BAB 9

586 Words
Setelah seminggu di rawat. Ismail akhirnya bisa kembali bekerja. Ia sudah sehat sekarang. Ismail bahkan sudah bekerja lagi di kantor. Ia sedang membersihkan meja milik karyawan. Ismail buru-buru, sebelum banyak karyawan berdatangan. "Bang Mail!!" Seru seseorang. Ismail tersentak dan langsung menghela nafas lega saat tahu siapa yang memanggil. "Mbak Kimmy, ngagetin aja." "Hehehe, maaf ya, kemana aja selama ini? Kok ilang sih?" "Nggak ilang mbak, cuma sakit." "Oh, berobat sana." "Udah sembuh mbak." "Eh iya, hehehe. Yaudah aku ke ruangan suami ku dulu ya." Ismail hanya mengangguk dan kembali melanjutkan pekerjaannya. Ismail terdiam. Ia bersandar di meja dan membayangkan kalau nanti ia sudah menikah, apakah Ismail di perbolehkan masuk ke ruangan Bu Sasha seenak jidat seperti mbak Kimmy? Mengingat isi perjanjian mereka, seperti hal yang mustahil. Eh... Enggak deng... Kan Ismail Ob, bebas dong keluar masuk ruangan Bu Sasha. Hehehehe Ismail murung lagi. Emang mau ngapain ke ruangan Bu Sasha. Nanti malah di bentak dan di caci maki depan orang banyak. Lebih baik ikuti alur ajalah, jangan banyak gaya. Ismail itu siapa? Cuma Ob yang hidupnya sedikit lebih beruntung dari Asep. Mungkin... Mungkin loh ya.... Ismail menghela nafas dan kembali ke pantry. Jam makan siang, Ismail menaruh sapu dan pel ke tempatnya. Barulah ia naik ke lantai delapan. Ismail bersama dengan teman-teman sejawatnya. Mereka nampak asik mengobrol dan bercanda. Namun semua diam saat Sasha masuk dengan Rio, Ivan dan Kimmy. Ismail bisa melihat kemesraan Ivan dan Kimmy yang selalu berpegangan tangan. Tanpa sadar, Ismail melirik jemari lentik milik calon istrinya. Apakah nanti, Ismail boleh pegang jemari itu seperti mbak Kimmy dan pak Ivan? Halu... Kamu Il. Pintu lift terbuka. Sasha dan atasan lainnya keluar begitu saja tanpa melirik Ismail sama sekali. Asep jadi kasihan melihat Ismail. Kalau Kimmy nggak nyapa, karena emang nggak tahu di dalam ada Ismail. Maklum semua wajah pria tertutup oleh ketampanan sang suami. Hahaha Ismail mengantri makanan, matanya tak fokus. Ia terlalu serius menatap wajah Sasha yang ngobrol dengan beberapa atasan lainnya di depan pintu ruang makan khusus bos. Ismail tersentak saat melihat Sasha meliriknya sebelum masuk ke dalam ruangan. "Mail, buruan, malah bengong!" Tegur Asep. Ismail langsung sadar dan buru-buru mengambil jatah makan siangnya. Ismail makan dengan tenang. Lebih tepatnya melamun, ia mengeluarkan ponselnya dan menelpon emak di kampung. Tapi, tak ada jawaban. Ismail kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku dan melanjutkan makan siangnya. Pulang kerja, Ismail memang bersama dengan Sasha satu mobil. Tapi sepanjang jalan, tak ada percakapan sama sekali. Hingga ponsel Ismail bergetar. Dengan cepat Ismail mengangkatnya. "Emak!" Pekik Ismail. Sasha sampai kaget dan melihat ke arah Ismail. "Emak, Mail kangen, huhuhu." Sasha mengernyitkan dahinya. Astaga... Kekanakan sekali. Sasha tak mau mendengar lebih banyak percakapan bocah dan emaknya. Ia fokus saja menyetir. Namun, Sasha mendadak mengerem mobilnya saat mendengar Mail menyebut namanya sebagai calon istri. "Bu, kenapa?" Tanya Mail panik. "Kamu bilang apa barusan?" Desis Sasha pelan. Ia tahu, kalau emak Ismail masih mendengar di sebrang sana. Mail kebingungan, apa yang Mail bilang? Sasha mencengkram kerah baju Mail. "Jangan pernah sebut aku calon istrimu, b******k!" Maki Sasha yang lantas merebut ponsel itu dari tangan Ismail. Menaruhnya di telinga dan mulai berbicara. "Hallo, ibu saya Sasha. Ia saya calon istri dari Ismail anak ibu, apakah besok ibu bisa hadir di pernikahan kami? Apa perlu saya jemput besok?" Ismail bengong. Barusan galak, kenapa sekarang manis? Sasha rubah kah? Sasha melempar ponsel itu ke arah Mail yang langsung menangkapnya dengan susah payah. "Ingat, jangan bikin masalah. Besok kita akan menikah. Paham!" Ismail mengangguk dengan cepat. Ia tak mau membuat lebih banyak masalah.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD