Bab 7 - Digoda Bos 'm***m'

1909 Words
Satu tahun yang lalu…. Naily yang sudah tidak memiliki orangtua alias yatim piatu, bekerja untuk menghidupi dirinya sendiri. Di kota ini ia tinggal sendiri di rumah kontrakan yang sempit. Bisa dibilang, ia sudah tak memiliki keluarga dekat lagi. Keluarga dari pihak ibu ataupun ayahnya berada jauh di luar pulau. Sudah hampir dua pekan Naily nyaris gila lantaran dikejar-kejar oleh penagih utang. Ia harus pulang kantor menggunakan masker dan topi, seperti artis terkenal yang tidak ingin identitasnya ketahuan saat sedang berada di tempat umum. Naily melakukan itu karena takut tiba-tiba berpapasan dengan para penagih utang selama perjalanan pulang. Beberapa kerabat, teman kantor bahkan bos yang Naily simpan nomor ponselnya pada kontak miliknya, belakangan ini mulai mengeluh. Ya, mereka semua mendapatkan teror via chat maupun telepon agar mengingatkan Naily untuk membayar utang secepatnya. Parahnya lagi, bukan hanya satu nomor melainkan banyak nomor sehingga membuat mereka semua menjadi tidak nyaman. Hal itu bukan hanya membuat Naily tidak enak, tapi yang jelas ia sangat malu. Beberapa di antaranya bahkan sudah menegur Naily. Puncaknya hari ini, Naily diperintahkan untuk datang ke ruangan bosnya setelah istirahat. Naily yakin ini ada hubungannya dengan para pinjol yang tak henti-hentinya mengganggu orang di sekitar Naily. Makan siang yang biasanya habis, kini masih utuh di meja. Selain karena Naily mendadak kehilangan nafsu makan, saat ini wanita itu terus berusaha menghubungi pacarnya, Vero. Sudah beberapa hari ini pria itu menolak diajak bertemu dengan dalih sedang sibuk. Padahal Naily hanya ingin membahas nasib semua pinjaman atas nama Naily yang sebenarnya milik Vero. Sejak awal Naily sebenarnya tidak setuju mengambil banyak pinjaman atas nama dirinya. Namun, sialnya ia malah luluh oleh bujuk rayu Vero. Terlebih pria itu menjanjikan pendapatan dari usahanya akan cair dalam waktu dekat. Tak tanggung-tanggung, Vero mengatakan income yang akan pria itu bisa hasilkan mencapai sepuluh miliar. Vero berjanji akan melunasi semua utangnya atas nama Naily sekaligus memberikan hadiah terima kasih pada wanita itu dengan jumlah yang lumayan banyak. Naily ingin tidak percaya, tapi Vero adalah pacarnya. Pria yang hampir satu tahun menjalin hubungan dengannya. Itu sebabnya Naily mau-mau saja. Vero meminjam uang atas nama Naily sebetulnya bukan pertama kali. Ini sudah kesekian kali dan selama ini tidak pernah ada masalah. Awalnya Vero selalu membayarnya tepat waktu, malah sebelum jatuh tempo. Hanya saja, semakin lama ketakutan Naily semakin nyata. Apalagi saat Vero mulai mengulur-ulur waktu untuk membayar padahal sudah jatuh tempo dengan alasan income-nya belum cair sehingga Naily terpaksa mencari pinjaman lain untuk menutupi utang berikut bunganya. Konyolnya hal tersebut alih-alih menyelesaikan masalah, justru malah menambah masalah. Seperti gali lubang tutup lubang, membuat Naily terjebak dalam lingkaran tak berujung. Sampai pada akhirnya, Naily benar-benar frustrasi karena tagihannya semakin membengkak sedangkan gajinya sangat tidak cukup untuk membayar itu semua. Belum lagi sewa kontrakan yang sudah menunggak tiga bulan. Naily sungguh nyaris gila. “Vero sialan. Ke mana kamu? Kenapa panggilanku tidak diangkat-angkat,” gumam Naily hampir menangis. Ia berkali-kali memblokir nomor penagih utang yang mengirimkan chat mengerikan. Tentunya ia juga me-reject panggilan yang masuk. Panggilan yang selalu berisi marah-marah dan bentakan mengancam Naily agar segera membayar utang. “Halo, Naily….” “Astaga. Akhirnya diangkat juga. Kamu ke mana aja? Sialan banget!” “Kamu tahu sendiri aku sibuk dengan bisnisku. Sebentar lagi income-nya cair dan supaya goals, bisakah kamu ajukan yang terbaru ke perusahaan pinjol yang link-nya aku kirimkan via chat barusan….” “Kamu sinting?” "Ayolah, Sayang. Aku janji ini yang terakhir karena besok income-nya cair. Kamu akan terbebas dari semua utang atas nama kamu. Jangankan melunasi uang kontrakan yang nunggak, aku bisa memberikan satu unit apartemen supaya kamu tinggal lebih nyaman." "Kamu pikir aku bakalan percaya seperti sebelumnya? Kamu selalu berkata minggu depan, beberapa hari lagi, besok, besok, besok ... nyatanya semua palsu. Aku memang bodoh, bisa-bisanya aku percaya padahal kamu hanya memanfaatkan aku. Aku jadi semakin ragu dengan bisnis yang ngakunya sedang kamu jalani, sebetulnya ada tidak, sih? Itu hanya fiktif, kan? Sialan." "Aaah sial. Aku ketahuan. Ya, aku cuma pakai nama kamu supaya dapat uang pinjaman. Tapi aku tidak bermaksud menipu, kok. Aku bakalan mengembalikan uangnya kalau aku menang...." "Menang? Jangan bilang uangnya kamu pakai buat judi? Kamu masih berjudi padahal waktu itu bilang stop dan mau fokus sama bisnis?" tanya Naily. "Astaga, seberapa banyak kamu berbohong? Bisa-bisanya selama ini aku percaya. Sialan." "Yes, tepatnya judi online. Maafkan aku, Naily. Aku janji bakalan bayar asalkan kamu mengajukan satu pinjaman lagi...." "Astaga. Dasar tidak punya otak. Bisa-bisa kamu masih menyuruhku pinjam lagi!" marah Naily. "Yah, terus kamu menolak nih?" "Ya! Aku tidak mau!" "Kalau gitu kita putus aja, ya." Naily sontak ingin menjerit. Bukan masalah putusnya. Ia tidak peduli berpisah dengan pria sinting seperti Vero. Masalahnya adalah ... bagaimana dengan utang-utangnya? Selama beberapa saat Naily berusaha tenang. Ia menarik napas sejenak lalu mengembuskannya perlahan. "Oke, kita putus. Tapi utang-utangnya bakalan kamu bayar, kan?" "Aku bayar asalkan kamu mengajukan satu lagi. Cuma satu lagi, Naily." "Pria kurang ajar! Aku harap hidupmu selalu menderita di mana pun kamu berada!" Andai mereka berhadapan secara langsung dan bukan via telepon, mungkin Naily sudah mendaratkan tamparannya di pipi Vero. Bila perlu bogeman. "Hahaha. Selamat berjuang untuk membayar semuanya, Sayang. Itu bukan urusanku lagi karena kita udah putus sejak beberapa saat yang lalu." Tanpa menjawab, Naily langsung memutuskan sambungan telepon mereka. Ia pun meletakkan ponselnya di meja rumah makan dengan frustrasi. Tanpa sadar, air mata sudah mengalir di pipi Naily. Hidupnya kini menjadi kacau karena Vero. Bagaimana mungkin Naily bisa melunasi semua utang beserta bunganya? Jumlahnya itu sangat besar karena ada banyak pinjol baik legal maupun ilegal, bank resmi hingga rentenir yang memberikan pinjaman. Naily juga yakin, namanya sudah buruk di mata bank, atau jangan-jangan masuk daftar hitam? Tak lama kemudian, ponsel Naily kembali ramai dengan teror chat dan telepon masuk dari nomor tak dikenal. Naily semakin frustrasi, bagaimana caranya keluar dari semua masalah rumit ini saat dirinya tak punya siapa-siapa lagi? Cahaya harapan pun tak ada. *** Begitu tiba di kantor setelah makan siang yang tak sesendok pun Naily santap, wanita itu langsung mendapatkan tatapan kesal dari rekan-rekan kerjanya. Semuanya pasti kesal pada Naily. Gara-gara Naily, ketenangan mereka menjadi terganggu. Semuanya pasti tidak nyaman dengan spam chat sekaligus telepon masuk dari banyak pinjol. Mereka juga tampak membubarkan diri begitu Naily tiba. Sangat jelas kalau Naily sedang menjadi bahan pembicaraan, bukan? Boleh dibilang, mereka semua berubah drastis saat tahu Naily terlilit utang, yang tadinya dekat pun jadi menjauh. Bahkan, pria yang pernah menyatakan perasaannya pada Naily, tapi Naily tolak karena sudah punya Vero, terlihat tidak peduli sama sekali dengan kekacauan yang terjadi dalam hidup Naily. Mungkin mereka semua takut dipinjami uang oleh Naily atau bisa jadi takut terseret. Sangat wajar mereka tidak mau terlibat. "Bos udah nungguin, tuh." Salah satu rekan kerja Naily berbicara. Naily tentu langsung bergegas ke ruangan bos mereka. Naily yakin setelah dirinya masuk ke ruangan bos, rekan kerjanya akan melanjutkan pembicaraan seru mereka, yakni membicarakannya habis-habisan. *** "Kamu dipecat." Naily masih terngiang-ngiang ucapan tegas bosnya yang mengatakan dua kata itu dengan to the point ketika dirinya baru saja masuk ruangan. Naily yang sudah tidak punya energi untuk memohon, akhirnya menerima begitu saja keputusan bosnya. Ia juga tidak mau repot-repot untuk menanyakan alasan dirinya dipecat secara mendadak begini. Membela diri? Bahkan Naily merasa dirinya tak layak untuk melakukan itu. Ia sudah salah besar memercayai mulut manis Vero. Naily malah sudah menyadari betapa bodoh dirinya. Sampai pada akhirnya, Naily sudah membereskan semua barang-barang miliknya dalam kotak. Saat pamit pada rekan-rekan kerjanya, Naily tahu dalam hati mereka mencibir bahwa Naily sangat bodoh meskipun tatapan mereka menunjukkan rasa prihatin. Tidak ada perpisahan penuh haru karena sudah pasti tidak akan ada yang merasa kehilangan. Justru mereka semua sepertinya berharap Naily pergi. "Aku memang bodoh," batin Naily. Ditipu oleh sang pacar yang kini sudah jadi mantan, dibenci semua rekan kerja, menjadi pengangguran karena dipecat oleh bos, Naily juga terancam diusir dari kontrakan, sekarang Naily berjalan dengan perasaan hancur meninggalkan tempatnya bekerja selama ini. Menjadi pengangguran yang terlilit utang, bagaimana Naily bisa menjalani hidup? Naily benar-benar hampir gila sampai berada di titik ingin mengakhiri hidupnya. Astaga. Naily kini benar-benar keluar dari area gedung kantor. Sambil membawa tas dan sebuah kotak, dari jauh ia melihat beberapa orang bertubuh besar menatap ke arahnya. Tidak! Naily rasa pria-pria menyeramkan itu adalah para penagih utang. Naily harus bagaimana menghadapi mereka sedangkan ia hanya memiliki uang sedikit, yakni gaji terakhir pemberian bosnya yang tidak sampai dua puluh persen dari jumlah utang yang harus dibayar. Belum lagi dengan bunganya. Belum lagi untuk utang-utang ke pihak lain selain para penagih utang itu. Naily lalu menengok ke segala arah untuk mencari bantuan atau setidaknya perlindungan. Entah takdir atau memang kebetulan, ia melihat sebuah mobil tak jauh dari tempatnya berdiri. Dengan nekat, Naily langsung memasuki mobil yang untungnya tidak dikunci itu. "Kamu siapa?" tanya Gavin yang kebingungan ada seorang wanita tiba-tiba duduk di sampingnya. "Aku lagi dikejar-kejar sama orang. Bisakah aku menumpang di mobil Bapak setidaknya sampai menjauh dari orang-orang itu?" mohon Naily. Gavin lalu menoleh ke arah yang Naily tunjuk, rupanya benar bahwa wanita di sampingnya ini sedang dalam kondisi tidak aman. Melihat penampilan dan wajah Naily pun, Gavin yakin wanita di sampingnya ini sedang dalam masalah besar. "Entah apa yang membuatmu dikejar oleh mereka, tapi aku akan membawamu pergi dari sini," balas Gavin yang langsung meminta sopir melajukan mobilnya. "Terima kasih banyak, Pak." "Tapi ada syaratnya," kata Gavin saat mobil sudah melaju cukup jauh meninggalkan para penagih utang tadi. "Syarat?" "Kamu pikir aku menolongmu dengan gratis? Tentu tidak." "A-apa syaratnya, Pak?" "Nama kamu siapa?" "Naily." "Melihat barang bawaanmu, sepertinya kamu baru berhenti bekerja. Aku benar?" "Ya." Naily mustahil bilang bahwa dirinya kini berstatus pengangguran karena baru saja dipecat. "Jadilah asistenku," kata Gavin. "Asisten pribadi." "Eh?" Naily tentu kaget. "Aku tahu orang-orang tadi adalah penagih utang. Berapa pun utangnya aku akan membayarnya, bahkan jika ada utang lainnya ... semuanya akan lunas kalau kamu mau menjadi asistenku." *** Kembali ke masa sekarang.... Naily tidak menyangka, pria yang satu tahun lalu seolah menjadi pahlawan yang membawanya keluar dari kekacauan hidup, membereskan masalahnya dengan begitu mudah dan cepatnya, kini mengatakan kalimat yang agak tidak masuk akal. Naily pikir pertemuan sekaligus perkenalannya dengan Gavin setahun lalu sudah masuk kategori kurang masuk akal, sekarang pria itu justru mengatakan yang lebih tidak masuk akal lagi. Naily sempat diam selama beberapa saat setelah mendengar Gavin mengatakan ingin menggodanya. "Menggoda?" Naily pura-pura terkekeh padahal ia sebetulnya masih deg-degan. "Bos, jangan makin ngawur. Ayo masuk ke restoran lalu makan, setelah itu Bos harus bekerja. Ingat, jadwal Bos lumayan padat hari ini." "Ya. Aku akan melakukan semua jadwalku hari ini dengan sangat baik, tentunya setelah menggodamu." "Oke, terserah. Aku tidak akan tergoda." "Oh ya? Kamu yakin?" tantang Gavin. "Memangnya Bos mau ngapain? Maksudnya menggodaku dengan cara apa? Please, jangan aneh-aneh deh. Serius aku nggak akan tergoda." Gavin mendekat. "Aku akan mencium bibirmu," bisik Gavin tepat di dekat telinga Naily. "Bos...." Perkataan Naily terhenti saat Gavin langsung menempelkan bibirnya pada bibir Naily. Sontak Naily terkejut dan bisa-bisanya ia malah seakan terkesima sehingga hanya pasrah saja. Naily malah terkesan menikmati sentuhan manis bibir sekaligus lidah Gavin yang bermain dengan lihainya. Ini adalah ciuman kedua mereka setelah yang pertama itu di hadapan Fiona dan Deni. Anehnya, ciuman kedua ini justru lebih mendebarkan dibandingkan yang pertama. Jika setahun lalu Naily nyaris gila karena terlilit utang, sekarang wanita itu nyaris gila dengan tingkah bosnya yang mendadak serius menggodanya. Tahukah apa yang lebih konyol? Jangan-jangan Naily mulai tergoda, hanya saja wanita itu tak menyadarinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD