Naily tentu saja sangat terkejut hampir syok dengan apa yang baru saja Gavin lakukan. Ya, bagaimana tidak, seorang Gavin menciumnya! Sesuatu yang tak pernah Naily bayangkan akan terjadi. Hanya saja, kemustahilan tersebut sudah benar-benar terjadi.
Naily ingin menolak, tapi ia seperti terkena hipnotis sehingga hanya bisa berdiri terpaku. Lagi pula ia tidak mungkin kabur mengingat ciuman ini adalah bagian dari cara Gavin untuk membuat Fiona dan Deni percaya bahwa mereka sungguh memiliki hubungan spesial.
Ciuman mereka pun berakhir dan spontan Fiona dan Deni langsung terkekeh bersama. Mereka bahkan bertepuk tangan.
"Ya Tuhan, aku tidak menyangka kalian benar-benar melakukannya di hadapan kami. Padahal tadi itu aku hanya bercanda. Aku percaya, kok, kalian sungguh berpacaran," kata Fiona.
"Aku juga kaget banget mereka ciuman hot di depan kita, Sayang," balas Deni seraya merangkul Fiona.
Mereka pun tertawa lagi, membuat Gavin dan Naily saling berpandangan.
"Andai aku meminta kalian membuktikannya dengan berhubungan badan, apa kalian akan melakukannya?" tanya Fiona masih sambil tertawa.
"Sekarang intinya kalian sudah percaya, bukan?" balas Gavin yang geram merasa dipermainkan.
"Ya, mulai sekarang kita semua tinggal menunggu waktu sampai hari pernikahan tiba," jawab Fiona. "Sambil menunggu, mari nikmati hari demi hari dengan pasangan masing-masing. Tentunya kita juga akan sesekali bertemu untuk membahas tentang resepsi pernikahan, juga formalitas untuk laporan pada orangtua masing-masing kalau kita sedang pendekatan."
"Oke," jawab Gavin. "Sekarang pertemuan kita sudah selesai dan tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, kan?"
"Tentu saja. Semua sudah beres dan kita bisa mengakhiri pertemuan ini sekarang juga." Kali ini Deni yang menjawab.
"Kalau begitu, kami pamit duluan," jawab Gavin sambil menggandeng tangan Naily. "Ayo, Sayang. Kita pulang."
***
"Bos pasti sudah gila!" kesal Naily.
Gavin hanya bisa diam sambil fokus menyetir. Sedangkan Naily sejak masuk ke mobil, tidak henti-hentinya mengomel.
"Seharusnya kita hanya pura-pura pacaran dan jangan melakukan hal yang berlebihan apalagi sampai kontak fisik. Bisa-bisanya tadi Bos menciumku!"
"Konyolnya lagi, hal itu hanyalah keisengan Bu Fiona dan Pak Deni. Bos tadi dengar sendiri, kan, kalau mereka sebenarnya percaya kita pacaran. Andai tadi tidak sampai berciuman pun bukan masalah."
"Maaf Ly, aku tidak punya pilihan lain. Kita udah telanjur menyelam dan jangan sampai gagal hanya karena mereka tidak percaya," jawab Gavin akhirnya. "Siapa yang mengira kalau mereka sebenarnya hanya iseng? Sumpah demi apa pun aku melakukan itu untuk misi kita."
"Misi kita? Mohon maaf ya, lebih tepatnya itu misi Bos sendiri. Dan bisa-bisanya aku terlibat."
"Jangan lupa Ly, kamu juga punya tujuan sehingga sepakat untuk ikut terlibat."
"Astaga. Aku tidak menyangka ingin berhenti menjadi asisten Bos harus sampai segitunya."
"Hanya satu tahun, Ly. Aku pastikan hal-hal seperti tadi tidak akan terulang lagi. Dengan hati yang tulus, aku sungguh meminta maaf sudah menciummu di depan mereka, bahkan tanpa persetujuanmu sebelumnya."
Naily tidak kaget dengan ucapan manis Gavin. Pria itu memang sudah lihai dalam merayu orang terutama wanita. Ah, andai Naily bisa menampar pria itu karena sudah menciumnya, sayangnya tidak bisa.
"Kenapa malah diam? Aku sungguh meminta maaf, Ly."
Naily masih diam.
"Ly, kamu pernah melihat aku menyetir untuk orang lain? Tidak, kan? Tapi aku melakukannya sekarang. Menyetir untukmu. Itu artinya aku tulus ingin meminta maaf."
"Ya, ya, ya."
"Kamu masih marah? Aku harus bagaimana supaya kamu berhenti marah?" tanya Gavin bingung. "Saat pacar-pacarku dulu marah, aku bisa dengan mudah membuat marah mereka mereda. Masalahnya adalah ... kamu berbeda dengan mereka. Aku jadi bingung harus melakukan apa. Apa yang kamu inginkan coba katakan saja."
Sungguh, Naily sebenarnya tidak pernah menyangka akan ada kejadian seperti ini. Kejadian di mana seorang Gavin memohon padanya hanya untuk dimaafkan. Bukankah ini konyol, padahal selama ini Gavin seolah menjadikannya babu.
"Aku ingin pulang sekarang. Itu aja."
"Adakah permintaan yang lain? Kira-kira yang harus aku penuhi sehingga sedikitnya bisa mengobati rasa marahmu?"
"Tidak perlu, Bos."
"Kenapa?"
"Karena aku maunya pulang dan istirahat di rumah. Ini weekend, seharusnya aku bahkan mendapatkan libur."
"Baiklah, aku akan mengantarmu sekarang juga dan pekerjaanmu selesai hari ini. Kerja bagus, Naily," kata Gavin. "Selain itu, kalau ada waktu nanti cek mutasi rekeningmu, ya. Aku memberikan sedikit tambahan, anggap saja itu uang lembur hari ini sekaligus rasa terima kasihku karena kamu sudah turut membantu melancarkan pertemuanku dengan Fiona."
Seketika Naily mengambil ponsel dalam tasnya. Ia lalu membuka aplikasi m-banking dan terkejut saat ada uang masuk yang pastinya dari Gavin.
"Kapan Bos mentransfernya? Padahal dari tadi nyetir aja."
"Tadi, saat masih di restoran. Kenapa? Masih kurang?"
"Lima puluh juta? Bos yakin tidak kelebihan nol-nya?"
"Tidak. Aku memang mengirimkannya segitu untukmu. Dan tolong jangan dikembalikan."
Dasar bos teraneh!
***
"Terima kasih dan hati-hati di jalan ya, Bos. Aku turun." Setelah pamit, Naily turun dari mobil bosnya kemudian masuk ke gedung apartemen tempat tinggalnya melalui lobi. Ia lalu ikut bergabung dengan beberapa orang yang sedang menunggu lift.
Di dalam lift, Naily agak terkejut melihat Vero ada di lift yang sama dengannya. Dari matanya, pria itu seperti hendak berbicara padanya.
Sampai kemudian, Naily keluar dari lift diikuti oleh Vero.
"Ada apa?" tanya Naily to the point.
"Jangan coba-coba galak pada mantan terindahmu. Aku ke sini hanya kebetulan lewat."
"Kebetulan lewat tapi mengikutiku sampai sini?" Naily sengaja tidak masuk, hanya berdiri di depan pintu. Itu lebih baik daripada mantan pacar tak tahu dirinya itu ikut masuk.
Vero menyeringai. "Aku dengar kamu udah sukses sekarang."
"Sukses kamu bilang?" Naily benar-benar muak pada pria di hadapannya ini. Pria yang membuatnya terlilit utang dalam jumlah besar sehingga mengharuskannya mengabdi menjadi asisten Gavin.
"Ya, berhasil melunasi utang dalam jumlah yang tidak sedikit dalam waktu kurang dari setahun ... disebut apa kalau bukan sukses? Jujur, aku agak terkejut kamu berhasil melunasinya secepat itu, baik pokok maupun bunganya. Padahal jika ditotal ada puluhan pinjol dari yang legal sampai ilegal. Itu pun belum termasuk utang ke bank dan rentenir. Coba kasih tahu aku, apa rahasiamu sampai bisa mendapat uang sebanyak itu dalam waktu singkat?"
"Dan utang-utang itu semuanya punya kamu. Sekarang kamu datang lagi hanya untuk menanyakan itu alih-alih mengembalikan semua hakku," kesal Naily. Mimpi apa ia semalam bisa bertemu lagi dengan pria tak tahu malu ini.
"Eits, kenapa aku harus mengembalikan? Bukankah semua utang itu atas nama kamu. Aku tidak pernah mengambil pinjaman ke mana pun dengan identitasku sendiri."
"Karena kamu memang licik." Sialan. Naily saat ini sedang berusaha untuk tidak menjotos pria di hadapannya. Bukannya apa-apa, Naily tidak mau membuat keributan apalagi kehebohan di sini.
"Kenapa? Mau melaporkanku? Padahal itu salahmu sendiri, bisa-bisanya semudah itu mengambil pinjaman menggunakan identitasmu dan semua uang dari hasil pinjaman itu untukku. Apa kamu sebegitunya mencintaiku? Bagaimana kalau kita balikan sekarang, Sayang? Karena aku pun masih sayang kamu. Mau langsung ena-ena di kamarmu? Ayo, aku siap. Terlebih ini apartemen yang lumayan bagus ... sialan kamu beneran sukses."
"Jaga ucapanmu, Sialan! Balikan setelah apa yang kamu lakukan? Jangan bermimpi," balas Naily mulai marah. "Oke, aku akui dulu aku bodoh banget. Tapi aku pastikan semua itu tidak akan terulang."
"Kamu tidak melaporkanku ke polisi karena kamu mencintaiku, bukan? Jadi ayolah ... kita kembali berpacaran. Sejak pacaran kamu selalu menolak melakukannya, sekarang mari lakukan dan aku jamin kamu ketagihan."
"Jangan harap!" jawab Naily. "Vero please, pergi dari sini sekarang juga."
Vero terkekeh. "Baiklah, aku sudah tahu kamu mustahil balikan dengan pria yang membuatmu terlilit utang setahun lalu. Apalagi saat itu aku langsung memutuskan hubungan kita lalu kabur meninggalkanmu. Sekarang aku datang lagi lalu mengajak balikan? Tentu saja kamu pasti menolak."
"Kalau udah tahu aku akan menolak, kenapa kamu tetap datang? Kamu sungguh menggangguku. Membuatku tidak nyaman."
"Aku hanya ingin tahu sedikit rahasiamu. Ayolah kasih tahu aku gimana caranya kamu melunasi utang sebanyak itu dalam waktu singkat? Apa kamu jadi simpanan om-om? Punya sugar daddy? Atau jangan-jangan ... kamu menjual diri?"
Naily sudah tidak tahan lagi. Ia bersiap melayangkan tamparannya. Sayangnya gagal karena Vero berhasil mencegah tangan Naily.
"Eits, jangan coba-coba tampar aku, Sayang," kata pria itu. "Aku tadi lihat dengan mata kepalaku sendiri kamu diantar oleh mobil mewah. Itu pasti...."
"Naily!" Suara tak asing membuat Naily menoleh. Vero juga ikut menoleh ke sumber suara. Ya, rupanya Gavin dengan begitu tampan dan berkharisma yang baru saja memanggil Naily.
Tentu saja Naily terkejut, kenapa bosnya tiba-tiba ada di sini?
Vero pun tak kalah terkejut. Pria itu yang semula dekat-dekat dengan Naily kini bergerak agak menjauh.
"Ly, aku mau bilang bahwa pria yang sempat mengganggumu beberapa bulan lalu, yang sudah saya jebloskan ke penjara ... tim kuasa hukum bilang kalau pria gila itu minimalnya akan mendekam dalam penjara setidaknya lima tahun. Belum lagi dendanya," kata Gavin menjelaskan. Matanya juga sengaja berkedip untuk memberikan kode pada Naily.
Tentu Naily selama beberapa saat berusaha mencerna perkataan Gavin. Apa maksud Gavin bicara seperti itu? Namun, detik berikutnya Naily langsung mengerti bahwa bosnya sengaja mengarang cerita untuk menakut-nakuti Vero. Ya, Naily yakin begitu.
"Jadi aku tidak akan diganggu lagi olehnya, Bos?"
"Tentu saja. Berani-beraninya dia mengganggu asistenku. Kamu tinggal bilang aja ya, Ly, kalau ada yang mengganggumu lagi. Aku akan menggerakkan tim kuasa hukum perusahaan untuk menjebloskannya ke penjara."
"Tentu, Bos. Aku pasti akan meminta perlindungan jika ada yang membuatku tidak nyaman seperti waktu itu."
"Kalau ini ... siapa?" Kali ini Gavin menunjuk Vero.
"Teman Naily," jawab Vero dengan ekspresi agak takut.
"Oh, aku kira kamu sedang mengganggu Naily."
"Bu-bukan. Aku hanya sedang menyapanya."
"Kalau kamu teman Naily, itu artinya kamu mengenal mantan pacar Naily yang sinting itu?"
"Tidak terlalu, sih. Sa-saya tidak pernah ikut campur urusan asmaranya." Vero sangat kentara ketakutan.
"Oh ya? Sayang sekali. Padahal aku sedang mencarinya. Begini saja ... ini kartu namaku. Beri tahu aku kalau kamu bertemu mantan pacar Naily. Aku akan memberimu uang. Akan ada bonus tambahan juga jika mantan pacarnya itu sudah berhasil dijebloskan ke dalam penjara."
"Bos serius ingin memenjarakannya?" tanya Naily kemudian, sengaja membuat Vero semakin menggila.
"Tentu saja. Sejak awal aku sangat ingin memenjarakannya, tapi kamu selalu berpikiran positif bahwa penipu itu akan mengembalikan uangnya padamu. Aku sudah bilang itu mustahil, tapi kamu tetap bersikeras. Sekarang tolong menurut saja ... mari jebloskan mantan pacar sialanmu itu ke penjara. Aku bisa dengan mudah melakukannya, seperti biasa."
"Permisi. Aku harus pergi. Aku baru ingat ada janji dengan seseorang." Vero meninggalkan tempat itu dengan sangat terburu-buru, membuat Naily ingin tertawa sepuasnya.
Setelah Vero pergi, Naily pun masuk ke apartemennya. Tentunya setelah berterima kasih pada Gavin.
"Mantan pacarmu itu sungguh tidak punya nyali," komentar Gavin. Saat ini pria itu sudah ikut masuk ke apartemen Naily.
"Tunggu, kenapa Bos ikut masuk ke sini?" Naily bahkan baru menyadari bahwa seharusnya Gavin pulang, kenapa malah ikut masuk ke apartemennya?
"Bolehkah aku ikut bermalam?"
Naily sangat hafal kalimat itu. Gavin sering menanyakannya pada para pacar-pacarnya untuk mengajaknya menghabiskan malam bersama. Dalam artian ... melakukan aktivitas panas di ranjang.
Namun, Naily tak menyangka dirinya akan mendapatkan pertanyaan serupa.
"Maksud Bos apa?" Naily juga bingung kira-kira Gavin kerasukan apa karena sungguh ... ini pertama kalinya Gavin bersikap begini.
"Aku ingin menginap di apartemenmu malam ini."