2. Belah Duren

1249 Words
Sinar mentari pagi membuat Rusma mengerjapkan kedua matanya dengan perlahan, pria itu begitu terkejut ketika merasakan di sebelahnya ada pergerakan. Mendadak aura menjadi begitu horor ketika Rusma melihat sesosok perempuan dengan rambut panjang yang menutupi wajahnya, apalagi ketika melihat gaun putih yang dikenakan perempuan itu mirip seperti di film-film horor. Aura merinding itu jelas saja Rusma rasakan, ia yang begitu takut pun mendorong tubuh wanita di sebelahnya hingga terdengar suara BRUKK yang begitu keras. Dapat ia dengar suara serak perempuan yang ia kira hantu itu mengaduh sakit kemudian bangkit hingga rambut panjangnya yang berantakan itu menjuntai sekali lagi menutupi wajahnya. "Pergi! Pergi hantu! Jangan dekati aku! Dagingku rasanya tidak enak, hambar!" teriak Rusma sambil memejamkan matanya, pria itu membuang asal seluruh barang yang ada di atas tempat tidur ke arah hantu itu. "Pakde," panggil hantu itu yang terlihat kebingungan dengan keadaan Rusma. Ketika mendengar suara itu, sontak Rusma membuka kedua matanya dan benar saja apa yang ia lihat dan dengar itu adalah suara gadis yang ia pun baru sadar telah ia nikahi kemarin. Rusma berpikir kalau pernikahannya dengan Asri hanya sebuah mimpi sehingga ketika bangun tidur ia begitu ketakutan dengan seseorang yang tidur di sampingnya, apalagi penampilan Asri mirip sekali dengan hantu yang biasanya suka berteriak dan tertawa itu. "Pakde kenapa? Ada hantu? Pakde takut sama hantu?" tanya Asri agak bingung sekaligus geli dengan Rusma yang wajahnya terlihat pucat. Mungkin di pikiran gadis itu, ia tidak menyangka kalau Rusma yang memiliki tubuh besar dan kekar ternyata takut pada hantu yang aslinya adalah dirinya. Asri sebenarnya ingin tertawa lepas, tetapi ia takut kalau Rusma akan marah padanya. Untuk itulah sebisa mungkin ia menahan tawanya, Rusma yang melihat Asri yang sepertinya tengah menahan tawa pun berdehem pelan berusaha menetralkan raut wajahnya agar kembali sedikit tak bersahabat. Ia tak suka ketika Asri seakan mengejeknya, mungkin nanti akan ia beri pelajaran gadis itu yang sudah menertawakannya. "E-enggak usah ketawa!" ancam Rusma dengan kata-kata yang begitu ketus membuat Asri pun berusaha menetralkan wajahnya. "Asri ndak nyangka kalau Pakde takut sama hantu, hihihi ...." Gadis ini benar-benar mau memancing kekesalan Rusma sepertinya. "Masih panggil aku Pakde lagi!?" tanya Rusma galak membuat Asri langsung menggeleng. Mendadak Asri kembali mengingat belah duren yang sebenarnya, ya semalam Rusma menjelaskan teori mengenai belah duren itu dengan begitu detail hingga membuat Asri bergidik. Awalnya Rusma ingin mengerjai Asri dengan pura-pura akan memberikan praktek mengenai belah duren itu, ternyata ia berhasil karena begitu mengatakan itu Asri langsung menutupi tubuhnya dengan selimut. Rusma pun tak dapat menahan tawanya lagi, gadis itu ternyata benar-benar menggemaskan. "E-enggak, jangan kasih praktek itu. Asri belum siap, Asri masih kecil. Asri ndak mau hamil dulu," ucap Asri dengan wajah memelas. "Kalau udah tahu masih kecil kenapa mau aja nikah?" tanya Rusma membuat Asri terdiam. "Itu bukan maunya Asri, kata ibu Asri kalau Asri udah dijodohkan sama seorang pria oleh bapak Asri. Asri ndak tau kalau ternyata pria itu adalah Pakde, eh Asri bingung mau manggil Pakde eh-maksudnya siapa." Asri bingung sendiri dengan perkataannya. "Panggil saja aku mas, itu lebih baik." Akhirnya Rusma memberi usul daripada Asri memanggilnya dengan sebutan pakde 'kan? "Tapi Pakde terlalu tua untuk dipanggil dengan sebutan mas," ucap Asri membuat Rusma yang semula sedikit tersenyum pun kembali memasang wajah datarnya. Asri sendiri langsung menutup mulutnya menggunakan tangannya begitu ia salah bicara, dengan takut ia melihat wajah Rusma yang terlihat akan marah. 'Mati kamu Asri, pakde suami pasti marah sama kamu.' Asri membatin. "Kayaknya kamu ini emang beneran minta diajak belah duren, ya?" Rusma bersedekap, pria itu dengan perlahan mengajar Asri. "B-bukan itu maksudnya, tadi Asri salah bicara." Asri menundukkan wajahnya enggan menatap Rusma yang menatapnya dengan tatapan intimidasi. Rusma sama sekali tak memedulikan perkataan Asri, pria itu semakin mendekat hingga kini ia telah berdiri tepat di hadapan Asri. Asri terpekik kaget ketika Rusma dengan lancangnya merangkul pinggangnya dengan erat, Asri mendongak hingga tatapan mereka pun akhirnya bertemu. Dengan perlahan Rusma mendekatkan wajahnya dengan Asri hingga membuat gadis itu memejamkan matanya. 'Duh, pakde suami mau apa, ya? Jangan bilang kalau dia mau nyium aku?' batin Asri merasa deg-degan. TUKKK .... Rusma menyentil dahi Asri hingga membuat gadis itu mengaduh, Asri membuka kedua matanya dan menatap Rusma dengan kesal. Mengapa pria di hadapannya ini suka sekali menyakitinya? Tadi mendorongnya hingga terjatuh di bawah tempat tidur, sekarang menyentil dahinya. "Mikirin apa hayo? Berharap dicium, ya?" tanya Rusma dengan seringai jahil, ia melepaskan pinggang Asri kemudian duduk di tepi ranjang. Asri bersungut-sungut sambil mengusap dahinya yang masih terasa sakit karena sentilan Risma, ia tidak berlebihan nyatanya ia yakin kalau bekas sentilan itu akan meninggalkan jejak kemerahan. "Geer banget? Siapa juga yang mau dicium?" balas Asri kesal. "Ngaku aja kalau kamu emang mau dicium, enggak usah malu-malu. Secara kamu pasti beruntung 'kan dapatin suami seperti aku? Tampan, iya. Kaya juga, iya. Apalagi yang kurang dari aku?" Rusma membanggakan dirinya, ia yakin sekali Asri menerima perjodohan ini karena alasan itu. 'Dasar cewek! Semuanya matre, apa-apa dilihat dari luarnya aja.' batin Rusma. "Kurang tua, Pakde!" Lagi, Asri kembali membekap mulutnya yang telah lancang keceplosan. "A-ampun, Pakde. Tadi Asri cuma keceplosan, enggak berniat ngatain Pakde tua kok. Beneran!" Asri bahkan mengangkat tangannya seakan bersumpah kalau ia tidak berniat mengatakan itu. "Sini!" pinta Rusma dengan tegas. "Pakde, tapi aku cuma ...." Rusma menggeleng, ia tidak menerima bantahan sedikitpun hingga mau tak mau Asri mendekat. "Duduk sini!" Rusma menepuk pahanya sendiri hingga Asri bergidik, ia tak mau duduk di pangkuan Rusma. "T-tapi ...." "Duduk sini atau kamu memang mau kita belah duren!?" ancam Rusma membuat Asri langsung duduk di pangkuan Rusma tanpa sedikitpun membantah lagi. "P-Pakde, kapan Asri bisa turun?" tanya Asri yang merasa tak nyaman berada di atas pangkuan Rusma. Rusma sih terlihat biasa saja karena tubuh Asri yang cenderung kurus dan kecil hingga begitu enteng ketika dipangku, tetapi itu tak berlangsung lama karena pergerakan Asri yang tak nyaman itu berhasil membangunkan sesuatu dalam diri Rusma. Demi apapun Rusma juga pria normal yang mempunyai sebuah gairah bernama hasrat. "Cium aku!" pinta Rusma membuat Asri melotot tak percaya. "T-tapi Pakde, A-asri." Asri menggelengkan kepalanya, ia tak mau menuruti permintaan Rusma karena hal itu begitu memalukan. Bahkan pipinya kini sudah semerah kepiting rebus, ini pertama kalinya bagi Asri berjarak sedekat ini dengan seorang pria yang bukan keluarganya. "Cium aku atau kamu memang mau kalau kita belah duren sekarang!?" Lagi, ancaman itu yang menjadikan andalan Rusma. Asri mengerucutkan bibirnya sebal karena suaminya main ancam-mengancam seperti ini, sangat tidak asyik. Cup Akhirnya Asri mengecup sekilas pipi kanan Rusma, ia akan beranjak turun. Namun Rusma menahannya dengan memeluk pinggang Asri, Asri berusaha melepaskan diri. Rusma lebih kuat lagi dalam memeluk Asri. "L-lepasin, kan tadi sudah dicium." "Aku bukan minta kamu cium di pipi, tapi di bibir." Wajah polos Asri yang kini matanya membulat serta bibirnya yang terbuka lebar membuat Rusma mati-matian menahan tawanya, mengerjai Asri mengapa semenyenangkan ini? "Ya sudah sana turun." Rusma melepaskan pelukannya di pinggang Asri. "Eh? Enggak jadi minta cium di bibir?" tanya Asri polos sekaligus bingung. "Beneran mau nyium? Ya udah sini?" Rusma memonyongkan bibirnya, Asri langsung bangkit dari pangkuan Rusma kemudian berlari menuju kamar mandi. "Hahahaha ...." Rusma tak dapat lagi menahan tawanya hingga akhirnya tawanya pun pecah begitu pintu kamar mandi telah tertutup, gadis itu benar-benar polos dan menggemaskan. Mungkin menikah dengan Asri akan membuat Rusma awet muda, ya jika gadis itu tak mencari masalah lagi dengannya dan membuat ia merasa kesal setengah mati. *** Sekaligus dua bab biar lebih puas wkwk, kasih komennya dong kalian
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD