lain kali, jangan pulang malam sendirian. Bahaya," ucap Abiyaksa, yang tidak lagi ingin memperpanjang masalah ini. Tidak mau ribut karena sudah lelah seharian dan bukan tidak percaya, maupun seratus persen percaya begitu saja. Sedikitnya rasa curiga pastilah ada. Tapi ia coba tepis saja, pikiran buruknya akan istrinya sendiri ini. Toh tidak ada bukti maupun saksinya juga, bila wanita ini melakukan hal yang di luar dari yang seharusnya. Kecuali, memang ada bukti dan saksi, baru ia boleh menghakimi. Karena kalau memang yang dikatakan istrinya ini sudah benar, ia juga yang akan menyesal nantinya. Jadi sudah tidak perlu lagi diributkan. Ia butuh istirahat dan butuh banyak tenaga, untuk menjalani hari-harinya. "Kalau begitu, aku mau mandi dan ganti pakaian dulu," ucap Abiyaksa yang kini pergi ke dalam kamar mandi. Meisya bernafas dengan teramat lega. Pasti suaminya itu percaya kan?? Kalau tidak, pasti ia sudah dicecar habis-habisan olehnya tadi. Tetapi ini malah tidak. Berarti, dia menerima alasannya dan tidak merasakan kecurigaan sama sekali. Meisya naik ke atas tempat tidur dan melihat-lihat isi handphonenya. Tidak ketinggalan, dengan memposting produk yang ia jual, maupun mengirimkan postingan, untuk kebutuhan media sosialnya juga, agar endorse yang masuk akan semakin banyak lagi dan lagi. Setelah ini, mungkin ia akan pergi ke Bali dan melakukan bikini party di sana. Pasti menyenangkan sekali. Tidak ada yang melarang juga dan tinggal katakan saja, bila ini adalah kebutuhan pekerjaan, pasti akan disetujui seperti yang sudah-sudah. Sementara itu. Abiyaksa yang sudah selesai mandi itupun keluar dari dalam kamar mandi dan melihat sang istri, yang sibuk dengan gadgetnya sendiri. Bukan ingin dilayani seperti majikan dengan pelayan. Tapi, ia ingin diperhatikan sedikit saja atau sekedar ditanya bagaimana dengan harinya. Sudah makan ataupun belum. Ya mengobrol. Bukannya malah sibuk sendiri-sendiri, seperti ia lelaki yang belum beristri. Bahkan setumpuk pakaian untuknya pun tidak ada. Sekali lagi, bukan ingin memperbudak istri sendiri. Tapi ia hanya ingin dianggap ada saja. Karena biarpun pernikahan ini atas dasar perjodohan, ia ingin hubungan mereka benar-benar terjalin dengan baik. Benar-benar seperti sepasang orang, yang memang saling mencintai satu sama lain. Abiyaksa sudah mencoba untuk memberikan segala bentuk perhatian. Disela kesibukannya pun, ia pastilah berkabar, biarpun hanya melalui pesan singkat saja. Tetapi justru Meisya malahan tidak. Setelah menyambutnya pulang, dia akan kembali sibuk dengan dunianya sendiri. Memang sudah menjadi pekerjaannya. Tapi, apa salahnya juga, bila meluangkan waktu sekitar tiga puluh menit saja, untuk suaminya sendiri. Abiyaksa mendatangi lemari pakaian dan mengambil pakaiannya sendiri. Dia juga menggunakan pakaiannya di sana juga dan menaruh handuk, di tempat yang seharusnya. Kini, Abiyaksa pun mulai naik ke atas tempat tidur dan melirik kepada istrinya sedikit, yang tengah sibuk memposting berbagai macam endorse yang masuk. "Em, apa kamu kenal , dengan laki-laki yang sedang dekat dengan teman kamu, yang bernama Nayanika itu?" Satu pertanyaan yang hanya dengan membubuhkan satu nama itu saja, sudah