Bab 7: Family Time

1637 Words
“Maaf,” Nadya melingkarkan tangannya di leher Raka yang duduk di sampingnya. “Abang gak apa-apa kan?” dia merebahkan kepalanya di pundak kakaknya. “Lebih shock sekarang sih daripada semalem,” Raka menunjukkan dua amplop yang diperoleh dari ayah dan adiknya. “Abang minum semalam?” Nadya bertanya hati-hati. “Cuma wine.” “Main kartu yuk, mumpung Abang di rumah,” usul Andre mengalihkan topik. Dia enggan membicarakan hubungan kakaknya dengan kekasihnya yang tak pernah disetujui keluarga mereka itu. “Aku ambil tepung di dapur. Di luar aja, Ndre.” Ketiganya keluar dari kamar Nadya. Gadis itu turun ke dapur, sementara Raka dan Andre menuju ruang santai, tempat mereka biasa bermain bertiga atau sekedar menonton film bersama. Andre mengambil kartu dari tempatnya dan mengocoknya. Tak lama Nadya muncul dengan mangkuk berisi tepung dan satu toples keripik. “Kok gak bawa minum sekalian, Kak,” kata Andre. “Bibik nanti yang bawain.” Mereka bertiga mulai duduk bersila di karpet. Tak lama Bibik datang membawa nampan berisi tiga gelas coklat panas dan cemilan. “Bibik taroh meja ya, Non. Ada lagi yang Non Nadya butuhkan?” “Gak ada, Bik. Bibik boleh istirahat. Makasih ya.” “Sama-sama. Permisi, Non, Den.” Mereka bertiga tampak riuh bermain kartu sambil membicarakan hal-hal konyol. Sesekali terdengar tawa mereka atau jeritan Nadya yang kalah bermain dan menghindari olesan tepung dari kedua saudara laki-lakinya. Sementara itu dua orang tua yang sedang bersiap tidur menggelengkan kepala. “Mereka berisik sekali kalau kumpul,” sang nyonya rumah masuk ke balik selimut menyusul suaminya yang sudah duduk tenang di balik selimut sambil membaca buku. “Biarin aja. Daripada sepi.” “Papi ngobrolin apa sama Raka tadi?” “Raka sudah putus sama perempuan itu.” “Hah? Beneran Pi? Bukan Papi yang bikin kan?” “Enggak perlu.” “Kok bisa putus gitu?” “Gak penting kenapanya. Yang penting anakmu itu sudah gak berhubungan dengan perempuan itu. Sudah tidur.” “Anak Papi juga. Ada yang Papi sembunyikan?” “Apa? Jangan curigaan. Udah tidur. Jangan ngeluh pusing besok kalau kurang tidur.” * Pagi itu, mereka sarapan lebih siang dari biasanya karena ketiga penerus keluarga Ranuwijaya baru turun setelah jam delapan lewat, itupun masih dengan wajah mengantuk. “Kalian ini, gak tahu Papi sudah lapar apa?” keluh ayah mereka sambil menerima sepiring nasi goreng seafood yang disodorkan istrinya. “Papi harusnya makan duluan aja,” Nadya mengambil jusnya dan meminumnya, kemudian mengambil sandwich. Begitu pula dengan Andre. Hanya Raka yang mengikuti ayahnya jika berada di rumah, sarapan dengan makanan berat. Sejak Raka kecil, selera makannya memang lebih banyak menyerupai ayahnya. “Papi mau golf. Ada yang mau ikut enggak?” tawar Bagaskara setelah menyelesaikan sarapannya. “Bang,” Andre menatap kakaknya. “Ayo golf.” Raka tampak enggan. Meski sebetulnya ia tertarik. Dulu ia pun kerap menemani ayahnya golfnya bersama Andre. Tampaknya, ada banyak hal yang memang berubah sejak ia memacari Freya terang-terangan. Meski ia sendiri tak tahu pasti apa yang membuat kedua orang tuanya tak pernah menyukai gadis itu. “Pergilah, Bang. Abang sudah lama kan gak pergi bareng Papi sama Andre. Mami nanti juga mau ke salon sama Nadya. Abis itu kita ketemuan di restoran, makan siang di luar ya,” kata maminya yang disambut wajah berbinar Nadya. Diajak Maminya ke salon berarti dia bisa menikmati layanan lengkap gratis. Seketika dia langsung memegang pipinya dengan wajah begitu bahagia. “Mami memang brilliant,” puji Andre. Ia tahu ide maminya itu spontan, tak terencana sama sekali. “Ayo, Bang. Kak Nad udah happy gitu tuh mau perawatan gratis, masa Abang tega bikin gagal.” Raka menatap kedua adik dan ibunya yang juga tengah menatapnya dengan penuh harap. “Okay,” putusnya membuat semua wajah lain di ruang makan itu tampak begitu senang. “Makasih, Abang,” Nadya yang duduk bersebelahan dengan Raka mengulurkan tangan memeluk leher kakaknya dan mengecup pipinya. “Papi golf dimana? Biar Nad nanti yang pilih restonya. Kita ketemuan di sana nanti,” dia tampak paling bersemangat. “Kayak kalau nyalon bisa selesai jam dua belasan aja.” “Eits, Papi. Nad kan perginya sama Mami yang punya member khusus.” “Nad, bilang supir, siapin mobil. Kamu sama Mami pakai supir. Papi sama Andre biar ikut mobil Abangmu,” perintah ayahnya. “Siyap. Kunci Abang dimana? Biar Nad bilang pak Edi suruh manasin mobil Abang dulu.” “Kamar. Di atas nakas.” Nadya melesat riang ke atas mengambil kunci mobil kemudian mencari supirnya yang sudah stand by di depan. Sejak kecil, Nadya lah yang lebih sering berhubungan dengan semua karyawan di rumahnya dibanding kedua saudaranya yang laki-laki. Jika ada tugas-tugas yang harus di delegasikan kepada karyawan di rumah, Nadya yang lebih banyak diajukan dengan harapan dia akan terbiasa mengatur rumahnya sendiri kelak. Para laki-laki berangkat terlebih dahulu dengan mobil Raka. Andre duduk di samping Raka, sementara ayah mereka lebih senang duduk di kursi belakang. Si bungsu Andre tampak yang paling senang diantara ketiganya, wajahnya paling berseri-seri di antara dua orang yang masih tampak enggan untuk saling berbicara. Tapi si bungsu yang memang paling cerdas di antara ketiga penerus keluarga Ranuwijaya itu, tak kehabisan akal untuk melibatkan ayah dan kakaknya dalam obrolan yang lebih santai. * Sebelum jam sebelas, saat matahari sudah semakin panas, mereka menyudahi golfnya. Bagaskara membawa kedua anaknya ke kafetaria, sementara seorang caddy mengemasi tongkat golf mereka. “Bawakan ke mobil ya,” dia menyelipkan lembaran tips ke anak muda tersebut. Di area golf tersebut, sosok Bagaskara cukup familiar bagi para petugas yang bekerja di sana. Ia terkenal lebih royal dalam memberi tips kepada siapapun yang dengan cekatan membantunya, dibandingkan para pengusaha yang lain. Setiap kali tersiar kabar Bagaskara ada di arena golf, maka seketika tempat itu akan menjadi lebih ramai dari biasanya. Dia tak ubahnya seperti gula yang menarik banyak semut untuk mendekat dan mengerubutinya. Seperti hari itu. Beberapa pengusaha ada yang selalu mencari kesempatan untuk dekat dengannya. Apalagi, hari ini ia membawa serta dua orang pangerannya. Si sulung Raka jelas mereka kenal karena popularitasnya sebagai artis papan atas, sementara si bungsu Andre kerap muncul dalam acara-acara bisnis mendampingi ayahnya meskipun usianya masih belia. “Mau pesan apa terserah kalian, Papi pesankan es kelapa saja.” Andre mengambil kertas dan daftar menu yang disodorkan pelayan. Menuliskan pesanannya dan pesanan ayahnya, kemudian menyodorkannya pada kakaknya. Raka melakukan hal yang sama sebelum mengembalikan daftar menu dan pesanan mereka kepada pelayan. “Aku kabari kak Nad, kita keluar setengah jam lagi ya, Pi?” tanya Andre pada ayahnya yang langsung diiyakan. Raka tak banyak bicara hari itu. Tapi ia cukup menikmati kebersamaan mereka bertiga. Ayahnya tak lagi terlalu keras ketika bicara. Dan adiknya tampak begitu bahagia mereka bisa keluar bersama. “Kita kemana ini, Pi?” tanya Raka saat mereka meninggalkan arena golf. Ayahnya menyebut sebuah restoran keluarga yang semua menunya adalah favorit Raka. “Mami sudah reservasi di sana katanya.” Raka mengarahkan mobilnya menuju restoran yang dimaksud. Sampai di sana, mobil maminya tampak sudah sampai lebih dulu. Raka mengambil parkir tepat di sisi mobil keluarganya. “Tumben Mamimu cepet ke salonnya,” komentar ayahnya saat keluar. Sopir yang melihat tuannya datang langsung bergegas mendekat dan memberi salam. “Kamu gak makan sekalian, Ed?” tawar Bagaskara. “Saya makan di rumah saja, Pak,” tolak Edi. Meski majikannya selalu menawari makan sekalian jika ia mengantar mereka ke restoran, tapi Edi cukup tahu menempatkan diri. Tugasnya sebagai supir memang mengantar majikannya ke tempat manapun yang mereka inginkan. Dan ia sudah mendapat gaji lebih dari cukup untuk itu. Seorang gadis cantik dengan wajah yang tampak lebih fresh karena tampilan rambutnya yang baru tampak melambaikan tangan begitu mereka bertiga masuk ke restoran. Tak lama, seorang pelayan menyambut mereka dan mengantarkan ke meja tempat si gadis cantik tadi menunggu bersama ibunya. “Mami udah pesankan sekalian, sebentar lagi dateng makanannya,” di atas meja tampak sudah ada beberapa gelas minuman dan air mineral. “Raka ke toilet dulu ya,” Raka meletakkan kunci mobilnya di atas meja dan bangkit kembali. “Abangmu okay kan, Ndre, tadi?” tanya Ratna Hapsari pada anak bungsunya. “Aman, Mi. Gak ada yang berantem,” jawab Andre hingga mendapat tepukan ringan di kepala dari ayahnya. “Papi, ini asset lho buat perusahaan Papi,” protes Andre sambil memegang kepalanya. “Kamu kalau ngomong suka gak ada saringannya,” sahut ayahnya. Tak lama makanan yang mereka pesan datang. Dan semuanya adalah makanan olahan sea food kesukaan mereka. “Habis ini Papi harus langsung cek lab kayaknya,” komentar Bagaskara melihat semua makanan yang tinggi protein sekaligus kolesterol itu. “Mami udah bawa obat Papi. Tenang aja,” sahut Ratna diikuti gelak tawa anak-anaknya. “Pak Bagas?” sebuah keluarga yang baru masuk menyapa mereka. “Dokter Satya?” Bagaskara berdiri dan mengulurkan tangannya diikuti istri dan anaknya. “Tidak menyangka malah ketemu di sini.” “Kalau setelah ini saya ke praktek Dokter jadi Dokter sudah tahu sebabnya,” kelakar Bagaskara diikuti tawa semunya. “Mau gabung saja, Dok?” tawar Ratna sopan. “Tidak. Terimakasih. Kami di meja lain saja,” tolak dokter Satya sopan kemudian berpamitan mengajak keluarganya ke meja lain. Mereka kembali duduk di kursi masing-masing, termasuk Raka yang baru datang dari toilet saat keluarga dokter Satya yang terdiri dari ayah, ibu, dan dua anak dewasa itu berpamitan. “Siapa?” tanya Raka pada Nadya yang duduk di sampingnya. “Dokternya Papi. Anaknya yang cewek cantik ya, Bang. Seusia Nad kayaknya,” jawab Nadya panjang. Raka hanya menggedikkan bahu acuh seakan tak tertarik sama sekali dengan obrolan adiknya. Tapi saat ia tak sengaja mengangkat kepalanya dan mengarahkan pandangannya acak ke depan, di saat yang sama gadis dari keluarga dokter itu juga mengangkat kepalanya. Mata mereka bertemu beberapa detik, hingga gadis itu memutus pandangan dan kembali menunduk, meninggalkan debar yang begitu samar di hati Raka. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD