"Sekar! Apa yang kamu lakukan?" Sekar baru saja menunduk, hendak meraih pecahan terakhir di lantai, ketika suara bariton yang berat dan dingin itu memotong keheningan dapur. “Kenapa kalian hanya diam?!” Nada Raka meninggi, suaranya memantul di dinding marmer, membuat para maid langsung gemetar menunduk. Namun atensi Sekar tak lagi pada pecahan kaca, apalagi pada amarah yang meledak dari suaminya. Matanya terhenti pada sosok tinggi itu—Raka berdiri dengan wajah setajam baja, tapi satu tangannya menekan lengan kiri yang berlumur darah. Kemeja putih yang ia kenakan sudah ternoda, garis merah membekas jelas, menetes hingga ke jemari. Dua anak buah Raka berada di belakangnya, wajah mereka serius, tubuhnya siaga seakan menahan tuannya yang nyaris goyah. Sekar bisa melihat jelas, langkah Raka

