Cermin besar di dalam walk-in closet itu menangkap bayangan mereka berdua. Sekar masih dengan rambut basahnya, memakai badrobe putihnya terikat longgar di tubuhnya. Raka—hanya dengan handuk melilit rendah di pinggang, d**a bidangnya penuh tato hitam yang berliku di kulitnya. Guratan itu bukan sekadar hiasan, setiap garis menyimpan cerita tentang darah, perang, dan dosa masa lalu. Tanpa tau tato itu menyembunyikan luka karena kejadian yang menimpanya empat tahun lalu. Sekar refleks memalingkan wajah, jantungnya berdegup tak karuan. Padahal mereka sah sebagai suami istri, tapi kenapa terasa asing seperti ini? Terlalu asing, terlalu menekan. Raka mencekal pergelangan tangan Sekar, saat wanita itu hendak pergi melewatinya. Genggaman tangan itu cukup keras. “Mau ke mana?” suaranya berat, penu

