Ruang kerja Ferdi penuh cahaya sore dan aroma kulit dari sofa tua. Andini berdiri di dekat jendela, memandangi taman luar dengan tangan menyilang. Ferdi duduk di belakang meja besar, menatap secarik berkas legal. Herdi bersandar santai di rak buku, memainkan tutup pulpen di tangannya. “Kamu setuju?” tanya Andini, suaranya rendah tapi penuh tekanan. Matanya menusuk Ferdi. “Kalau memang Roy sudah bulat,” jawab Ferdi pelan, “ya. Kita beri penghapusan pasal itu.” Andini memutar badan cepat. “Sayang, kita bicara tentang saham. Bukan sekadar cincin kawin!” Ferdi menghela napas. “Aku tahu, tapi kalau kita tolak mentah-mentah, Roy akan berpikir untuk menggunakan cara lain.” "Cara seperti apa?" Ferdi meraih tangan Andini, "Dengar, Cintaku. Roy itu nekat. Otaknya sudah tercuci, bila kita tida

