Mendengar cerita Edward, Kania seketika terlempar ke masa lalu—beberapa tahun silam, saat ia baru pulang sekolah. Di sebuah jalan yang sunyi tanpa bantuan, ia melihat sosok pria terjatuh dari motor, tergeletak kesakitan tanpa seorang pun yang mengulurkan tangan. Hati Kania mengeras, penuh simpati. Tanpa ragu, dia menyuruh sopir taksi menghentikan laju kendaraan, lalu buru-buru mendekati pria malang itu. Dengan napas tertahan dan suara gemetar, Kania memohon pada sopir agar segera membawa pria itu ke rumah sakit. Namun waktu terus mengejarnya, memanggilnya pulang untuk membantu sang ibu yang berjualan. Meski terburu-buru, ia memastikan terlebih dulu—pria yang ditolongnya sudah ditangani dokter, keluarganya sudah dihubungi dan keadaan mulai membaik. Kini, Kania menatap Edward dengan tatapan