"Dia ikut masuk ke apartemen Naily," ucap Fiona setelah membaca pesan masuk yang dikirimkan orang suruhannya beberapa saat yang lalu. Saat ini ia dengan Deni sedang berada di apartemen khusus bagi mereka untuk menghabiskan waktu. Ada connecting door sehingga mereka tidak masuk melalui pintu yang sama. Hal itu untuk berjaga-jaga agar tidak ketahuan mengingat Deni berstatus suami orang.
"Aku rasa Gavin dan Naily beneran pacaran. Tapi nggak apa-apa, sih. Enggak ada salahnya kita memastikan sekali lagi apakah mereka sungguh berpacaran dan sekarang aku rasa udah cukup karena mereka terbukti berpacaran. Kalau nggak, ngapain Gavin ikut masuk ke apartemen Naily dan sampai satu jam lebih nggak keluar lagi," jelas Fiona menambahkan.
"Dia pasti menginap lalu melanjutkan ciuman yang tadi," balas Deni.
"Baguslah kalau mereka beneran pacaran. Aku sempat mengira mereka pura-pura doang. Walau bagaimana pun kontrak pernikahan antara aku dan Gavin itu super rahasia. Kalau ternyata Naily hanya pacar bohongan lalu Gavin sungguh masih playboy sehingga memacari banyak wanita selagi berstatus suamiku ... itu bahaya." Fiona adalah orang yang menjunjung tinggi reputasi. Ia tak mau jika sampai kabar buruk tentang dirinya tersebar. Ya, suami dari CEO Starlight punya banyak wanita simpanan? Itu sangat tidak lucu.
“Pada kontrak yang kita berempat sepakati ada poin tentang itu, kan?”
“Ada, sih, Mas. Aku hanya takut aja. Aku tahu Gavin se-playboy apa dulu.”
“Seharusnya dia patuh, apalagi tujuannya setuju dengan perjodohan ini karena takut gagal menjadi pewaris perusahaan, bukan?”
“Betul, Mas. Dia mau dijodohkan supaya Starlight bersedia menyelamatkan Dinata Express.”
“Baiklah, urusan Gavin kita anggap beres, ya,” kata Deni. “Sekarang gimana kondisimu, Sayang?”
“Aku baik-baik aja, kok, Mas. Rasa pusing terkadang muncul, cuma tidak sampai menyulitkanku. Aku masih bisa beraktivitas seperti biasa.”
“Andai aku dan Ervina udah resmi bercerai, kita pasti langsung menikah dan kamu tidak perlu setuju dengan perjodohan sialan itu,” kata Deni. “Sayangnya untuk sekarang aku belum bisa menceraikannya. Kita harus mencari waktu yang tepat, padahal aku sungguh ingin bercerai dengannya,” sambung pria itu.
“Masih ada waktu untuk menceraikannya, Mas. Mari santai aja, toh kita masih bisa tetap berhubungan,” balas Fiona. “Sekarang yang terpenting saat perutku semakin membesar … ada Gavin yang berstatus sebagai suamiku. Aku akan terselamatkan dari rasa malu sampai janin dalam kandunganku ini lahir ke dunia. Buah cinta kita.”
“Ya, saat kontrak pernikahanmu dengan Gavin berakhir, tentunya aku dan Evrina harusnya sudah bercerai. Lalu kita akan mencari waktu yang tepat untuk menikah. Kita tidak akan menjadi bahan cibiran karena nanti statusku duda dan kamu janda. Kita akan bahagia bersama anak kita.”
“Ya, tentu saja. Anggap aja sekarang Gavin sedang menyelamatkan kehamilanku agar nantinya anak kita tidak lahir di luar pernikahan.”
“Haruskah kita memberi tahu dia kalau kamu sedang hamil?” tanya Deni kemudian.
“Untuk apa? Aku pikir itu tidak penting. Pernikahan aku dengannya adalah untung sama untung. Toh dia nanti juga tahu sendiri tentang kehamilanku,” jawab Fiona.
“Jangan sampai Naily salah paham mengira itu anak Gavin.”
Fiona terkekeh. “Itu konyol.”
“Kamu benar juga, Sayang. Sekarang aku lega, masalah kehamilanmu ada jalan keluarnya. Walau bagaimanapun kita nantinya akan menikah dan aku tidak mau kamu melenyapkan janin tak bersalah yang merupakan buah cinta kita.”
“Aku juga mana mungkin tega menggugurkannya. Aku sangat menyayanginya, seperti aku menyayangimu.”
Sebelum menjawab, Deni mendekat pada Fiona. “Aku juga sangat menyayangimu, Sayang. Itu sebabnya aku semakin ingin menceraikan Evrina. Proses perceraian pun tidak bisa diburu-buru atau sesingkat yang kita inginkan. Untuk itu aku merelakanmu menikah dengan Gavin dulu, daripada perutmu membesar lalu reputasimu rusak karena dianggap menjadi orang ketiga alias penyebab perceraianku dengan Evrina.”
“Aku harap Gavin bisa dipercaya dan jangan sampai macam-macam padamu,” tambah Deni.
Fiona tersenyum. “Harus aku katakan berapa kali kalau Gavin setuju dengan perjodohan yang orangtua kami atur demi Dinata Express?”
“Tetap aja aku khawatir, Sayang. Jangan sampai kalian saling jatuh cinta hanya karena sering bersama.”
“Itu tidak akan terjadi,” jawab Fiona tegas. “Kamu tahu saat orangtuaku memberikan banyak daftar pria yang harus aku pilih untuk dijodohkan denganku … aku langsung memilih Gavin tanpa ragu. Dia paling cocok untuk membantu kita menyelesaikan masalah ini.”
“Dan terbukti benar. Terlalu berisiko kalau kamu menikahi pria sembarangan. Ini rahasia besar yang tidak semua orang bisa tahan untuk tetap tutup mulut. Gavin sangat cocok karena dia juga membutuhkan pernikahan ini.”
“Ya, makanya berhentilah khawatir tentang pernikahan palsu kami. Lebih baik kamu pikirkan bagaimana caranya bercerai dengan Evrina tanpa membuatnya berhenti menjadi penulis utama sinetron Pernikahan Sandiwara.”
“Aku setiap hari memikirkan itu, Sayang,” balas Deni.
Ya, Deni merupakan pemilik Gia-TV, stasiun TV swasta yang lumayan ternama di negeri ini. Stasiun TV yang menghasilkan program-program yang tak hanya berkualitas, tapi juga rating acaranya rata-rata tinggi. Salah satunya sinetron Pernikahan Sandiwara yang kini sudah mencapai lebih dari seratus episode, tapi tetap mempertahankan kualitas ceritanya sehingga rating-nya terus melejit serta menjadi acara yang paling banyak ditonton di semua stasiun TV. Apalagi jam tayangnya setiap hari pada prime time, membuat Gia-TV selalu kebanjiran iklan dan meraup puluhan miliaran setiap harinya.
Semua itu berkat Pernikahan Sandiwara yang selalu menjaga kualitas tulisannya sehingga penonton tidak bosan meskipun tayangnya setiap hari. Tentunya Evrina, sang penulis skenariolah yang menjadi kunci kesuksesan Pernikahan Sandiwara.
Jika Deni menceraikan istrinya itu, apa semua akan sama? Jujur saja Deni belum siap mengakhiri kesuksesan sinetron favorit hampir semua orang tersebut. Untuk itu ia akan berusaha mencari cara untuk bercerai tanpa membuat Evrina berhenti menjadi penulis utama.
***
“Menginap? Kenapa Bos tiba-tiba pengen menginap di sini?” Naily jelas merasa heran. Selama hampir satu tahun ia menjadi asisten Gavin, baru kali ini bosnya itu mengatakan ingin menginap. Selain itu, kalimat tersebut biasanya Gavin gunakan saat mengajak seorang wanita ke tempat tidur. Naily rasa Gavin mulai gila kalau sampai kepikiran mengajak tidur dirinya.
“Jangan salah paham, Ly. Aku tidak akan macam-macam, kecuali kamu yang duluan melemparkan diri ke ranjang dan sayangnya itu mustahil. Kamu bukan perempuan yang seperti itu.” Gavin lalu mengambil posisi duduk di sofa. Tak lama kemudian setelah membuka sepatunya, pria itu langsung merebahkan diri.
“Terus kenapa Bos ingin menginap di sini? Bos nggak pernah begini sebelumnya, jadi aku merasa heran,” balas Naily.
“Tadi setelah kamu turun dari mobil, aku menyadari ada yang mengikuti kita.”
Naily melebarkan matanya lantaran terkejut. “Siapa yang ngikutin kita dan buat apa?”
“Siapa lagi kalau bukan orang suruhan Fiona dan Deni?” Gavin malah balik bertanya. “Sepertinya mereka ingin memastikan kita benar-benar pacaran atau tidak. Itu sebabnya aku memutuskan ikut masuk dan secara tidak terduga … aku melihatmu sedang berbicara dengan mantan bodohmu. Iya, kan, tadi itu mantan pacarmu yang membuat kamu terlilit utang dulu?”
“Bos pasti mendengar pembicaraan aku sama Vero tadi.”
“Ya sedikitnya aku mendengar kalian bicara tadi,” jawab Gavin. “Jadi aku putuskan untuk bermalam di sini. Untuk berjaga-jaga aja, siapa tahu orang suruhan mereka masih mencari tahu,” tambahnya.
“Astaga. Kenapa jadi ribet begini? Seharusnya aku tidak terlibat dengan hal-hal seperti ini,” protes Naily.
“Sayangnya kamu udah telanjur terlibat, Ly. Lagian kalau dipikir-pikir … ini, kan, unit apartemen milikku yang sengaja aku suruh kamu tempati karena dulu kamu bukan hanya sebagai buronan para penagih utang, tapi kamu tunawisma juga.”
Naily hanya diam.
“Kenapa? Kamu keberatan aku bermalam di sini? Mau bilang di sini hanya ada satu kamar? Tenang, aku udah rebahan di sofa. Jadi aku tidak akan mengusik kasur empukmu.”
“Bukan keberatan, Bos. Lebih ke kurang nyaman aja.”
“Kurang nyaman?”
“Aku udah bekerja sama Bos setiap hari bahkan weekend pun aku masih disuruh kerja. Sekarang aku harus melihat wajah Bos di apartemenku?”
Gavin terkekeh. “Ada masalah dengan wajah tampanku ini? Takut lama-lama jatuh cinta, ya?”
“Bukan begitu. Berada di dekat Bos membuatku merasa sedang bekerja.”
“Kamu ini,” jawab Gavin. “Tenang aja, selagi menginap di sini aku tidak akan merepotkanmu. Aku juga tidak akan memberi perintah apa pun, jadi silakan lakukan rutinitasmu di apartemen seperti biasa.”
Mana bisa begitu? Naily jelas tidak nyaman! Sayangnya ia tidak bisa mengusir Gavin terlebih apa yang pria itu katakan memang benar bahwa ini apartemen milik Gavin.
“Baiklah, sekarang aku mau mandi terus tidur. Tolong tepati untuk tidak memberikan perintah apa pun,” ucap Naily akhirnya.
Gavin menunjukkan jempolnya. Kini pria itu mulai mengeluarkan ponsel di sakunya. “Kalau gitu aku mandi setelah kamu. Aku juga ingin mandi.”
Naily tidak menjawab.
“Ly….”
“Apa?”
“Kalau di depan Fiona sama Deni, panggillah aku dengan sebutan kamu atau sayang.”
Naily tentu paham sehingga tidak perlu mempertanyakan alasannya. “Iya,” jawabnya kemudian.
“Iya apa?”
“Iya aku bakal manggil Bos dengan sebutan sayang.”
“Coba praktekin sebentar.”
“Bos, katanya tidak akan memberi perintah apa pun. Lalu ini apa?”
“Ini bukan perintah melainkan permintaan, Sayang.”
“A-apa Bos bilang?” Naily agak tergagap mendengar panggilan Gavin padanya.
“Sayang, ada masalah?”
“Tapi ini bukan di depan Bu Fiona atau Pak Deni.”
“Gimana kalau kita membiasakan diri dengan panggilan sayang? Supaya tidak kaku dan terlihat seperti pasangan sungguhan,” saran Gavin. “Kamu setuju, kan, Sayang?”
“Sayang?” ulang Gavin karena Naily sama sekali tak memberikan respons.
Seakan terhipnotis Naily menjawab, “I-iya.”
“Iya apa? Bukan iya bos, ya,” kata Gavin.
“Iya, Sayang,” ucap Naily akhirnya.
Gavin tersenyum.