22. Aku menyukaimu

1516 Words
Kai kembali melajukan mobilnya membelah jalanan Ibukota. Pria itu mengangkat salah satu sudut bibirnya saat melihat Nadira mengacak isi paper bag yang tadi dia berikan padanya. "Apa yang kau cari?" "Struk belanja. Dimana kau menaruh bukti pembayaran barang belanjaanmu, tadi?" Nadira menjawab tanpa mengalihkan pandangannya dari paper bag dalam pangkuannya. "Sudah aku buang di tempat sampah." "Kenapa kau membuangnya!" Kai terlonjak kaget saat mendengar suara nyaring Nadira. Bukan hanya berteriak, Nadira juga memukul lengannya. "Memangnya mau buat apa?" "Semua barang ini, kau menghabiskan uang berapa?" Nadira meletakkan paper bag dan beralih merogoh tasnya. "Biar aku ganti," imbuhnya. "Kau pikir aku se-miskin itu apa, sampai aku harus menerima uang darimu!" sentak Kai. Nadira mencebikkan bibirnya saat dilihatnya Kai sedikit kesal padanya. "Bukan begitu, aku hanya tidak enak karena selalu merepotkanmu." "Aku tidak akan meminta imbalan atas semua yang telah aku berikan padamu," ucap Kai masih dengan nada kesal. "Kenapa kau marah," gumam Nadira. "Sudahlah, lupakan saja!" "Baiklah aku minta maaf," cicit gadis itu. Nadira kaget karena mendadak Kai menepikan mobilnya. "Kau tidak salah, kenapa kau harus minta maaf?" tanyanya lembut. Suaranya sudah melunak sekarang. "Hah?" Nadira kebingungan. "Kenapa kau kelihatan bingung begitu?" Kai menaikkan alisnya. "Aku pikir kau akan menurunkan aku di jalan." Kai terbahak mendengarnya. "Kau ini ada-ada saja," ucapnya sambil mengacak rambut Nadira. "Jadi kau tidak marah?" "Siapa yang marah?" Kai balik bertanya. "Aku pikir kau marah." "Aku hanya kesal karena setiap kali kita bertemu kau selalu saja membahas soal uang denganku," ujar Kai. "Ya sudah, maaf." Kai menghela nafas panjang, dia melirik jam tangannya. Baru pukul tiga sore. "Kau mau menemaniku?" "Kemana?" "Taman hiburan," jawab Kai singkat. "Sungguh?" Nadira membulatkan matanya. "Kenapa, kau tidak mau?" raut wajah Kai berubah masam. "Siapa yang bilang begitu? Ayo!" jawab Nadira bersemangat. "Serius?" tanya Kai memastikan. "Tentu saja, ayo cepat jalan!" Kai tak bisa menyembunyikan perasaannya, raut wajahnya berbinar saat Nadira menyetujui ajakannya. 'Jika kami memang ditakdirkan untuk saling memiliki satu sama lain, aku yakin Kau memiliki segala cara untuk menyatukan kami berdua.' Bibir lelaki itu terus melengkung ke atas. Dia merasa bahagia karena jalannya untuk mendekati Nadira berjalan dengan lancar. Melihat seringnya mereka dipertemukan lewat kebetulan-kebetulan tak terduga yang membuat hubungan keduanya kian dekat, membuat Kai yakin seolah Tuhan memang telah menggariskan sepasang insan itu untuk menorehkan kisah cintanya di dunia ini. "Apa sesenang itu dirimu pergi kesini? Aku lihat sejak tadi kau tidak berhenti tersenyum," goda Nadira saat keduanya telah memasuki taman hiburan. 'Ya, bukan hanya senang. Aku sangat bahagia karena akhirnya kita bisa sedekat ini.' "Kai, kau melamun?" Nadira menggoyangkan tangannya di depan wajah Kai. "Ah, kau bilang apa?" Kai terkesiap. "Lupakan, ayo cepat masuk." Kai membiarkan Nadira mengapit lengannya, keduanya pun mulai menyusuri taman tersebut. "Kau mau naik wahana apa?" tanya Kai. "Roller coaster," cetus Nadira. 'Astaga, bagaimana ini?' Kai sedikit panik saat Nadira mulai menyeretnya melangkah menuju wahana yang dia sebutkan tadi. "Hm, Ra ...," "Kenapa?" Nadira menghentikan langkahnya. "Itu ... bisakah kita naik wahana yang lain saja?" tawar Kai. "Kenapa memangnya? Kau takut?" "Ti ... tidak!" Nadira tahu jika saat ini Kai berbohong, pria itu memang tengah ketakutan. Kai bisa saja menyangkalnya tapi Nadira tidak bisa terkecoh. Bahasa tubuh Kai menunjukkan hal yang berbeda dengan apa yang diucapkan olehnya. "Tidak perlu takut, naik roller coaster tidaklah menyeramkan. Saat kita sedang berada di atas nanti, kita bisa berteriak sepuasnya dan itu bisa membuatmu lega sekaligus bahagia. Kau tahu kenapa? Karena kita bisa terbebas dari beban dan segala bentuk masalah yang sedang menimpa kita. Percayalah padaku," bujuk Nadira seraya mengusap punggung tangan Kai. "Aku tidak takut, aku hanya ...," Kai tercekat, dia tidak tahu harus berkata apa. "Ya aku tahu, memang orang sepertimu tidak memiliki rasa takut terhadap apapun kan? Sekarang apa masalahnya?" Nadira ingin sekali mentertawakan Kai tapi rasanya dia tak sanggup untuk melakukannya. Dia tahu kalau saat ini Kai sedang berjuang untuk melawan rasa takutnya. "Kau pernah naik wahana ini sebelumnya?" tanya Nadira saat keduanya telah memasang sabuk pengaman. "Sepertinya pernah." Nadira menoleh, dia meraih jemari Kai lalu menautkan dengan tangannya membuat Kai yang sejak tadi menunduk, memberanikan diri untuk menatap ke sekelilingnya. "Ternyata pemandangan di bawah indah juga," bisik Kai. "Hm, bersiaplah karena sebentar lagi kita akan segera meluncur." Nadira merasakan genggaman tangan Kai makin erat saat perlahan wahana yang saat ini dinaiki oleh mereka mulai bergerak. 'Dasar! bilang saja kalau kau takut,' ejek Nadira. Tentu saja kata-kata seperti itu hanya sanggup ia simpan dalam hati. Kai berteriak histeris saat wahana tersebut membawanya naik ke atas, berputar kemudian meluncur ke bawah. Kai masih menggenggam erat tangan Nadira, bahkan saking eratnya Nadira sampai merasa kesakitan karenanya. Selang beberapa menit kemudian. Nadira berusaha menepuk-nepuk punggung Kai, pria itu merasakan perutnya seolah diaduk-aduk begitu mereka turun dari wahana itu. "Masih mual? Ada yang sakit?" Nadira sedikit panik melihat wajah pias Kai. Pria itu hanya menggeleng. "Kau duduk saja dulu sampai pusingmu agak reda. Mau minum obat? Kebetulan aku membawanya," tawar Nadira seraya memamerkan sebotol obat yang baru saja diambilnya dari dalam tas. Lagi-lagi Kai menggeleng. "Ya sudah, minumlah." Kai menerima sebotol air mineral yang disodorkan Nadira untuknya. Nadira merasa kasihan melihat keadaan Kai, dia merasa sedikit bersalah karena telah memaksa Kai untuk mengikutinya. Dengan penuh kelembutan disekanya keringat dingin yang merembes pada dahi pria itu dengan punggung tangannya, membuat Kai kepayahan menelan minumannya. Nadira tidak tahu jika hanya dengan hal sekecil itu telah membuat Kai seolah dihantam gelombang yang bisa meluluhlantakkan dirinya setiap saat. Sementara Kai berusaha untuk menguasai dirinya yang mulai terhanyut dalam romantisme, Nadira masih memberikan sentuhan pada wajah Kai yang telah lembab oleh keringat. "Kita bisa pulang jika kau kurang sehat," cetus Nadira. "Tidak! Aku baik-baik saja," sanggah Kai. Kalau boleh jujur sebenarnya saat ini Kai masih merasa pusing dan mual, tapi dia tidak ingin kebersamaan mereka hari ini berakhir dengan cepat. Mereka baru setengah jam berada di sana, sangat disayangkan jika mereka pulang. "Kau yakin?" "Iya, aku baik-baik saja jadi jangan terlalu cemas. Kau mau naik apa lagi?" Kai meletakkan botol minumnya di bangku. "Hm, tidak ada. Roller coaster menjadi satu-satunya wahana yang paling aku sukai dan karena kita baru saja menaikinya, sekarang giliranmu. Aku akan ikut kemanapun kau mengajakku." "Ayo!" Kai bangkit lalu meraih tangan Nadira. Dia memimpin jalan menuju wahana yang sangat ingin dinaiki olehnya. Keduanya tertawa riang saat menaiki satu persatu wahana permainan yang ada di sana. Mereka menghabiskan waktu yang cukup lama hingga tak menyadari jika hari telah gelap. Mereka pun memutuskan untuk mengakhiri petualangan mereka hari ini yang ditutup dengan sebuah makan malam bersama di sebuah restoran. "Hm, Kai ...," panggil Nadira. "Ya, ada apa?" pria itu sibuk mengunyah makanannya. "Boleh aku bertanya padamu?" ucap Nadira ragu. "Memang apa yang ingin kau tanyakan? Katakan saja, aku akan menjawabnya sebisaku." "Janji untuk tidak marah ya," cicit gadis itu. "Kapan aku pernah marah padamu?" "Selalu saja begitu, kau tidak pernah menjawab pertanyaanku dan malah balik bertanya. Menyebalkan," sungut Nadira. "Sekarang katakan apa pertanyaannya?" desak Kai. "Apa kau selalu bersikap seperti ini kepada setiap gadis? Maksudku, kau selalu bersikap baik terhadap teman wanitamu." Kai menggeleng. "Selama ini aku tidak pernah dekat atau berteman dengan wanita manapun," jawabnya mantap. "Huh, jangan bercanda." "Apa aku kelihatan sedang bercanda!" tegas Kai. Pria itu menaruh sendoknya kemudian meraih gelas dan mulai mereguk isinya. "Jadi aku satu-satunya teman wanitamu?" "Tanyakan pada Gibran jika kau masih meragukanku," balas Kai. "Hm ... memangnya kau tidak punya pacar?" Kai mendesah panjang, sepertinya sesi tanya jawab akan berlangsung hingga acara makan malam ini berakhir, ya meskipun ada sedikit kebahagiaan yang membuncah dalam hatinya saat Nadira terus menginterogasinya dengan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat pribadi. Mengindikasikan bahwa gadis itu mulai bisa menerima kehadiran Kai karena dengan begitu keduanya bisa makin akrab. "Sudah kubilang kalau kau satu-satunya teman wanitaku, masih saja bertanya soal kekasih." Kai mendengus sebal. "Lantas seperti apa tipe wanitamu? Kau menginginkan gadis seperti apa untuk menjadi kekasihmu?" Entah mendapatkan kekuatan dari mana sehingga Nadira berani melontarkan pertanyaan seperti itu. Kai langsung menghentikan aktifitas mengunyahnya. Untuk beberapa saat lamanya dia terdiam sampai pria itu akhirnya membuka mulutnya. "Sepertimu," sahut Kai. Tawa Nadira meledak seketika begitu mendengar jawaban Kai. Dia sampai menepuk-nepuk meja karena tak tahan. "Kenapa tertawa?" "Karena kau sangat lucu, bercandamu keterlaluan Kai," ujar Nadira. "Tapi sayangnya aku sedang tidak bercanda. Aku serius, dan aku dalam keadaan sehat dengan kesadaran penuh." Ucapan Kai membuat tawa Nadira menyurut seketika, gadis itu menatap lekat Kai tepat di kedua bola matanya. "Aku menyukaimu," ulang Kai. Nadira terpaku, beberapa kali dia mengerjapkan matanya sementara otaknya masih bekerja untuk mencerna apa yang baru saja dia dengar. Darahnya berdesir, jantungnya berpacu lebih cepat dan dia sedikit gemetar. Sungguh, Nadira tak menyangka akan mendengar Kai mengatakan hal tersebut. Itu berarti .... "Aku menyukaimu, aku sangat menyukaimu. Bahkan lebih dari itu." Kata-kata Kai semakin membuat Nadira tak karuan. Gadis itu benar-benar tidak bisa mendefinisikan dengan jelas tentang apa yang tengah dirasakannya saat ini. Bersambung .... *Note : Mohon maaf buat kalian yang sudah nunggu lama ya, Author baru up karena ada satu dan lain hal ?. Ke depannya akan Author usahakan buat rutin up tiap hari. Makasih buat kalian yang setia menunggu kelanjutan kisah ini. Semoga suka dengan ceritanya ya ???
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD