“ Menurut pemeriksaan yang kami lakukan di rumah sakit ini, menyatakan kalau kondisi dari ibu Ayuna sebenarnya memburuk dan saran terbaik adalah melakukan operasi pengangkatan rahim.” kata dokter di rumah sakit Indonesia yang saat ini melakukan pemeriksaan terhadap keadaan Ayuna, yaitu dokter Rudi.
“ Tapi kemarin kata dokter ada alternatif lain di rumah sakit Singapura yang bisa melakukannya tanpa harus mengangkat rahimnya?” pernyataan dari dokter Rudi itu membuat Bagas seperti tersambar petir karena itu sama saja dengan menghilangkan pengharapan dari istrinya sama sekali, jadi dia berusaha menanyakan alternatif lain selain pengangkatan rahim.
Awalnya Una hanya akan dipotong rahimnya bukan diangkat keseluruhannya, tapi mendengar apa yang dikatakan oleh dokter Rudi itu berarti rahim Una akan diangkat keseluruhannya.
Untung saja Una tidak tahu menahu tentang hal ini kalau tidak kemungkinan Una akan tambah drop kondisinya.
Bagas pun ada di dalam dilema di mana Dirinya tidak bisa mengatakan sejujurnya kepada Una tentang apa yang terjadi saat ini. Untung saja selain Bagas, di dalam ruangan itu juga ada ibu Bilqis dan juga paman Abednego yang merupakan ibu kandung dan juga Paman kandung dari Ayuna Safitri, istrinya. Sehingga mereka bisa menyaksikan bahwa Informasi apa yang diberikan dokter kepadanya itu benar-benar nyata dan tidak dibuat-buat. Jadi mereka bisa urun rembuk kira-kira apa yang harus ia sampaikan kepada istrinya itu.
“ Bagaimana kondisinya malah memburuk seperti ini sih dok? Padahal ini sudah beberapa bulan Una tinggal di rumah sakit!” pamannya Una seakan tidak terima dengan kondisi keponakannya yang semakin hari Malah semakin buruk.
“ Penyakit kanker seperti ini tidak bisa diprediksi, semuanya tergantung dari mukjizat Tuhan dan juga ikhtiar kita untuk berusaha sembuh. Faktor tekanannya bisa macam-macam, apalagi kondisi daging tumbuh itu bisa sangat cepat menyebar. Kami dari pihak rumah sakit juga sudah berupaya semaksimal mungkin begitu pula saya yakini Ibu Una juga melakukan hal yang sama.” kata dokter itu dengan sabar meskipun ada suara dari Paman Una sangat tidak mengenakkan.
Bagas hanya terdiam karena tidak ingin Kalau nantinya Paman Una itu kembali marah-marah seperti saat ketika dia menikahi Fara, padahal itu jelas-jelas keinginan dari Una sendiri.
“ Gas . . . Mestinya kamu sebagai seorang suami bisa berikhtiar untuk mencari rumah sakit lain dan dokter lain yang kemungkinan masih lebih baik daripada di tempat ini. Atau jangan-jangan kamu memang menginginkan kematian dari keponakanku itu?” perkataan sarkas yang diungkapkan oleh pamannya Una itu membuat Bagas melirik dan menatap tajam kepada pamannya karena tidak terima dengan tuduhan yang tidak berdasar itu. Namun dia tidak mau bersilat lidah dan berdebat dengan pamannya Una itu karena memang Paman Una itu sumbu-nya sangat pendek, bahkan seringkali berdebat dengan Una dan juga Ibu Bilqis karena saking mereka berdua kesal dengan tingkah laku paman Una yang temperamental.
“ Astaga Kamu ngomong apa sih! Tidak mungkin Bagas berpikir seperti itu dong, Bed!!! Kamu jangan bikin kisruh ya!” bentak Ibu Bilqis yang merupakan Kakak dari Paman Abednego.
“ Tapi Kak . . . “
“ Lebih Baik kamu keluar saja kalau kamu tidak bisa berperilaku dengan benar!” usir Ibu Bilqis yang geram dengan tingkah laku adiknya itu. Dengan langkah malas Paman Abednego segera pergi dari ruangan tersebut karena Ibu Bilqis selaku kakaknya tidak menginginkan kehadirannya di situ.
Memang sang adik selama ini membantu dirinya untuk menjaga Una selama di rumah sakit, Tapi kalau masalah pembiayaan Rumah Sakit semuanya ditanggung oleh Bagas sebagai sang suami. Jadi sebenarnya Paman Una itu tidak memiliki hak untuk berbicara, apalagi menuduh dengan tanpa dasar seperti ini.
Kehidupan Ibu Bilqis yang menjadi orang tua tunggal sejak Una masih kecil itu memang sangat memprihatinkan, dan Itulah sebabnya Bagas memilih Una agar Una bisa menikmati fasilitas Rumah Sakit karena kalau mengandalkan dari ibunya tentu Una tidak bisa dirawat di rumah sakit.
Makanya Ibu Bilqis tidak bisa menuduh atau melihat orang lain menuduh menantunya itu karena Ibu Bilqis tahu Betul apa yang sudah dikorbankan oleh menantunya itu untuk kesembuhan anaknya.
“Jadi gimana ya Dok saran profesionalnya?” katanya Bagas tidak menghiraukan kehadiran dari Paman Una itu yang keluar ruangan dengan marah-marah.
“ Kalau memang Bapak dan keluarga menginginkan second opinion bapak bisa melakukannya dengan membawa Ibu Una ke rumah sakit di Singapura. Dengan begitu Bapak dan keluarga bisa mengerti lebih dalam sebetulnya Apa yang bisa dilakukan dengan penyakit Ibu Una itu.” rupanya dokter Rudi juga sedikit tersinggung dengan ucapan dari Paman Una jadi dia dengan halus mengatakan untuk mencari pendapat Dokter profesional lainnya yang ada di luar negeri.
Bagas dan ibu Bilqis yang memahami apa yang dikatakan oleh dokter Rudi hanya saling tatap dan pada akhirnya Bagas meminta rujukan langsung dari dokter Rudi ke rumah sakit di Singapura.
“ Tenang saja Pak kami akan memberikan rujukan yang terbaik buat kesembuhan Ibu Una! Cuman ya itu, saya lebih prefer untuk pengangkatan rahim karena kalau hanya pemotongan bisa jadi kanker itu kemudian tumbuh di bagian lain di rahim. “ kata dokter Rudi dengan pasrah dan memberikan keputusannya kepada pihak keluarga Karena Dia hanya bisa memberikan saran saja.
. . . .
Setelah keluar dari ruangan dokter Rudi mereka berdua langsung disambut oleh Paman Abednego yang ternyata masih ada di tempat itu, dia memang sengaja menanti kedua orang itu keluar dari ruangan dokter Rudi.
“Kak, Aku kan sudah pernah bilang kalau harus menghalangi keinginan Una untuk menikahkan Bagas dengan temannya itu. Abed sangat yakin kalau sebetulnya Una merasa Nelangsa jadi penyakitnya bukan tambah sembuh malah tambah parah!” lagi-lagi tuduhan dari paman Una itu membuat Bagas mengepalkan kedua tangannya erat-erat supaya dia tidak bertindak kurang ajar dengan memukul wajah Paman Una itu sampai mulutnya tidak lagi bisa berbicara.
Ibu Bilqis yang memahami situasi berusaha menenangkan Bagas dengan memegang lengan menantunya itu Seraya melemparkan tatapan tajam kepada adiknya yang selalu merusuh itu.
“ Abed!! Bisa diam atau tidak? Pergi saja kalau kamu selalu merecoki dengan pikiran pikiran negatif kamu itu.” usir Ibu Bilqis yang lelah dengan kelakuan Sang Adik itu.
Namun sedikit sial Karena Fara rupanya hendak berpamitan dengan suami dan juga ibunya Una itu, karena Alden sedikit rewel, sehingga dia keluar dari ruangan kamar milik Una dan segera saja disambar dengan perkataan pedas dari Paman Una itu.
“Ini nih wanita jal*ng perebut suami sahabatnya sendiri. Sudah tidak laku menikah dengan yang lain ya? Dasar janda gat*l!”
Bagas sudah tidak bisa menahan kekesalannya dan amarahnya ketika Paman Una itu mengatakan istri keduanya yang sama sekali tidak tahu menahu mengenai permasalahan tadi.
Dengan segera dia melayangkan tonjokan ke wajah Paman Una yang dari tadi nyinyir masalah penyakit Una dan juga pernikahan kedua Bagas dan Fara.
Ibu Bilqis menjerit sehingga beberapa suster datang untuk memberikan peringatan agar tidak membuat keramaian di rumah sakit.
Bahkan sang Suster juga memanggil security untuk memisahkan perkelahian antara Bagas dan Pamannya Una.
Fara pun berusaha memisahkan antara sang suami dengan pamannya Una dan karena dia melihat pamannya Una hendak memukul sang suami, maka Fara pun maju untuk melindungi sang suami sehingga alhasil faralah yang menerima pukulan dari pamannya Una.
“Faraaa . . . ”
“Nak Faraaa . . . “
Keduanya menjerit bersamaan ketika melihat Fara yang terjatuh dan pingsan ketika menerima pukulan dari pamannya Una yang seharusnya ditujukan pada Bagas.
Kini security sudah menangkap pamannya Una yang terbengong ketika melihat kalau wanita yang tadi dihinanya itu terjatuh pingsan gara-gara melindungi sang suami dan menerima pukulan yang seharusnya diterima oleh sang suami yaitu Bagas.