berhasil membuat Meisya meninggalkan kesibukannya. Dia menatap sang suami, yang tiba-tiba sekali membahas tentang wanita yang satu itu. "Kenapa emangnya, Mas?? Kok Mas malah tanya-tanya tentang dia???" tanya Meisya, yang sontak jadi meradang. "Nggak ada apa-apa. Aku cuma penasaran saja, bagaimana dengan kehidupannya dan siapa laki-laki, yang sedang dekatnya dengannya sekarang. Bukan karena ada maksud lain. Cuma kasihan, sedang hamil tapi malah nggak ada yang bertanggung jawab," ucap Abiyaksa, yang sepertinya salah dalam mencari bahan pembicaraan. Memang berhasil membuat perhatian Meisya teralihkan. Namun, hal itu sekaligus membuatnya merasa kesal juga. "Terus Mas mau tanggung jawab ke dia gitu??" cecar Meisya. "Ya bukan. Kan aku udah bilang tadi. Aku cuma penasaran. Cuma kasihan. Kalau laki-laki itu mau bertanggung jawab, mungkin bebannya akan sedikit berkurang. Apa lagi, dia teman kamu kan. Kamu, pasti peduli dengan teman sendiri. Karena kalian, udah berteman cukup lama," jelas Abiyaksa. "Ck! Pacar dia itu banyak, Mas! Mungkin, dia bingung hamil sama yang mana," ucap Meisya dengan sangat sembarangan dan kemudian, ia malah melihat ponselnya lagi saja. "Oh ya?? Apa benar begitu??" ucap Abiyaksa, yang seperti tidak percaya, dengan perkataan dari istrinya sendiri. Dari wajah dan penampilannya, Nayanika justru tidak terlihat seperti itu. Dia kelihatan lugu. Masa iya, hamil tapi tidak tahu siapa ayah dari anak yang dikandungnya?? "Udahlah, Mas. Ngapain juga jadi bahas dia?? Emangnya, dia sepenting itu apa?? Buat apa juga dipikirin. Iya kan, Mas??" ucap Meisya dan malah membuat Abiyaksa semakin heran. Harusnya, kepada sahabat sendiri itu peduli. Tetapi ini, kenapa malah seolah tidak mau tahu?? "Kamu ini kan sahabatnya. Harusnya...," "Udah ah, Mas! Aku mau tidur aja deh! Malam-malam begini, bukannya istirahat, tapi malah bahas-bahas hal yang nggak penting!" gerutu Meisya yang langsung merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur dan dengan posisi tidur, yang membelakangi suaminya itu sendiri. Abiyaksa, masih terdiam sambil duduk di atas tempat tidur mereka. Aneh sekali menurutnya. Seorang sahabat, yang harusnya begitu peduli, tetapi malah tidak peduli begini. Padahal sebelumnya, dia selalu bercerita, bila dekat sekali dengan wanita yang menjadi bridesmaid mereka waktu itu. Tapi, kenapa sikapnya jadi berubah total?? Apa mereka berdua ada permasalahan pribadi?? Abiyaksa ikut menguap, karena rasa kantuk sudah mulai ia rasakan. Dia pun kini merebahkan tubuhnya juga di sisi Meisya. Tetapi, masih dengan pikiran yang malah semakin menjadi-jadi, mengenai sahabat dari istrinya sendiri. Apa lagi, ditambah dengan sikap sang istri, yang malah berbeda responnya. Sebenarnya, masih banyak yang ingin dia bahas tadinya. Tapi karena sang istri yang sudah lebih dulu tidur dan ia pun sudah mengantuk. Jadi, ia ikut benar-benar terlelap saja. Tanpa tahu istrinya ini, hanya berpura-pura tidur saja dan malas membahas tentang wanita, yang memiliki kesepakatan dengannya itu. Keesokan harinya. Nayanika terbangun dari tidurnya yang lagi-lagi tidak terlalu nyenyak. Seringkali terbangun di tengah malam dan ingin ini dan itu. Tapi sudah kapok dan malas berkeliaran di luar, tanpa ada hasil yang ia bawa pulang. Lagi pula, ia tidak boleh boros juga. Masih belum mendapatkan pekerjaan yang baru. Jadi harus lebih rajin dulu, kalau sudah bekerja kembali, ia baru akan melakukan sedikit self reward. Kalau untuk sekarang, ada baiknya cari pekerjaan yang benar dulu saja. Untungnya juga, sang adik sedang libur sekolah hari ini. Karena kakak tingkatnya sedang melakukan ujian akhir sekolah. Pas lah, ia bisa mencari pekerjaan pagi-pagi dan mudah-mudahan, hari ini akan ada hasil yang ia bawa pulang. Nayanika segera pergi mandi dan mengenakan pakaian yang rapi. Dia mencari-cari lagi, tempat yang kata temannya, ada sebuah lowongan kosong, untuk menjadi kasir di sebuah supermarket. Lumayanlah. Kalau bisa diterima kerja di sana. Besar kecil upah adalah relatif. Yang terpenting bisa kerja saja dulu. Sebelum uang pegangan habis tanpa sisa. Setelah Nayanika selesai mandi maupun sarapan. "Dek, kakak berangkat ya?? Do'akan kakak, supaya hari ini bisa dapat pekerjaan," ucap Nayanika kepada sang adik. "Iya, Kak. Mudah-mudahan, kakak keterima kerja ya, Kak. Terus pekerjaan kakak lancar-lancar terus," ucap Mentari. "Iya. Semoga aja ya?? Em, kalau gitu, kakak jalan dulu ya? Kamu hati-hati, di rumah. Kalau ada apa-apa, langsung telepon kakak ya??" pesan Nayanika. "Iya, Kak. Siap," ucap Mentari sembari tersenyum tipis. Nayanika pun meninggalkan sang adik beserta ibunya di rumah dan kini, nampak mendatangi supermarket yang dimaksud. Nayanika, membawa-bawa surat lamarannya dan memasukkan lamarannya tersebut. Tapi tidak disangka, berkat penampilannya yang cukup rapi dan menarik, ia akhirnya diterima juga di sini dan langsung bekerja hari ini juga. Sebuah seragam diberikan untuknya dan Nayanika malah tersenyum bangga. Apapun pekerjaannya, asalkan bisa menghasilkan uang ia sudah sangat senang. Sekarang, Nayanika sedang diajari, oleh sesama kasir di sana. Seorang laki-laki, yang berwajah bersih dan juga wangi. Ia diberi langkah-langkah untuk melakukan transaksi dengan benar. Tetapi tidak sadar, bila ada kasir lainnya yang merasa cemburu, dengan kehadiran Nayanika di sini. Terlebih lagi, pria yang ditaksir olehnya, malah sedang dekat-dekat, dengan Nayanika sendiri dan mereka kelihatan langsung akrab. "Udah bisa??" tanya Rosi, sambil menyilangkan kedua tangan di depan dadanya sendiri dan memberikan lirikan sinis kepada Nayanika, yang sudah ditinggal oleh pria incaran wanita ini tadi. "Iya, Mbak. Bisa kok," ucap Nayanika sambil tersenyum dengan seramah mungkin. Tapi sepertinya malah tidak berefek. "Mbak?? Lo panggil gue, Mbak?? Heh! Dikira gue udah tua apa lo panggil begitu!" omelnya dan senyuman ramah Nayanika pun seketika lenyap. Sudah berusaha baik dan juga sopan, tapi sepertinya, tempat kerja barunya ini, tidak se-menyenangkan, tempat kerja ia yang sebelumnya. "Maaf. Maaf Rosi," ucap Nayanika, yang melirik nametag yang menempel di baju seragam wanita yang menghardiknya ini. "Sok akrab!" cetus Rosi yang kini baru meninggalkan Nayanika, setelah toko ini yang akhirnya dibuka juga. Nayanika menghela nafas. Jadi rindu, dengan teman-temannya di cafe yang dulu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD