2. Pria Menyebalkan

1574 Words
“Kamu seriusan tidak bisa ikut?” Bella kembali bertanya mengenai pesan yang Agisa kirimkan padanya yang mengatakan tidak bisa menemaninya bertemu dengan Andreas sore ini. Karena mereka sudah menjadwalkan pertemuan dengan Andreas untuk membicarakan kontrak yang akan disepakati oleh kedua belah pihak. Saat ini Bella sedang berada di toilet kantor, dia baru saja menerima pesan dari Agisa yang menyatakan penyesalannya harus pergi keluar kota secara mendadak. Itulah sebabnya dia langsung menghubungi Agisa untuk memperjelas semuanya. “Aku sudah buat list persyaratan yang kamu mau, Bella. Sudah aku kirim ke email kamu. Sorry, banget aku beneran tidak bisa nemenin kamu, Baby. Aku bakal balik besok sore kayaknya, deh.” Bella mengembuskan napas panjang. Dia tahu kalau Agisa memang sangat sibuk dengan pekerjaannya dan dia tidak bisa harus terus mengandalkan sahabatnya itu. “Bagaimana kalau kita batalkan pertemuan hari ini dan buat jadwal baru?” Bella mencoba untuk negosiasi. Di seberang sana, Agisa tampak berpikir. “Kamu coba hubungi Andreas, bisa tidak kita batalkan pertemuan hari ini? Aku buru-buru banget, Bell. Nanti kabari aku lagi, ya! See you, Baby girl!” Bella tidak percaya jika Agisa memutuskan sambungan teleponnya begitu saja. Dia menggigit kuku jari tangannya, tampak gugup. Kemudian dia melangkah ke arah wastafel dan memandang dirinya pada pantulan cermin di depannya. Dia harus segera menghubungi Andreas, untuk memastikan bahwa pertemuan sore ini batal. Tapi, dia ragu. Lagi-lagi Bella mengembuskan napas panjang. Menghubungi pria itu seperti satu perintah yang sulit dia lakukan. Entah mengapa. Dia baru menyadari jika selama ini dia selalu mengandalkan Agisa. Betapa kerdilnya dia menjadi manusia, karena tidak bisa melakukan segala sesuatunya seorang diri dan semua harus mengandalkan orang lain. Pada akhirnya, Bella memberanikan dirinya untuk menghubungi Andreas. Setelah menekan kontak pria itu, Bella menempelkan ponselnya ke telinga, menunggu panggilan teleponnya tersambung. “Halo?” “Andreas? Ini Bella.” Dia memberitahu lawan bicaranya. “Ya?” “Bisakah pertemuan sore ini dibatalkan?” Bella bertanya dengan nada sedatar mungkin. “Kenapa?” Kemudian Bella mengatakan bahwa Agisa tidak bisa hadir sebagai saksi dari kesepakatan mereka. Itulah mengapa dia meminta pria itu untuk membatalkan pertemuan untuk sore nanti. Di seberang sana Andreas tampak tersenyum tipis. Dia tahu bahwa gadis itu pasti sangat takut bertemu dengannya seorang diri. Jadi, Andreas mencari cara agar pertemuan itu tetap terjadi. “Kenapa kamu harus ditemani sahabatmu? Apa kamu takut bertemu denganku seorang diri? Bukankah setelah menikah nanti kita akan tinggal berdua, bukan bertiga dengan sahabatmu.” Mendengar ucapan Andreas yang penuh sarkasme sontak saja membuat wajah Bella merah padam. “Apasih, yang dia katakan, huh?!” Bella tampak membatin kesal. Kemudian pria itu berbicara lagi. “Kalau kamu takut—” “Baiklah, kita bertemu sore ini.” Bella segera memutus panggilan teleponnya secara sepihak. Kemudian mengembuskan napas panjang kembali. “Dasar pria menyebalkan!” ucapnya ketus pada pantulan dirinya di cermin. Bagaimana mungkin dia memilih pria menyebalkan itu menjadi calon suami kontraknya. Hanya karena pria tersebut memiliki paras yang rupawan yang seketika menghipnotis dirinya. Di tempat lain, Andreas meletakan ponselnya ke atas meja seraya tersenyum penuh arti. “Gadis manja.” *** Sore harinya hujan dengan intensitas sedang mengguyur kota. Bella baru saja menghentikan mobilnya di area parkir cafe yang menjadi tempat pertemuannya dengan Andreas. Sebelum turun dia mencari-cari payung di dalam mobilnya tetapi tidak menemukan apa yang dicarinya. “Sial! Kemana benda itu?" Bella tampak menggerutu kesal. Dia tidak menemukan payung yang dicarinya, sementara di luar hujan masih turun. Meski hanya hujannya tidak terlalu deras, tapi berjalan dari area parkir ke cafe itu lumayan bisa membuat pakaiannya kebasahan. Bella melirik pada Alexander Christie berwarna soft pink yang melingkar indah di pergelangan tangan kanannya, yang saat ini sudah menunjukkan pukul lima lewat lima belas menit. Dia sudah telat. Pria itu pasti sudah menunggunya di sana. Pada akhirnya Bella memutuskan menerobos hujan dengan langkah cepat. Dia tidak mau membuat seseorang kesal karena menunggu kedatangannya. Saat tiba di depan cafe benar saja kemeja yang dikenakannya basah tetapi tidak terlalu basah kuyup hanya sedikit membuatnya kedinginan. Bella melangkah masuk ke dalam cafe yang kemudian disambut oleh alunan musik lembut dan menenangkan. Suasana cafe pada sore hari itu lumayan ramai, mungkin orang-orang yang awalnya hanya berjalan-jalan sore terpaksa masuk ke cafe untuk menghindari hujan. Dia mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan cafe tersebut, dan tatapan matanya tertuju pada seorang pria yang tengah duduk sendirian di meja sudut. Pria itu hanya memperhatikan dirinya tanpa memberi kode dengan lambaian tangan atau apapun. Bella sedikit kesal, lalu memilih menghampiri pria itu dengan langkah cepat. “Maaf aku terlambat,” ucap Bella ketika dia sudah berada di meja Andreas, kemudian dia menarik kursi di depannya dan setelah itu duduk di kursi tersebut. “Tidak masalah, cuacanya buruk.” Andreas berkomentar datar. Bella menghela napas berat. “Yeah, begitulah.” Sebelum mereka mulai membahas tentang kesepakatan kontrak, Bella memesan coklat hangat pada pramusaji. Sejak tadi, Andreas hanya memperhatikan penampilan Bella yang sore itu terlihat sangat berantakan. Rambut panjang hitamnya tampak basah terkena air hujan, pun dengan kemeja berwarna putih yang dikenakannya sedikit basah sehingga mencetak jelas tank top putih yang dipakai gadis itu. Kulit wajahnya terlihat begitu natural tanpa make up, cantik dan sangat menawan. Mungkin dalam penilaiannya, Bella mendapat nilai sembilan dari sepuluh. Bella berdehem mencoba menetralkan tenggorokannya yang tiba-tiba saja gatal. Dan, hal itu membuat Andreas terkesiap, karena sempat tenggelam dalam memperhatikan gadis itu. “Kita bisa memulainya sekarang?” tanyanya pada pria itu. Bella menatap Andreas dan tatapan matanya selalu tertuju pada bekas luka pria itu di alis mata sebelah kanannya. “Ya, silakan.” Bella kembali berdehem sambil mengeluarkan sebuah map dari tas laptop yang dibawanya, lalu dia letakkan di atas meja. Setelah itu dia mengambil selembar file dan menyerahkan kepada Andreas. “Ini adalah beberapa persyaratan yang aku buat dengan jelas tertulis dan ada beberapa aturan yang harus dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.” Tangan Andreas meraih kertas tersebut dengan tatapan matanya yang tampak dingin menyoroti Bella. Andreas mulai membacanya dengan seksama. Bella menunggu dengan tidak sabaran dan dia juga sudah menyiapkan balasan kalau saja Andreas menolak beberapa aturan yang dibuat oleh Agisa yang tentunya atas arahan dirinya. Andreas tampak sangat serius membaca satu persatu kata dalam selembar kontrak tersebut. Dia tidak mau ada yang terlewat satu kata pun. “Tidak ada kontak fisik.” Andreas menyebut salah satu dari sekian aturan yang ada di sana sambil menganggukkan kepalanya. Bella tidak percaya dengan yang baru didengarnya, dari banyaknya persyaratan dan aturan yang tertulis di sana, pria itu hanya menyebut yang satu itu saja. Apa semua pria hanya berpikir tentang kontak fisik saja, pikir Bella kesal. “Sudah jelas?” Bella bertanya mengingat Andreas hanya menyebut salah satu aturan itu saja. Andreas meletakan selembar kertas itu ke atas meja dan mengangguk. “Ya, sangat jelas.” Sepasang mata Bella memicing. “Tidak ada yang membuatmu keberatan dengan semua syarat tersebut?” Andreas mengangkat bahu. “Aku akan ikuti semua aturan yang kamu buat.” Kali ini Bella menganggukkan kepalanya. Kemudian dia mengeluarkan sebuah lembar baru dari dalam map di depannya. Sebuah kertas berisi pernyataan dengan nama dirinya dan pria itu di dalamnya. Bella membaca ulang sebelum dia berikan pada Andreas. Setelah yakin semua sesuai dengan yang dia mau, kemudian Bella menyerahkan kertas itu berikut pena-nya pada Andreas. “Tolong beri tandatangan di atas namamu.” Andreas yang sejak tadi kembali memperhatikan Bella, pun meraih kertas tersebut dan mulai menandatangani tanpa membacanya lagi. Dan, hal itu kembali membuat Bella tampak sangat heran pada pria itu. Andreas sama sekali tidak membaca surat pernyataan tersebut dan malah langsung menandatanganinya. “Silakan, Nona Bella Ashalia Tanuwidjaja,” ucap Andreas seraya mendorong kertas tersebut ke arah Bella untuk ditandatangani. Tatapan mata keduanya saling bertabrakan. Tangan Bella meraih kertas tersebut dan melihat tandatangan yang dibubuhkan oleh pria itu di sana. Bella mengembuskan napas panjang, lalu memasukkan semua surat pernyataan tersebut ke dalam tasnya. “Aku akan menghubungimu untuk bertemu dengan ayahku. Aku belum bisa menentukan kapan waktunya, tapi secepatnya aku akan menghubungimu. Dan, kuharap kamu tidak memiliki acara lain untuk hari esok atau lusa.” “Baiklah.” Seperti biasa Andreas hanya membalas singkat. Bella sekilas melirik ke arah Andreas, dan tentu saja pria itu menyadarinya. Ekspresi wajah Andreas sama sekali tidak menyenangkan bagi Bella. Pria itu tampak sangat dingin dan misterius. Entah mengapa dia bisa memilih pria itu menjadi calon suami kontraknya. Setelah menyesap coklat hangatnya, Bella berpamitan pada Andreas. Dia segera berdiri dari duduknya. “Di luar masih hujan.” Beritahu pria itu. Bella menoleh ke arah luar sana dan memang benar di luar hujan masih mengguyur dan kali ini semakin deras. Bella tidak yakin akan pulang sekarang atau dia menunggu hujan reda. Opsi lainnya adalah dia meminta supir di rumahnya untuk menjemput, tidak mungkin dia menyetir di tengah hujan yang sangat lebat. “Kamu tidak mau mencaritahu mengenai diriku lebih dalam?” Ucapan Andreas sontak saja membuat Bella terkejut. Sepasang matanya bertatapan langsung dengan sepasang manik hitam milik Andreas yang tampak sangat misterius. Dan, pada bekas luka di alis kanan pria itu yang semakin membuatnya terhipnotis. Tawaran yang menggiurkan bagi Bella, tapi Kepala gadis itu segera menggeleng pelan. “Aku sudah menghubungi supirku dan dia akan datang sebentar lagi.” Lagipula, mereka akan melakukan pendekatan tidak lama lagi dan bukan sekarang di mana Bella merasa kedinginan entah karena cuacanya atau karena tatapan Andreas yang membuatnya menggigil. Andreas hanya tersenyum tipis dan tidak ingin memaksa gadis itu untuk menetap. Sampai Bella benar-benar pergi dari tempat itu karena supir yang dikatakannya tadi telah datang menjemputnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD