BAB 8

1039 Words
Sejak lima menit yang lalu Milly tiba di kediaman orangtua Keenan, tetapi gadis itu masih setia berdiri di halaman rumah. Pak Joko yang melihat tingkah Milly seperti itu sudah tidak heran lagi, Pria tua itu tahu persis jika Milly sedang gelisah. "Pak, tolong tunggu di sini sampai acara selesai, ya?" Pinta Milly pada Pak Joko. Nampak sekali keresahan di wajahnya. Pak Joko mengangguk seraya tersenyum ramah. "Baik, Non," sahutnya. Sudah seharusnya Milly beranjak masuk ke dalam tapi selalu dia tahan. Semakin ia menahan diri semakin rasa gelisah pada dirinya melonjak besar. "Pantas saja dari tadi saya tunggu-tunggu tidak muncul. Sedang apa kamu di sini?" Suara Keenan terdengar sangat datar. Pria itu tiba-tiba datang entah dari mana. Milly lantas memalingkan tubuhnya menghadap ke arah dimana Keenan berdiri. "Mas Keenan ...," ujarnya. "Karin sudah menunggu sejak tadi. Tunggu apa lagi? Ayo masuk ke dalam," titah Keenan pada Milly. "Dan Bapak pulang saja lebih dulu. Nanti saya yang akan mengantar Milly pulang ke rumah," ucap Keenan pada Pak Joko. Lantas, Pak Joko langsung menatap ke arah Milly. Milly menganggukkan kepalanya memberi tanda agar Pak Joko pulang saja seperti yang Keenan katakan. Keenan langsung mengajak Milly untuk segera masuk. Mereka berjalan beriringan. Seperti sudah menjadi kebiasaannya, Keenan selalu saja meraih tangan Milly untuk ia genggam. "Mas, ngapain pegangan tangan sih? Nanti orangtua kamu salah paham lagi." Milly berusaha menarik tangannya yang berada di genggaman Keenan. "Saya takut kamu hilang," sahut Keenan datar. Milly mendesah kasar, matanya berputar ke atas. Jawaban Keenan selalu tidak masuk akal. *** Milly disambut Karin dengan sebuah pelukan hangat ketika gadis itu menampakkan batang hidungnya. Begitu pula dengan Elina , yang tidak kalah antusias saat melihat Milly. "Mari masuk ke dalam," ajak Elina, wanita berparas cantik itu langsung mengait tangan Milly di lengannya lalu membawa Milly masuk ke dalam. Sejak Elina mendapat kabar dari Karin bahwa putra semata wayangnya jatuh cinta dengan teman sekelasnya di kampus, Elina menjadi bersemangat. Hati Elina begitu menggebu-gebu ketika melihat Keenan pulang ke rumah. Ternyata ide Karin untuk mengundang Milly membuahkan hasil. Tanpa Elina memohon, Keenan datang berserah diri. Melihat sang Bunda begitu antusias, Keenan dibuat terheran. Kenapa Elina begitu senang dengan kehadiran Milly? Nyatanya karena kehadiran Keenan lah yang membuat Elina senang setengah mati. Satu persatu dari mereka masuk ke dalam untuk menuju halaman belakang. Acara akan berlangsung di ruang terbuka yang sudah tertata rapi. "Ini semua disiapkan khusus untuk Mas Keenan loh." Beri tahu Karin pada kakaknya. Keenan tidak membalas ucapan Karin, matanya berkeliling untuk mencari seseorang. "Ayah di kamar. Katanya nggak enak badan," cicit Karin seolah tahu siapa yang sedang Keenan cari. Keenan memilih untuk mendudukkan diri. Pandangan matanya tak lepas dari sosok Milly yang tengah membantu Elina. Keenan dibuat terlena saat melihat raut wajah senang dari dua wanita cantik dalam hidupnya itu. "Mas. Karin boleh tanya sesuatu?" ucap Karin sedikit gugup. Keenan mengangguk pelan, matanya beralih menatap Karin. "Tanya saja yang ingin kamu tanyakan," sahutnya. Meskipun sebenarnya Karin merasa ragu namun rasa penasarannya berperan lebih besar. Dengan segenap keberanian Karin menanyakan sesuatu yang mengganjal hatinya. "Mas Keenan suka 'kan sama Milly?" Keenan lantas tersenyum saat mendengar pertanyaan Karin. Selama ini dirinya berusaha mencari jawaban atas perasaannya pada Milly. Dan hari ini Karin membuat Keenan menyadari perasaannya pada gadis bernama Milly itu. "Menurut kamu bagaimana?" Keenan balik bertanya. Karin menghela nafas kasar. "Mana Karin tahu bagaimana perasaan Mas Keenan. Karin kan bukan peramal," ujarnya, "Tapi kalau boleh menebak, sepertinya bakalan ada yang jadi bucin nanti." Kedua alis Keenan bertaut heran. Apalagi itu bucin? Keenan baru mendengarnya. Ditengah perbincangannya dengan Karin, Milly menghampiri dengan beberapa hidangan di tangannya. Gadis itu terlihat sangat senang sekali berada di sini. "Kata Tante Elina, ayo mulai acaranya," seru Milly. *** Acara syukuran ulang tahun Keenan berlangsung dengan lancar. Meskipun hanya mereka berempat yang berhadir namun tidak membuat acara yang sudah Elina susun menjadi gagal. Usai menyanyikan lagu selamat ulang tahun dan potong kue, acara berlanjut dengan Karin dan Elina yang memberi kado secara bergantian. "Maaf, Mas Keenan, Milly nggak sempat beli kado," ucap Milly sungkan. "Ngapain beli kado segala kalau sebenarnya lo sendiri adalah kadonya," tukas Karin seenak jidat. Elina ataupun Keenan, keduanya sama-sama langsung menatap tajam ke arah Karin. Elina tahu persis jika Keenan tidak suka dengan tindakan Karin, maka dari itu ia langsung menatap tajam Karin untuk menyadarkan putrinya. Sejak dulu mereka sangat berhati-hati saat berbicara dengan Keenan, karena jika salah berbicara akan langsung membuat suasana hati Keenan menjadi buruk. Tempramen Keenan yang buruk selalu menjadi dinding penghalang untuk mereka. "Maaf, Mas." Karin menundukkan kepala. "Maafin gue, Mil," lanjutnya meminta maaf pada Milly. "Lo nggak perlu minta maaf, Rin. Hal seperti itu bukan sesuatu yang perlu lo minta maaf." Sahutan Milly sangat menohok, membuat Keenan terdiam seribu bahasa. --- Milly berpamitan dengan Karin dan juga Elina. Gadis itu sudah menghabiskan waktu berjam-jam di kediaman keluarga Keenan. Berkat mereka Milly mendapat banyak kesenangan yang tidak ia dapatkan dari kedua orangtua nya. Kesenangan yang seharusnya diberikan orangtua nya, malah ia dapatkan dari orangtua temannya. "Sering-sering main ke sini. Tante senang sekali kamu di sini." Elina menghambur pelukan pada Milly. Milly membalas ucapan Elina dengan sebuah senyuman. Gadis itu ragu apakah dirinya akan punya kesempatan untuk kembali datang kemari. "Iya, Mil, lo harus sering-sering main ke sini." Karin menimpali kemudian ikut bergabung dalam pelukan. Keenan seperti melihat acara perpisahan sekolah saat melihat tingkah ketiga wanita di hadapannya itu. Usai berpamitan, Keenan dan Milly segera masuk ke dalam mobil. "Sepertinya kamu sangat menikmati acara tadi?" ucap Keenan. Tangannya sibuk memasangkan sabuk pengaman pada Milly. Milly mengangguk setuju. Gadis itu membenarkan ucapan Keenan bahwa dirinya sangat menikmati waktu saat mereka bersama tadi. Dengan penuh semangat Milly mencurahkan bagaimana perasaannya saat ini. Bagaimana ia sangat bahagia karena mendapatkan waktu berkumpul meski bukan bersama keluarganya. Karena begitu bersemangat, Milly jadi tidak menyadari jika Keenan perlahan menipiskan jarak diantara mereka. Kedua mata Milly terbuka sempurna saat bibirnya bersentuhan dengan bibir Keenan. Ya! Keenan tiba-tiba menciumnya. "Mas Keenan!" pekik Milly tidak terima. "Di luar masih ada Tante Elina dan juga Karin tahu!" Gadis itu segera menutup mukanya dengan kedua telapak tangan. Milly merasa sangat kehilangan muka, pasti di luar sana Karin dan mamanya melihat dengan jelas apa yang terjadi di dalam sini. Keenan lantas terkekeh geli. "Ini adalah hadiah ulang tahun terbaik," ujarnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD