BAB 12

727 Words
Sasha lelah menunggu Ismail yang tak kunjung tiba di rumah. Masa iya, Ismail beneran nyasar? Sasha mencoba menghubungi ponsel Ismail. Namun tak kunjung di angkat. "Ke mana sih, orang itu?" Sasha semakin kesal dan akhirnya ke luar rumah. Ia masuk ke dalam mobil dan mulai mencari Ismail. Sasha kembali ke Bandara karena ia berfikir Ismail pasti tidak tahu jalan pulang. Kadang Sasha bingung, Ismail ini lulusan S1 tapi kok ya blo'on banget. Masa, hal seperti ini aja nggak paham? Sebenarnya Ismail itu tinggal di mana dulunya? Pedalaman kah? Sasha sampai di Bandara, tapi Ismail tak ada di sana. Sasha menggerutu keras. Ismail benar-benar bikin repot dirinya! Saat Sasha hendak masuk ke dalam mobil, ia menangkap sosok yang mirip dengan Ismail. Buru-buru Sasha menghampiri mereka dan menarik lengan pria itu. "Lama amat sih dari tadi!" "Maaf, anda siapa ya?" Sasha langsung melepas cengkeramannya. Dan minta maaf karena telah salah orang. Sasha melangkah menjauh dan kembali ke dalam mobil. Ia memukul stir mobil, kesal bukan main. Sebenarnya ke mana Ismail? Sasha kembali menjalankan mobilnya keluar dari bandara. Tak sampai lima menit, Sasha melihat Ismail dan ibunya sedang duduk di pinggir jalan. Sasha langsung menepi dan membuka kaca mobil. "Ismail!!" Teriak Sasha. Ismail dan emak langsung menoleh dan tersenyum bahagia. "Bu Sasha!!" Teriak Ismail dengan air mata berlinang. Nampak Ismail bangun dan menarik lengan sang ibu. Untuk mendekat ke arah Sasha. "Masuk!" Ismail mengangguk dan langsung masuk ke dalam mobil. Sasha meminta pelayan untuk memberitahukan kamar tidur milik ibu Ismail. Ismail membantu ibunya membawakan tas yang berisi pakaian ganti. "Mak, tidur sini ya," ucap Mail. Emak mengangguk dan terus saja menatap kamar yang sangat bagus dan bersih. Emak menatap ranjang besar dengan seprei warna hijau bunga-bunga. "Le, iki kamare emak?" Tanya emak. Ismail mengangguk. "Iyo, seneng, Mak?" Emak mengangguk. Ia mencoba duduk di ranjang. Dan langsung berdiri dengan cepat. Membuat Ismail kaget di buatnya. "Ono opo, Mak?" Tanya Ismail. "Empuk tenan, kaget emak." Ismail melongo. "Astaghfirullah, kirain kenapa, Mak. Tahunya cuma karena ranjang empuk, toh." Emak nyengir malu. "Yowes, emak istirahat, yo. Ismail mau ketemu Bu Sasha dulu." "Il," panggil emak. "Opo, Mak?" "Sasha, ayu tenan yo, beruntung kamu." Ismail hanya tersenyum tipis dan langsung pamit keluar. Ismail bersandar di pintu kamar emak. Mengatur nafasnya. Andai emak tahu yang sebabnya bagaimana ya? Ismail mencoba menghapus semuanya. Ia harus bersikap positif saja. Persiapan pernikahan hampir selesai. Besok adalah hari pernikahan mereka. Gaun dan kemeja pengantin sudah di antar oleh desainer.  Dan hari ini, orang tua Sasha bertandang ke rumahnya. Orang tua Sasha memang membeli rumah baru dan memilih tinggal di sana di banding dengan Sasha. "Jadi, ini besan saya?" Tanya sang papa. Emak dan Ismail  mengangguk. Orang tua Sasha adalah orang yang ramah dan terbuka. Mereka tidak pernah membedakan ras dan tahta. Bagi mereka yang terpenting adalah saling menghormati dan menghargai. Dan hal itulah yang paling Sasha benci. Mereka bisa menghargai dan menghormati orang lain. Tapi, kenapa dengan anaknya sendiri tidak peduli. Aneh? "Ibu, setelah Ismail menikah, apakah ibu akan tinggal di sini?" Tanya sang mama mertua. "Ah, tidak Bu, di kampung saya punya kebun, nanti siapa yang mau urus." "Oh ya, kebun apa, Bu?" "Saya tanam singkong, cabai, dan sayur mayur, lumayan Bu, buat di jual di pasar." "Oh, syukurlah. Apa ibu tinggal sendiri?" "Tidak, Ismail punya adik di kampung. Sekarang adiknya yang bantu saya ngurus kebun." Sasha jengah mendengar obrolan yang monoton seperti ini. Ia memandang calon mertuanya dan orang tuanya secara bergantian. "Maaf, Ibu. Tadi ibu bilang di kampung punya kebun?" Tanya Sasha. Emak langsung mengangguk antusias. "Kaya dong?" Tebak Sasha. Ismail dan emak kaget. "Sasha, jaga ucapan mu!" Bentak papa. "Hmm... Maaf, tapi yang saya tahu kalau di kampung punya kebun sendiri dan menanam berbagai macam sayuran, lalu di jual ke pasar. Artinya orang tua Ismail ini pengusaha kan? Kaya dong? Apa sih pengeluaran di kampung? Nggak ada kan?" "Maaf, nak Sasha. Alhamdulillah sekali kalau kamu mendoakan keluarga calon suami mu ini pengusaha sukses. Berharap sekali emak yang tua ini. Tapi, asal Sasha tahu, kampung emak itu pedalaman. Kami menjual bahan makanan yang ada di pasar. Dan itu jaraknya jauh sekali. Berkilo-kilo. Hasil kebun kami juga tidak banyak karena kebun kami hanya beberapa meter saja. Bukan berapa hektar. Emak susah jelaskannya, nanti, kalau kamu sudah menikah Ismail harus ajak kamu ke kampung. Agar Sasha tahu kampung Ismail seperti apa," jelas si emak. Sasha menggigit bibir bawahnya. Kesal.        
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD