Derios membuka pahanya, dan mulai mendaratkan ciumannya di sana. Sandira melenguh, meremas kepalanya. Tubuhnya meliuk-liuk kesana-kemari merasakan kenikmatan cumbuan Derios.
Pria itu tahu Sandira sudah tidak dapat bertahan lebih lama lagi menahan gejolak gairah yang sejak tadi memanas.
Derios memulai permainannya, tonggak samudera dengan panjang dua puluh lima sentimeter miliknya sudah berdiri sejak tadi, dimasukkannya perlahan-lahan ke dalam organ sensitif milik Sandira. Ditekannya pelan-pelan, dan mulai membuat ritme dengan kecepatan sedang.
"Akkkhh..akkkhhh..mmmhhh.." Sandira meremas punggungnya menikmati tusukan-tusukan lembut senjata Derios yang berdiameter lumayan besar.
Derios tersenyum melihat gadis itu begitu menikmatinya, dipercepat lagi ritmenya. "Akh! Akh! Akkkhh" Sandira memekik bertubi-tubi, menikmati hujaman yang semakin lama semakin cepat mengaduk-aduk area sensitifnya.
Lendir berceceran membasahi pangkal pahanya, menimbulkan suara berdecak-decak saat organ tersebut berbenturan.
Derios semakin menggila memainkan jemarinya pada area sensitifnya bagian depan. Seraya terus berayun hingga suara lenguhan panjangnya mengakhiri permainan panas mereka berdua.
Sandira masih terbaring lemas tanpa sehelai benang pun di atas tempat tidurnya. Dia menatap wajah Derios, pria itu mengusap pipinya dengan lembut.
Gadis itu kemudian bangkit berdiri, menutup tubuh telanjangnya dengan selimut. Lalu melangkah menuju ke kamar mandi yang ada di dalam kamar tersebut.
"Bagaimana mungkin aku kembali menyerahkan diriku padanya secara terang-terangan begini??!" Sandira membenamkan wajahnya ke dalam air, dia merasa sangat malu sekali.
Derios masih terus tersenyum mengingat kejadian baru saja. Pria itu kembali memakai bajunya lalu mengetuk pintu kamar mandi.
"Sandira? Kamu sedang mandi atau bertapa? Kenapa lama sekali?" Tanyanya dari luar pintu seraya menahan tawanya.
"Aku sudah selesai, aku akan keluar sekarang." Keluar dengan selembar handuk membalut tubuh mulusnya.
"Kamu ingin mandi?" Tanyanya pada Derios pura-pura tidak terjadi apa-apa sama sekali. Sandira segera menuju lemari untuk mengambil bajunya, kemudian memakainya.
"Kamu berdandan hari ini? Mau kemana?" Tanyanya pada Sandira, gadis itu memang sedang bersiap-siap untuk pergi bekerja.
"Aku mendapat pekerjaan baru kemarin, kamu jangan menggangguku atau aku tidak akan pulang ke rumah." Pura-pura mengancam Derios. Padahal dia tahu tidak ada yang bisa menghentikannya pria itu sama sekali.
Sandira bergegas pergi keluar dari dalam rumah, gadis itu berjalan riang di sepanjang jalan menuju rumah sakit besar di tengah kota.
Derios menggigit ibu jarinya, dia mondar-mandir di dalam kamarnya. Pria itu masih memikirkan bagaimana cara untuk berada di sekitar Sandira. Pria itu benar-benar tidak bisa membiarkan Sandira sendirian di luar sana. Apalagi gadis itu sekarang adalah permaisurinya.
Wanita satu-satunya yang akan menduduki kedudukan ratu di kerajaan vampir miliknya. Tapi Derios sengaja menyembunyikan hal itu darinya. Dia tidak ingin gadis itu mendapat masalah, juga terus memikirkannya.
Baginya dia bisa melindungi wanitanya sudah cukup, dia tidak ingin membebani Sandira dengan pikiran apapun.
Sandira masuk ke dalam kantor kemarin, dia ingin mengambil perlengkapan kebersihan. Anehnya tempat tersebut berubah sangat kotor seperti gudang. Tidak ada kantor di sana.
Dan rumah sakit itu seperti rumah sakit yang sudah lama tidak di huni oleh seorang manusia-pun.
"Apa yang terjadi sebenarnya? Astaga jangan-jangan gue kemarin berhalusinasi?" Gumamnya seraya melangkah mundur, dan berbalik menuju ke arah pintu keluar.
Saat berbalik dia di hadang hantu suster ngesot di tengah ruangan.
"Astaga setan!" Gadis itu terkejut melompat ke samping kiri.
Lalu muncul lagi hantu, satpam yang kemarin. Pria itu memutar kepalanya seratus delapan puluh derajat.
"Lagi latihan sirkus ya pak?" Ujarnya sambil menggigit ujung bajunya menahan takut.
"Gue sudah sering ketemu beginian tapi tetap saja masih takut ketika melihat hantu!" Gerutunya kesal sekali. Sandira melangkah perlahan-lahan keluar dari dalam gudang tersebut.
Sampai di luar, gadis itu segera berlari secepat kilat menuju pintu gerbang. "Aaaaaaaaaa setaaaaaannn!" Teriaknya kencang sekali, berlari terbirit-b***t menuju ke arah jalan raya.
"Eh neng, ngapain lari-lari begitu? Ketemu setan ya?" Tanya tukang bubur yang sedang mendorong dagangannya berkeliling kota.
"Emang baru ketemu setan pak, banyak banget, di sana tuh!" Menunjuk ke arah bangunan rumah sakit yang sudah lama tidak dihuni manusia.
"Ah, itu memang sudah sepuluh tahun tidak digunakan lagi neng. Banyak orang yang mati di sana." Jelasnya pada Sandira.
"Emangnya kenapa pak, mati bunuh diri? Atau jatuh dari atap? Kecelakaannya?" Tanyanya bertubi-tubi penuh rasa penasaran pada tukang bubur tersebut.
"Namanya juga rumah sakit neng, pasti banyak yang mati di sana. Gimana sih neng? Masa begitu doang tidak tahu?!" Menggelengkan kepalanya berkali-kali lalu mendorong gerobak kembali.
"Bubur-bubur! Bubur ayam! Bubur hangat nikmat!" Teriaknya sambil mendorong gerobaknya.
"Hantu apaan pagi suci begini? Anak muda sekarang memang suka minum-minuman keras, makanya otaknya pada geser semua!" Menggerutu sepanjang jalan.
Sandira mendengar gerutuan-nya, "Woi pak tukang bubur! Gue enggak mabuk ya! Emang beneran di sana itu banyak hantunya! Pagi suci! Pagi suci apanya! Mana ada pagi suci? Emang pagi bisa wudhu apa?!" Teriaknya kesal sekali.
"Iya kali neng! Jangan teriak-teriak pagi-pagi! Udah kayak emak-emak aja marahin anaknya!" Timpalnya lagi dengan sindiran pedas.
"Tukang bubur! Apa tukang gosip sih tuh orang!? Ngeselin banget! Muka muda gini dikatain emak-emak!" Gerutunya, kemudian melangkah pergi kembali mencari pekerjaan lain.
"Sejak tadi marah-marah, kenapa? Gak jadi kerja?" Derios sudah berada di sampingnya mengikuti Sandira.
"Lo kalau mau muncul permisi dulu kek! Ngagetin orang aja! Kalau jantung gue loncat keluar? Lo mau balikin lagi??" Bersungut-sungut melangkah di atas trotoar.
"Hahaha!" Seseorang lewat di sebelahnya menertawakan dirinya.
"Apaan sih!?" Sandira segera membetulkan letak poninya.
"Neng, udah gila ya? Ngoceh sendiri sejak tadi?" Timpal seseorang wanita paruh baya sambil menenteng keresek berisi belanjaannya.
"Sialan! Apes banget gue pagi ini! Udah ketemu setan! Dikata-katain emak-emak, terus dikatain gila pula!" Menatap Derios di sebelahnya dengan tatapan penuh aura pembunuh.
"Eh dodol! Lo pasti muncul kaya gini sengaja supaya orang ngatain gue gila kan?" Melihat penampilan Derios dari kepala hingga ujung kaki.
Pria itu memakai baju seperti awal mereka berdua bertemu, dan itu artinya hanya Sandira seorang yang bisa melihat keberadaan dirinya.
"Mana ada? Aku tampil gini karena gak mau dikerubungi oleh gadis-gadis kayak kemarin itu, aku maunya cuma dikerubungi sama kamu seorang!" Ujarnya sambil melirik ke arahnya.
Sandira mengunyah giginya dan terus berjalan mengabaikan keberadaan Derios di sebelahnya.