5. Kembali bertemu

1067 Words
“Kita ada pertemuan dengan seorang rekan bisnis, tapi kali ini mereka yang menentukan lokasinya.” jadwal Rei hari ini yang diberitahukan Martin. Rei masih menatap layar komputer di hadapannya, tapi ia mendengar dengan jelas ucapan Martin. Lelaki itu pun menyebut sebuah Kelab ternama yang begitu familiar di telinga Rei. Di dunia malam, khususnya dunia hiburan, Rei merupakan salah satu penikmatnya. Rei sering menghabiskan malam di tempat seperti itu, baginya hingar-bingar dunia malam merupakan salah satu cara melepas penat. “Sudah lama sekali aku tidak bermain-main di sana.” Rei mengalihkan perhatiannya ke arah lain. “Boleh juga.” Ia mengangguk-anggukkan kepalanya. “Kerja sama yang terjalin diantara kita sudah memasuki satu tahun, sudah saatnya kita menaruh sedikit kepercayaan pada mereka.” Balas Martin. “Tapi kita harus tetap waspada, jangan lengah. Karena musuh selalu menunggu saat kita lengah.” Martin setuju, ia menganggukkan kepalanya sebelum akhirnya pergi meninggalkan Rei sendiri di ruang kerjanya. Dalam kesendiriannya, Rei masih memikirkan bagaimana nasib Mega setelah dipecat dari perusahaan. Mungkinkah wanita itu kini bekerja disalah satu perusahaan saingannya, tidak menutup kemungkinan wanita itu akan menjadi pengkhianat setelah diperlakukan tidak adil olehnya. Apapun yang diketahui Mega mengenai informasi penting perusahaan, pastinya akan disebarkan dengan senang hati. Sedikit kekhawatiran itu membuat Rei ingin tahu dimana Mega saat ini. Tapi entah karena takut menyebarkan informasi penting atau mungkin Rei memang sedikit mengkhawatirkannya. “Tidak mungkin,” Rei menggelengkan kepalanya. Rasa tidak mungkin kalau ia sampai mengkhawatirkan wanita itu. Wanita yang dipungutnya dari kantor Mahendra yang saat itu dipimpin oleh Regan. Rei mempekerjakan Mega bukan tanpa alasan, ada dua alasan yang membuat ia mengajaknya bekerja sama. Pertama karena Rei ingin tahu apa yang direncanakan Sofia untuk menebak Venus dan yang kedua, Rei tahu bagaimana kemampuan Mega. Wanita itu hampir serupa dengan Venus, mereka memiliki kecerdasan diatas rata-rata. Selain dua hal itu, tentu saja Rei tidak ada niatan untuk mendekatinya apalagi membeli tubuhnya. Rei tersenyum sambil menggelengkan kepala. Saat pertama kali Mega datang menemuinya bukan untuk urusan pekerjaan tapi justru menawarkan dirinya, Rei benar-benar terkejut. Nyaris tidak percaya wanita yang dianggapnya baik itu ternyata memiliki niat yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Menjual diri. “Gila!” Gumamnya. Banyak wanita yang menawarkan diri seperti Mega, tidak hanya satu tapi banyak dan nyaris tidak terhitung. Rei memang pernah meniduri beberapa diantaranya, tapi Rei cukup pemilih dan tidak akan pernah melanjutkan hubungan tersebut ke jenjang yang lebih serius. Hanya sebatas mencari kesenangan semata, tidak lebih. Sebelum berakhir di atas ranjang, Rei dan wanita pilihannya itu akan melakukan kesepakatan. Entah dari segi bayaran atau hal lainnya. Tapi kebanyakan dari wanita yang tidur dengannya tidak pernah meminta bayaran, sebab mereka sama-sama ingin mencari kenikmatan sesaat saja. Setelahnya mereka akan saling melupakan. Satu lagi, Rei tidak meniduri wanita sembarangan apalagi wanita yang menjajakan dirinya pada semua lelaki, menjadikan dunia malam sebagai profesinya. Rei tidak mau mengotori kesehatannya dengan penyakit menular yang mungkin akan meracuni tubuhnya. “Berangkat langsung atau mau pulang dulu?” Tanya Martin saat waktu menunjukan pukul tujuh malam. Suasana kantor memang sudah sangat sepi, hanya tinggal beberapa orang saja diantaranya Rei dan Martin. “Langsung saja.” Balasnya. Lokasinya cukup jauh, yang memungkinkan Rei sampai sekitar tiga puluh menit, belum lagi kemacetan Jakarta yang belum juga menemukan titik solusi yang membuat jarak tempuh semakin lama. Sekitar pukul delapan lebih, Rei dan Martin sampai. Suasana kelab masih sedikit sepi, baru beberapa orang saja yang terlihat duduk di meja menikmati dentuman suara musik dan segelas minuman beralkohol. Rei tidak memilih salah satu meja yang ada di ruang utama Terlalu terbuka dan berisik, ia lebih memilih tempat khusus yang disediakan pihak kelab, tentu saja dengan harga berbeda dan mahal. “Mereka sudah datang, hanya saja masih ada sedikit urusan. Mungkin sedang memilih wanita untuk teman tidurnya malam nanti.” Rei menyeringai, mendengar penjelasan Martin. Di tempat ini, ada banyak wanita penghibur yang menawarkan jasa menemani minum sampai menemani tidur. Rei hafal semua wanita yang bekerja disini termasuk salah satu wanita yang paling terkenal dan bisa dibilang laris. Wajah dan penampilannya memang cantik dan menggoda, tapi Rei tidak pernah tertarik sedikitpun padanya. Dengan paras cantik dan ketenarannya, bisa dibayangkan berapa lelaki yang pernah tidur dengannya. Membayangkannya sudah membuat Rei jijik. Rei dan Martin duduk menunggu rekan bisnisnya datang. Mereka memesan minuman dengan kadar alkohol rendah. Setidaknya untuk permulaan saja, sebab semakin malam dan suasana semakin ramai, Rei akan memesan minuman dengan kadar alkohol tinggi. Rei bukan pemabuk atau mudah mabuk, seberapa banyak minuman yang dikonsumsinya, kewarasannya akan tetap terjaga. “Itu dia,” tunjuk Martin pada seorang lelaki bertubuh tambun. “Rei,” panggil lelaki bernama Yana itu. Rei membalasnya dengan melambaikan satu tangannya ke arah Yana. “Sorry telat. Ada sedikit masalah.” Lelaki itu duduk di sofa kosong, tak jauh dari tempat Rei berada. Rei menaikan satu alisnya, memperhatikan wajah Yana yang terlihat memerah. Bukan karena minuman, tapi sepertinya lelaki itu tengah emosi.. “Pelayanan wanita disini kurang memuaskan?” Selidik Rei. Yana menghela dan meneguk air mineral dalam botol yang tersedia di meja. “Barang baru, masih kaku dan sok suci.” Balasnya. Rei terkekeh. “Perlu diajarkan.” Yana menganggukkan kepalanya, mengiyakan ucapan Rei. “Pelajaran yang mungkin akan membuatnya lebih baik.” Tatapan Rei tertuju pada cincin bermata biru dengan ukuran besar melingkar di jari tengah Yana. Di sana terlihat bercak darah yang mungkin berasal dari wanita yang dimaksud Yana sebagai wanita amatiran. Yana memang terkenal memiliki temperamen yang buruk, tak jarang ia melampiaskan kekesalan dengan menyakiti lawannya. “Tapi tenang, sedang diperbaiki sebentar lagi dia datang. Dan aku sudah menunggunya cukup lama, barang bagus dan masih terjaga kebersihannya.” Senyum pongahnya mengembang sempurna. Rei hanya mengangkat bahu saja. Jika Yana tidak akan pernah melewatkan malam bersama wanita mana saja yang dirasa menarik, lain halnya dengan Rei. Kebutuhan biologis memang harus terpenuhi, tapi bagi Rei yang belum memiliki pasangan hal tersebut bukanlah hal yang wajib dilakukan setiap hari. Rei tidak menempatkan hal tersebut dalam urutan pertama hidupnya. Apalagi dengan wanita berbeda-beda. “Itu datang.” Tunjuk Yana dengan antusias saat dua wanita datang masuk kedalam ruangan dimana Rei berada. “Satu untukmu dan satu untukku.” Yana menaikan satu alisnya dengan tatapan jahil. Rei hanya tersenyum samar, sampai akhirnya senyum itu perlahan pudar saat melihat salah satu dari wanita itu. Rei menajamkan pandangannya, hingga nyaris tidak berkedip agar ia tidak salah mengenali sosok itu. “Mega?” Belum sempat Rei menyebut nama wanita itu, Martin sudah mendahuluinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD