Rutmini menunggu di lantai bawah sambil memberi makan kucing peliharaan nyonya Marrisa yang beberapa hari ini sudah jadi temannya ngobrol kalau lagi tidak ada orang yang bisa dia ribetin sama pekerjaannya.
Tidak lama Brandon sudah kembali turun, dia nampak lebih segar dengan T-shirt putih dan jaket bomber biru gelap. Brandon langsung menghampiri Mini yang sudah berdiri setelah kembali menaruh kucing ke dalam kandang.
"Kok tempat duduknya gak enak ya, Bang, " keluh Mini waktu ikut masuk ke dalam mobil aneh yang isinya cuma cukup untuk dua orang, dan tiba-tiba dia merasa seperti pembantu norak yang lagi di ajak jalan-jalan sama tuannya pakai mobil mahal.
"Pasang sabuk pengamannya."
"Di mana lagi ini pencetnya, Bang? aduh banyak betul aku bingung," keluh Mini yang kerepotan karena harus sambil meluruskan kakinya yang cuma pakai rok selutut dan agak longgar jadi sempat beberapa kali tersibak jika tidak sambil dia pegangin.
Akhirnya Brandon yang harus memasang sabuk pengamannya sangking noraknya Rutmini yang naik mobil saja jarang-jarang apa lagi yang modelnya seperti mobil Batman. Tapi kelihatannya Brandon juga sngat santai dan sama sekali tidak terganggu dengan kenorakan Rutmini. Waktu mesin baru dia hidupkan dan mobil tersebut langsung melaju, Mini langsung memejamkan mata menyebut nama kakek dan neneknya beberapa kali, sambil baca-baca doa. Dia baru bisa juga baru bisa diam sat akhirnya merasa nyaman karena ternyata mereka melaju dengan sangat halus. Barulah Mini menoleh ke pada Brandon yang malah membalasnya dengan senyum jahil.
"Mini, suka? " tanya Brandon sambil mengedikkan alis tebalnya .
"Bingung, Bang," kemudian dia cuma geleng-geleng tidak jelas.
Bukan Brandon jika gak iseng dan malah tiba-tiba menambah kecepatan laju mobilnya.
Tapi kali ini Mini tidak lagi nyebutin nama kakek dan neneknya, kecuali cuma ngulang-ngulang nama Brandon beberapa kali sambil nutup mata dan sepertinya Brandon suka ketika Mini menyebut-nyebut namanya sambil mencengkram erat kedua sisi jok mahalnya.
"Memang biasanya bang Evan ngajakin, Mini, naik mobil yang mana?" tanya Brandon waktu sudah kembali dengan kecepatan normal.
"Belum pernah Bang, aku belum pernah diajak bang Evan keluar kemana-mana. "
"Jadi?" brandon terlihat heran.
"Mungkin bang Evan sibuk. "
"Jadi Mini juga belum pernah keliling Jakarta?" semakin kesini Brandon juga semakin heran.
"Belum, " jawab Mini malu-malu.
Sepertinya Brandon benar-benar merasa ikut prihatin waktu memperhatikan Rutmini dengan lebih teliti.
"Bagaiman kalau kita jalan-jalan dulu, Mini, mau kemanapun akan kuantar?"
Mini mikir sebentar. " Sebenarnya aku belum pernah melihat monas, Bang."
"Ini sudah agak kesiangan,
kalau mau lihat monas,
nanti saja hari Minggu pagi kita ke sana."
Mini mengangguk dan tersenyum. Tiba-tiba saja mereka berdua malah sudah bikin jadwal jalan-jalan.
"Sekarang, Mini, mau kemana dulu?"
"Kita langsung beli hadiah buat mamanya Bang Brandon, kan jalan-jalannya hari minggu aja."
Sepertinya Brandon setuju, kemudian nyalain musik di mobilnya. Belakangan ini Brandon lagi suka mendengarkan Heathens nya Twenty One Pilots dan diam-diam Mini juga ikut menyimak liriknya.
"Liriknya bagus, Bang."
Lagu itu seperti memberitahu kita untuk berhati-hati dalam berkawan karena bahkan kita kadang tidak tahu siapa sejatinya orang yang duduk di samping kita. Mini hanya tidak menyangka jika pria seperti bang Brandon ternyata memiliki kepedulian akan kemanusiaan seperti itu, karena Mini yakin dia mendengarkan lagu tidak hanya untuk sekedar didengarkan.
"Mini suka? " tanya Brandon dan Mini mengangguk.
"Aku baru dengar, Bang. "
"Aku hanya mendengarkan beberapa lagunya saja."
Baru setelah itu mereka sama-sama mendengarkan lagi selanjutnya Blurryface, dan sampai Mini senyum-senyum sendiri pas ikut menyimak liriknya lagi.
"Kenapa? " tanya Brandon.
"Apa Abang juga pernah merasa seperti itu? "
"Mungkin dulu iya, waktu aku masih iri banget sama bang Harris. "
Menurut kebanyakan orang Brandon memang paling mirip dengan bang Haris secara fisik, tapi justru karena itu dia sering merasa kecil hati jika membandingkan prestasi abangnya.
Semua orang pasti pernah melalui masa yang berantakan meskipun sampai sekarangpun Brandon tetap saja yang paling berantakan. Tapi dari semua itu Mini jadi tahu jika dibalik penampilannya yang urakan itu ternya Brandon sangat menyayangi mamanya.
"Memangnya Abang mau beliin apa buat tante Marisa? "
"Belum tahu , makanya aku ngajak kamu biar bisa kasih ide," jawabnya masih sambil asik ngikutin ketukan musik pakai jari telunjuknya sambil masih memegang setir.
"Aku gak tahu, Bang, " cemas Mini kemudian.
"Biasanya kalau wanita ulang tahun dia ingin hadi apa? "
"Aku tidak pernah ulang tahun, Bang. Apa lagi dapat kado, jadi aku gak ngerti. "
Memang biasanya Abang beliin apa?" Mini balik tanya.
"Biasanya tas dan selalu tas, sampai mama bosan karena aku malas mikir, bilangnya."
"Mungkin tante Marisa ingin Abang cari yang berbeda."
"Aku tidak punya ide, karena sepertinya mama sudah beli semua yang dia suka."
"Mungkin ada hobi yang tante Marisa suka?"
"Kulihat mama lagi gak punya hobi lain kecuali menggendong cucunya, dan gak mungkinkan aku ngasih dia cucu."
Mini malah ketawa.
"Tapi mamanya Abang juga suka kucing," kata Mini kemudian.
"Ya," Brandon mengakui dari dulu mamanya memang menyukai hewan berbulu itu sebagai peliharaan.
"Bagaiman jika kita beli kucing satu lagi karena yang di rumah sepertinya sangat kesepian. "
"Agak aneh," pikir Brandon sebentar, "tapi bisa kita coba."
Brandon setuju dan mereka segera mencari pets shop terdekat yang ternyata menjual cukup banyak jenis kucing.
Mereka berdua ternyata malah bingung. Brandon yang sama sekali tidak tahu tetang kucing dan si Mini yang selama ini tahunya cuma kucing kampung. Tadinya Mini menganggap semua kucing ras berbulu lebat itu sama, tapi waktu penjaga toko menjelaskan masing-masing jenisnya mereka berdua langsung sama-sama pening.
"Menurutmu yang laki-laki atau perempuan? " singkat Brandon.
Setelah mereka sibuk berdebat tentang jenis ras dan pilihan warna sekarang mereka juga masih tidak tahu harus mengadopsi yang laki-laki atau perempuan.
Mereka sempat berdebat lagi karena Mini bersikeras mengambil anak kucing perempuan berbulu kuning yang menurutnya manis dan lucu karena matanya bulat dan lebar.
"Kau pasti memilih itu karena mirip denganmu! " protes Brandon yang sebenarnya ingin kucing laki-laki berwarna abu-abu atau hitam.
"Bagaimana jika sepasang saja," saran pemilik toko agar mereka berhenti berdebat.
"Kenapa tidak terpikir dari tadi! " kesal Brandon pas buru-buru berdiri,
karena jujur saja dia juga kurang suka berlama-lama di kandang kucing. Makannya dia langsung setuju saja tanpa berpikir panjang lagi.
Dan begitulah akhirnya mereka membeli dua anak kucing untuk hadiah ulang tahun nyonya Marrisa.
"Sepertinya kita harus langsung memberikan hadiah ini karena tidak mungkin kita menyimpannya sampai besok di dalam kotak, " saran Brandon ketika mereka berhenti di garasi.
"Aku bisa menyimpannya dulu di kamarku, "ide Mini cukup bersemangat.
Brandon juga kembali setuju karena dasarnya memang dia tidak suka ribet. Jadi dia setuju saja dan membiarkan Mini menyimpan dua anak kucing itu di kamarnya.
"Jangan sampai siapapun melihatnya, atau ide kejutanmu ini tidak akan berhasil." Brandon coba mengingatkan sebelum Mini mengendap-endap membawa kotak yang bergerak-gerak itu kedalam kamarnya.
Mini meletakkan box kucing tersebut di samping lemari, tempat yang cukup aman karena memang tidak pernah ada yang masuk ke kamarnya. Biasanya Mini memang membersihkan dan merapikan kamarnya sendiri jadi jarang sekali pengurus rumah mengunjungi kamar itu lagi sejak Mini menempatinya.
Untung anak-anak kucing tersebut juga tidak rewel dan lebih banyak tidur asal perutnya kenyang. Jadi malam itu Mini juga bisa istirahat dengan tenang.