4. primadona ranjang

1056 Words
Dipecat untuk kedua kalinya dengan tidak hormat. Mega berjalan perlahan dengan membawa kotak berukuran cukup besar dimana terdapat barang-barang miliknya yang mungkin tidak akan pernah dipakainya lagi. Ya, dirinya tidak akan bekerja dimanapun lagi, sebab perusahaan mana yang mau menerima karyawan dengan jejak buruk sepertinya. Jadi benar, nasib akan membawanya pada Burhan. Lelaki yang akan menjadikannya seorang b***k pemuas nafsu. Mega masih berdiri di depan gedung Mahendra grup, lama-lama ia menatap gedung berlantai tiga puluh itu. Sedih, tentu saja. Harapan satu-satunya dimana ia menggantungkan hidup, kini semua itu hancur. Banyak hal yang disesali Mega, tapi ia tidak pernah menyesal telah menyelamatkan Davin dari kejahatan yang dilakukan ayahnya. “Ayo, Me. Kamu harus siap-siap bertemu burhan dan tamu pertamamu nanti.” Senyum penuh kesedihan terpancar di wajah Mega. Dengan langkah gontai, Mega berjalan menuju area parkir dimana sepeda motornya berada. Beberapa bulan lalu Mega sempat memiliki kendaraan yang layak, yakni sebuah mobil. Sayangnya mobil tersebut harus berakhir dijual untuk menyelamatkan dirinya dan juga Davin. “Kalau tahu akhirnya bakal jual diri juga, kenapa harus jual mobil?” Keluhnya sambil menatap sedih ke arah sepeda motor yang jauh dari kata layak. Memang masih berfungsi dengan baik, bisa digunakan untuk berangkat dan pulang kantor, tapi bentuk penampilannya sudah sangat memprihatinkan ditambah dengan kerusakan yang sering dialami membuat benda tersebut tidak indah dilihat. “Nanti aku akan menjadi primadona ranjang, aku akan membeli mobil yang bagus. Kamu akan segera pensiun, oke.” Mega menepuk motornya. Tanpa Mega sadari, Rei memperhatikannya dari kejauhan. Cukup jauh hingga ia tidak menyadari kehadiran lelaki itu. “Dia pulang lebih awal karena kondisi keluarganya.” Ucap Martin, lelaki yang dipercaya sebagai asisten pribadi Rei. “Ayahnya seorang pemabuk akut, ditambah sering berjudi hingga membuat kondisi keluarganya berantakan.” Rei tidak bergeming, tatapannya masih tertuju pada Mega yang perlahan meninggalkan kantor Mahendra. “Biarkan saja,” Balasnya setelah sosok Mega benar-benar hilang. “Seseorang yang tidak bertanggung jawab pada pekerjaannya tidak perlu dipertahankan.” Ucapnya lagi dengan nada dingin. Rei berbalik menuju lift. Apa yang dilakukannya hari ini merupakan hal yang sangat wajar, dimana ia memecat salah satu karyawannya yang dianggap tidak bertanggung jawab. Bukan hanya kali ini saja, tapi sudah berulang kali Rei melakukannya. Hal yang dianggap wajar itu tidak pernah sedikitpun mengganggu pikirannya kecuali Mega. Bahkan Rei mengikuti Mega sampai ke area parkir khusus karyawan. Area yang tidak pernah didatanginya selama ini. Rei merasa ada yang aneh dengannya, apalagi saat Mega tidak sedikitpun membela diri menerima kartu penalti darinya. Rei mengira Mega akan melakukan sedikit perlawanan atau setidaknya membela diri atas apa yang dilakukannya sebagai bentuk pertahanan. Diluar dugaan, Mega justru diam saja dan menerima keputusan Rei tanpa mengatakan apapun lagi. Apakah wanita itu memang sengaja ingin meninggalkan Mahendra group? Atau mungkin dia sudah menemukan tempat lain yang akan menerimanya bekerja. Entahlah, Rei tidak tahu pasti. Tapi Rei yakin setelah ini ia tidak akan lagi memikirkan wanita yang dengan berani menawarkan diri. “Murahan,” Gumamnya pelan. ** Sesaat setelah Mega sampai di rumah, ponselnya berdering dimana nama Burhan muncul di layar ponselnya. Sepertinya tua bangka itu memang sengaja mengikutinya setiap hari, pasalnya ia selalu tahu bagaimana kondisi Mega. Panggilan pertama diabaikannya, Mega lebih memilih untuk menaruh kotak yang dibawahnya dari kantor, lantas menyimpannya di dalam kolong tempat tidur. Tapi ponselnya tidak kunjung berhenti, sampai akhirnya Mega menerima panggilan Burhan. “Kapan kamu akan datang ke tempatku, cantik?” Tawa penuh kemenangan terdengar menggema dari seberang sana. “Besok.” Jawab Mega. Ia tidak akan mengelak atau berontak seperti sebelumnya. Mega sudah berada dalam fase pasrah. “Baguslah. Orang Ku akan menjemputmu berdandan lah yang cantik, kamu akan bertemu seseorang yang akan membeli mu. Dia sudah mengincar mu sejak lama.” “Iya.” Jawab Mega singkat. “Sampai bertemu besok cantik. Aku yakin kamu akan menjadi primadona disini.” “Tentu. b******k!” Mega lantas mematikan sambungan. Sesuatu yang mengganjal di hatinya kian membuat sesak, seperti ada batu besar. “Aku akan berakhir di tempat sampah bersama lelaki b******k itu, Ibu.” Lirihnya. “Tapi sebelum aku mati, aku akan memastikan Davin mendapatkan kehidupan yang layak. Aku kuat, Ibu.” Mega memegang pinggiran tempat tidur dengan begitu kuat, menahan sesak yang kini melanda hatinya. Jika dalam keadaan normal, Mega selalu menantikan hari esok dengan harapan hidupnya akan lebih baik lagi. Tapi yang terjadi hari ini justru sebaliknya. Ia merasa tidak ingin hari berganti, kalau bisa biarkan saja hari ini berhenti saja agar ia bisa menghindar bertemu Burhan. Sayangnya waktu yang diharapkan berjalan lambat itu, justru sebaliknya. Tanpa terasa waktu yang sangat dihindarinya itu tiba. Mega tidak berdandan seperti yang diminta Burhan. Ia justru mengenakan celana jeans dan kaos berwarna putih dengan membawa tas selempang. Tidak ada yang berubah dari penampilannya bahkan Mega nyaris tidak merias wajahnya sedikitpun. “Kamu tidak merias wajahmu?” Burhan yang sudah menunggunya langsung menghampiri dan memperhatikan penampilan Mega dengan seksama. “Tidak apa-apa.” Burhan mengangkat satu tangannya “Suruh Jelita datang dan bantu dia mempersiapkan diri.” Dua orang yang datang bersama Mega pun langsung masuk ke sebuah ruangan untuk mencari seseorang bernama Jelita. Tidak berselang lama sosok itu muncul. Seorang wanita berparas cantik dengan dandanan super minim. Mega yakin wanita itu salah satu pekerja di tempat milik Burhan, jika saja wanita itu tidak menempuh jalan pintas seperti ini, Mega percaya dia bisa mengandalkan kecantikannya untuk menggaet pengusaha muda. Sayangnya Jelita lebih memilih tempat kotor seperti ini. Tatapan Jelita tajam penuh persaingan, wanita itu pasti menganggap Mega adalah saingan terbarunya. Tapi Mega tidak peduli. “Ikut gue!” Ucapnya dengan nada ketus. Mega mengikutinya menuju sebuah kamar khusus dimana tidak hanya ada satu wanita, tapi ada lima orang lainnya dengan penampilan tidak kalah seksi dengan Jelita. Jangan harap mereka akan menyambut baik kedatangan Mega, semuanya menatap Mega penuh persaingan. “Duduk!” Mega duduk, dan perlakuan yang tidak pernah ia duga pun terjadi. Jelita merias wajah Mega dengan begitu kasar bahkan beberapa kali menyapukan bedak ke wajah nya dengan kasar hingga membuat Mega kesakitan. Ia tidak bisa diam dan dianggap lemah, saat ada kesempatan Mega pun menahan tangan Jelita dengan kuat. “Tidak perlu membuang-buang energi dengan menjadikanku saingan. Aku tidak akan lama di tempat sampah ini.” Ucap Mega dengan suara keras, agar semua orang yang ada di ruangan itu mendengarnya. “Seseorang akan menjemput dan menyelamatkanku dari tempat busuk ini!” Lanjutnya dengan tatapan tajam.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD