Zelaza dudu di balkon kamarnya, dan rambutnya melambai oleh semilir angin laut yang membawa aroma asin dan harum khas pantai.
Suara denting musik etnis yang lembut dari arah bangunan utama resort menandai dimulainya acara welcome dinner yang dia nanti-nanti sejak tadi atau lebih tepatnya, yang ditunggu-tunggu karena sebuah alasan tertentu.
Zelaza mengenakan gaun berwarna hijau gelap yang sederhana namun terkesan elegan, mungkin karena tubuhnya yang tinggi semampai khas seorang model papan atas.
Setelah siap, Zelaza pun keluar dari kamarnya, menuju ke tempat acara malam ini.
*
*
Acara welcome dinner diselenggarakan di sebuah area terbuka yang menghadap langsung ke laut.
Meja-meja kayu panjang dihiasi taplak putih dan rangkaian bunga. Lilin-lilin dalam wadah kaca sedikit menari-nari karena ditiup angin, menciptakan bayangan romantis pada setiap wajah yang hadir di sana.
Zelaza mengambil segelas jus segar, menghindari wine dan menyelinap di antara tamu-tamu lainnya, sebagian besar adalah pasangan yang berbulan madu atau keluarga yang terlihat bahagia.
Rasanya dia seperti ikan yang berenang melawan arus, sendirian di tengah lautan kebahagiaan orang lain.
Matanya terus mengedar, melihat ke setiap sudut, dan beberapa kelompok orang. Dia bukan mencari teman mengobrol atau mencari makanan enak. Dia mencari satu sosok yang ingin ditemuinya lagi, yaitu Donzello.
Namanya saja terdengar seperti mantra. Dia muncul bagai ilusi dengan senyum yang begitu samar hingga mampu membuat Zelaza sedikit berdebar.
Zelaza masih bisa membayangkan bagaimana cahaya matahari menyinari garis rahangnya yang tegas, dan bagaimana matanya yang warnanya seperti madu.
Pria itu memandangnya dengan perhatian yang tulus, bukan sekadar rasa hormat seorang pemilik resort pada tamunya.
Percakapan mereka singkat, mungkin tidak lebih dari lima menit, tetapi kesan itu tertanam dalam hati Zelaza.
Dan kini, di tengah keramaian ini, Zelaza berharap bisa melihatnya lagi karena Donzello bilang akan menunggunya di sana tadi.
Dia hanya ingin memastikan bahwa pesona yang dirasakannya tadi siang bukanlah khayalannya yang sedang haus akan perhatian setelah patah hati.
*
*
Acara pun berjalan lancar. Para staf resort membawakan hidangan pembuka, sementara seorang MC menyambut semua tamu dengan jokes yang menyenangkan.
Zelaza duduk di ujung meja, pura-pura menyimak obrolan seorang pasangan lansia di sebelahnya yang sedang bercerita tentang perjalanan mereka keliling dunia.
Tapi pikirannya melayang pada Donzello. ‘Di mana pria itu?’ batinnya.
Lalu pikirannya semakin meluas. ‘Apakah Donzello sudah menikah? Seorang pria sukses, tampan, dan berkarisma seperti dia, pastilah sudah memiliki pendamping. Atau mungkin dia sudah memiliki anak? Bayangan Alehandro tiba-tiba muncul, tetapi dengan segera tersapu oleh bayangan wajah kharismatik Donzello. Ini gila.’
Zelaza menggeleng halus. Baru beberapa hari yang lalu dia meratapi penghianatan Alehandro, dan sekarang dia sibuk membayangkan status hubungan seorang pria yang bahkan tidak terlalu dikenalnya.
“Maaf, boleh bergabung di sini?” seorang wanita paruh baya duduk di depannya, membuyarkan lamunannya. Zelaza hanya mengangguk sambil tersenyum.
Makanan utama disajikan, sebuah pesta barbekyu dengan pilihan seafood dan daging yang melimpah.
Zelaza mengambil beberapa potong ikan bakar dan salad, tetapi lidahnya seolah tidak bisa mengecap rasa.
Setiap kali ada yang masuk ke area, dadanya berdebar-debar, berharap itu adalah Donzello. Tapi yang datang selalu staf atau tamu lainnya.
Dia melihat ke arah pintu masuk utama setiap dua menit. Seorang pria tinggi berambut perak. ‘Bukan, bukan dia.’
Seorang pria dengan kemeja biru yang sedang tertawa. ‘Bukan.’ Setiap seorang pria yang … selalu bukan Donzello.
Kekecewaannya mulai tumbuh. ‘Apakah dia tidak hadir di acara penyambuan tamunya sendiri? Atau jangan-jangan dia sedang sibuk dengan kekasihnya?’
‘Mungkin dia sedang ada urusan penting. Tapi, sebuah acara welcome dinner seharusnya adalah urusan penting bagi seorang pemilik resort, bukan?’
Pikiran Zelaza masih saja berputar pada Donzello. Dan itu tak bisa dicegahnya meskipun dia berusaha mengabaikannya.
*
*
Tak berapa lama, manajer resort naik ke panggung kecil untuk memberikan sambutan. Zelaza menyimak dengan harapan akan mendengar kabar tentang Donzello.
Pria itu mengucapkan selamat datang dan berterima kasih atas kehadiran para tamu, tetapi tidak menyebutkan sepatah kata pun tentang sang pemilik.
“Di mana Tuan Donzello?” tanya seorang tamu pria tiba-tiba, membuat Zelaza menegakkan badannya.
Manajer itu tersenyum. “Tuan Donzello memohon maaf karena tidak dapat hadir malam ini. Ada urusan bisnis mendadak yang harus beliau tangani di kota. Beliau berpesan, semoga para tamu semua menikmati hidangan dan suasana.”
Zelaza merasa seluruh semangatnya tersedot keluar. Urusan bisnis. Alasan yang sangat sudah biasa dan masuk akal.
Tapi kenapa dia merasa sangat kecewa? Ini bukan seperti dia. Zelaza adalah tipe yang cukup sulit terkesan pada seseorang, apalagi seorang pria. Tapi, Donzello dengan cepat mengalihkan dunianya dari carit marut permasalahamnya dengan Alehandro.
*
*
Acara akhirnya berakhir. Para tamu mulai berpencar, ada yang kembali ke kamar, ada yang berjalan-jalan ke pantai, dan ada yang melanjutkan ke bar resort.
Zelaza tetap duduk, menyelesaikan jus buahnya yang sudah tak dingin lagi. Dia merasa sedikit bodoh.
Dia menghabiskan seluruh malamnya dengan terlalu berharap pada seorang pria yang bahkan tidak muncul.
Akhirnya Zelaza memutuskan untuk berjalan-jalan ke pantai. Mungkin angin laut yang kencang bisa menerbangkan perasaan konyolnya ini.
Dia kemudian duduk di sebuah gazebo kayu yang sepi, dia akhirnya membiarkan pikirannya melayang. Lagi-lagi pada Donzello.
‘Kenapa Donzello? Kenapa seorang yang bagiku sangat asing bisa memiliki efek yang begitu kuat, mampu mengalihkan pikiranmu dari Alehandro? Apakah ini hanya sekadar pelarian? Sebuah mekanisme pertahanan diri dari hatiku yang terluka untuk mencari penghiburan pada wajah yang menarik?’
‘Atau jangan-jangan … ini sesuatu yang lebih?’ Zelaza menggeleng kuat-kuat. Berusaha tak memikirkan Donzello lagi.
*
Tiba-tiba, dia mendengar suara langkah kaki di atas pasir. Dia otomatis memutar kepalanya dengan cepat.
Dan yang muncul adalah sepasang kekasih yang berjalan bergandengan tangan, tertawa mesra. Dia mendengus pelan melihat pemandangan mesra yang seolah mengejeknya
Dan akhirnya Zelaza kembali ke kamarnya, dia tak mau lagi terlalu berharap, apalagi pada orang yang belum dia kenal sepenuhnya.
(JANGAN LUPA KOMEN YA MAAAKK… minimal satu org sepuluh komen🤣 pake emot aja jg gpp kok)❤️