9. Perangai yang berubah

1111 Words
Sudah 2 bulan ini Fara dan Bagas, menikah secara surat dan belum banyak yang sudha tahu tentang hubungan mereka. Tapi Bgas dan Fara tetap intens menjalin hubungan sebagai suami istri dan selama 2 bulan itu pula Bagas tidak pernah absen untuk melakukan kewajibannya agar sang istri keduanya itu bisa segera memberikan keturunan. Walaupun saat ini dia pun sudah merasa bahagia bersama dengan Fara dan juga Alden, dan merasa bahwa dirinya sekarang sudah memiliki keluarga kecil dengan anak sebagai Pelipur ketika dirinya benar-benar kecapean, maka saat bermain dengan Alden, dan itu sangat membahagiakannya serta membuat moodnya meningkat drastis dan juga energinya melimpah. Sementara itu Una yang masih belum stabil kondisinya kembali dirujuk oleh dokter Rumah Sakit untuk berobat ke Singapura dan kelihatannya mau tidak mau kali ini Una harus menyetujui apa yang menjadi keinginan dari dokternya karena dia merasa bahwa Bagas sudah ada yang menjaga. Dia juga ingin cepat sembuh, ia ingin paling tidak ia bisa melayani sang suami sebagai kodratnya sebagai seorang istri, walau ia harus memakai pelumas saat ia ingin melakukan hubungan intim dengan Bagas. Fara sendiri tak pernah lupa untuk memberikan kepada Una perhatiannya, serta terus berusaha untuk menjaga perasaan dari Una . . . dengan cara, Fara tidak mau nimbrung bersama dengan Bagas saat Bagas menjaga Una. Dengan begitu, Ia juga menjaga perasaanya sendiri supaya tidak cemburu dengan Una, ketika Bagas akrab dan intim dengan Una. Tapi, Fara juga tidak pernah membatasi Bagas untuk menemani sang istri pertama di rumah sakit. Lucunya, karena Bagas tak bisa satu haripun tanpa berhubungan intim dengan Fara saking kecanduannya, maka Bagas selalu bisa menemukan cara agar setiap hari dirinya bisa selalu melakukan aktivitas panas bersama dengan Fara itu. Selalu punya waktu untuk bermain dengan Alden layaknya ayah dan anak. “Fara gak ikutan kesini mas? tanya Una ketika melihat suaminya datang sendiri. Kayaknya, Bagas akan menemani Una di rumah sakit. “Enggaklah! Ini kan udah menjelang malam, kasihan kalau Alden gak ada yang jaga.” Bagas tak mungkin berkata kalau Fara gak mau ikutan karena Fara gak mau cemburu melihat keintimannya dengan Una. Jadilah ia membebankan kepada Alden, padahal alden itu anak yang bener bener santuy, gak pernah ngerepotin dan gak pernah bangun saat papa dan mamanya melakukan kegiatan bercocok tanam agar dia memiliki adik. Ia bahkan masih sangat kecil, baru jalan 8 bulan ini, eh tapi dia sudah harus punya adik lagi. “Enak ya kamu mas! Di rumah sudah ada mainan, kapan aku bisa sembuh dan mainan sama Alden?” Keluhan Una membuat Bagas tersadar ada yang berbeda dengan Una. “Kenapa sayang? Makanya kamu harus cepat sembuh supaya kita bisa bermain sama Alden.” katanya sambil mendekati sang istri pertamanya itu dan kemudian mencium pelipisnya dengan lembut, berusaha menenangkan sang istri tuanya itu. Ia sadar, dengan rasa sakit yang kadang timbul, kemudian dengan kebosanan harus berada di rumah sakit terus menerus juga membuat Una seperti orang yang kehilangan pengharapan. Una memilih tidak menjawab apa yang ditanyakan sang suami. Una tahu Fara masih juga sering menjenguknya, bahkan Fara tiap hari tak pernah absen untuk menjagainya di rumah sakit. Tapi tentu ada pikiran pikiran ketika Bagas dan Fara tak ada dalam penglihatannya, ia mesti memikirkan sedang apa mereka berdua, intinya ia cemburu juga dengan keintiman Bagas dan Fara, walau ia sendiri yang meminta Bagas menikahi Fara. Una sadar, kondisi kesehatannya memburuk, bahkan sudah hampir 3 bulan ini hanya keluar masuk rumah sakit . . . terakhir ini malah ia bertahan di rumah sakit saja. “Dokter minta aku terapi di Singapura. Ada salah satu obat yang tidak masuk ke Indonesia jadi dokter saran aku berobat dan terapi di sana saja.” jelasnya kepada Bagas, dan Bagas berusaha memberikan waktunya untuk mendengarkan keluh kesah sang istri itu dan upaya dokter dalam menangani penyakit sang istri. “Di luar negeri metode pengobatannya sudah berubah sayang, aku sudah berkali kali mengtakan itu sama kamu. Kalau kamu memang mau berobat ke luar, nanti aku akan bicara sama dokter untuk memberi rujukan.” katanya dengan segera. Bagas ingin Una sembuh, tentu ia akan melakuakn segala macam cara agar istrinya sembuh walau ia harus merogoh kocek yang lebih dalam untuk fasilitas kesehatan di luar negeri yang jauh lebih mahal. “Eh mas, kapan hari Fara datang ke kantor kan? Winda itu memang benar benar keterlaluan. Aku sudah pernah bilang sama kamu kan?” Una kembali teringat dengan apa yang hendak dilakukan Winda, sekretaris Bagas. “ Iya iya, mas minta maaf karena pernah tak mempercayai kamu . . . . .“ “Jadi, Winda sudah kamu pecat?” tanya Una terus mengejar Bagas, soalnya ia benar benar kesal dengan sekretaris suaminya itu. “ Tidak, Fara bilang tak usah memecatnya, cukup diperingati dengan keras saja, selebihnya sekarang di kantor juga Winda tak bisa masuk ke dalam ruangan aku sembarangan karena mesti melewati ruangan Tom terlebih dahulu, masalah penanda tanganan juga harus melewati acc dari Tom, ya akses Winda bertemu denganku jadi sedikit terbatas. Bahkan Fara bisa memantau pergerakan Winda lewat kamera CCTV.“ jelas Bagas kepada Una sambil tertawa kecil. “Hm kenapa aku dulu tak berpikir seperti itu ya?” Una tertawa getir mengingat kebodohannya yang selalu marah marah tak jelas, tapi tak satu pun dihiraukan oleh Bagas karena tak ada bukti. Tapi Fara maju dengan bukti nyata pantauan CCTV, membuat Bagas akhirnya mengerti kalau apa yang dikatakan oleh Fara itu merupakan sebuah kebenaran. Una menjadi iri dengan Fara yang selain sehat, bisa memuaskan sang suami di atas ranjang. Wanita yang tak bisa masak, bisa beli ke restoran untuk mencukupi kebutuhan makan sang suami. Tapi bagaimana kalau wanita yang tak bisa memberikan keturunan, sakit sakitan dan juga tak bisa memberikan kepuasan kepada sang suami di atas ranjang? Mau dibawa kemana ? Una tak rela kalau nantinya Bagas bercinta dengan wanita wanita lain di luaran sana. Apalagi mengijinkan sang suami untuk bercinta dengan sekretarisnya yang secara terang terangan memberikan sinyalmen rasa cinta kepada Bagas. Maka ia harus mencari cara agar sang suami tidak berkhianat di belakangnya dan sekaligus memberikan keturunan untuk keluarga Wikatama. Oleh karena itu ia memutuskan untuk mengijinkan Bagas menikah lagi tapi dengan sahabatnya yaitu Fara, seorang janda beranak satu. Selain karena kebaikkan Fara, Una merasa kalau Bagas juga pernah sangat menyukai Fara. “Kamu ini selalu overthinking, maka tubuhmu gak cepet sehat. Sekarang kamu mesti istirahatkan piikiran kamu, turuti nasihat dokter dan aku akan mengantar kamu ke Singapura supaya kamu bisa lekas sembuh, gimana?” Bagas tahu perubahan perangai sang istri ini disebabkan karena ia lelah tidak sembuh sembuh! Una mengangguk saja karena ia juga ingin cepat sembuh. Ia ingin bisa sehat. Kalau pun ia sudah kehilangan pengharapan dalam memberikan keturunan. Setidaknya ia bisa ikut menjaga anak anak yang dihasilkan oleh Fara dengan Bagas kan?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD