7. Tawaran menarik

1061 Words
Mega hanya mengenakan pakaian dalam berwarna hitam, rok mini dengan warna yang sama. Pakaian atasnya sudah kotak tidak berbentuk dan tidak dapat digunakan lagi. Mirisnya saat ini Mega tengah berjalan mengikuti Rei dan Kemal menuju area parkir. Beberapa orang yang melihat, menatap Mega dengan tatapan meremehkan bahkan menertawakan, yang bisa Mega lakukan hanya menutup tubuh bagian atas dengan kedua tangannya. Memang tidak banyak yang mampu ditutupinya, tapi hanya itu satu-satunya bentuk usaha yang mampu dilakukannya. “Tinggalkan kami.” Ucap Rei, saat mereka sampai di area parkir, dekat mobil mewahnya. Kemal tersenyum samar, hafal apa yang akan dilakukan bosnya itu. “Baik.” Kemal tidak mengatakan apapun lagi, ia segera pergi meninggalkan Mega dan Rei berdua saja. “Masuk.” Ucap Rei dengan nada memerintah. “Di kursi depan!” Sentaknya, saat Mega hendak membuka pintu penumpang. “Kamu pikir saya supir?!” “Maaf, Pak Rei.” Lirih Mega. Mega kembali menutup pintu belakang, lantas membuka pintu depan dimana untuk pertama kalinya ia dan Rei akan berada di dalam satu mobil yang sama. Jika sebelumnya mereka pernah berangkat bersama ke suatu acara atau meeting di kantor lain, keduanya akan berangkat terpisah. Rei tidak pernah membiarkan karyawan ikut bersamanya dalam mobil yang sama. Malam ini mungkin pengecualian, karena Mega bukan lagi karyawannya. Mega masih menutupi tubuhnya dengan kedua tangan, sejujurnya Rei pasti sudah melihat semuanya termasuk bagian yang tengah ia tutupi, tapi Mega benar-benar merasa malu. “Pak Rei, nggak ada niat minjemin saya pakaian atau jas? Jujur saya malu banget.” Mega memberanikan diri. “Saya tahu, Pak Rei nggak tergoda lihat tubuh saya seperti ini, tapi saya.” “Pakai itu!” Rei melempar jas yang dikenakannya tepat ke arah Mega. “Terima kasih, Pak Rei.” Mega segera mengenakan jas berwarna abu-abu yang menenggelamkan tubuh kecilnya itu. Selama perjalanan, Mega dan Rei sama-sama memilih diam. Keduanya larut dalam keheningan hingga akhirnya mereka sampai di sebuah apartemen mewah yang diyakini sebagai tempat tinggal Rei. “Saya harus gimana?” Tanya Mega, saat mobil Rei berhenti di area parkir apartemen. “Saya pinjam jas dan uangnya dulu, boleh?” Mega benar-benar membuang rasa malu, atau mungkin lebih tepatnya saat ini Mega tidak memiliki rasa malu lagi. “Dompet dan tas saya ada di kelab, mungkin sekarang bakal jadi barang sitaan. Saya nggak ada uang untuk naik angkot.” Rei menatap Mega dengan tatapan menyelidik, dengan kedua tangannya dilipat di atas d**a. “Pulang dengan keadaan seperti ini?” Satu alis Rei terangkat. “Pak Rei pasti nggak mau saya masuk ke rumahnya, kan? Saya nggak punya pilihan lain selain pulang.” Rei menatap Mega dari ujung kaki hingga ujung kepala. Penampilan wanita itu sedikit lebih baik, meskipun rok yang dikenakannya kekurangan bahan dan super minim. Tapi gundukkan putih yang hanya dilapisi kain berwarna hitam itu tidak lagi terlihat, sudah tertutup rapat oleh jas miliknya yang melekat erat menutupi tubuh Mega. “Siapa yang mengizinkan kamu pulang? Kamu tuli? Aku sudah membeli mu tadi.” Rei tersenyum. Senyum yang sangat menyeramkan. Mega sempat mengira bahwa lelaki itu benar-benar datang untuk menolongnya, tapi ternyata lelaki itu hanya menggantikan posisi Yana saja. Nasib Mega tetap akan berakhir tragis, hanya beda pemain saja. “Pak Rei gantiin Yana?” “Mungkin, saya belum memutuskan.” Rei menghela. “Apapun itu saat ini kamu jadi tawanan saya, kamu sudah saya beli yang artinya kamu harus menuruti semua keinginan saya. Ayo, ikut saya!” Ajak Rei. Mega memang tidak punya pilihan lain, jika ia kembali berontak bisa dipastikan Yana dan Burhan bahkan Jelita akan semakin menyiksanya tapi Rei pun tidak kalah menyeramkan. Bisa saja lelaki itu memiliki kepribadian yang jauh lebih berbahaya yang bisa mengancam nyawanya. Dibalik ketampanannya mungkin saja Rei adalah jelmaan iblis penghisap darah perawan seperti dirinya. Mega bergidik ngeri membayangkan nasibnya mati kehabisan darah. “Kenapa?” Tanya Rei, saat menyadari kelakuan Mega. “Nggak apa-apa. Cuman kedinginan aja.” Selain hanya mengenakan rok pendek, Mega pun tidak mengenakan alas kaki yang membuat kedua kakinya terlihat memerah. “Masuk!” Pintu apartemen yang ditinggali oleh Rei terbuka, segala kemewahan adalah hal pertama yang dilihat Mega. Tidak bisa mendeskripsikan bagaimana mewah dan nyamannya tempat tinggal Rei, jika dibandingkan dengan tempat tinggalnya mungkin rumah Mega hanya sebesar dapurnya saja. “Pakai sandal.” Rei melempar sendal ke arah Mega. Ia pun mengambil sandal yang tergeletak di bawah. “Terima kasih,” balas Mega. Rei pergi meninggalkan Mega menuju kamarnya. Mega semakin kebingungan dan tidak tahu harus melakukan apa di rumah sebesar itu. Mega memberanikan diri menyusuri kediaman Rei, bukan untuk mencari barang mewah yang bisa dicuri, tapi untuk mencari lokasi yang aman, yang bisa ia duduki. Rei pasti marah kalau sampai melihat ia duduk di sofa mewahnya itu. Selang beberapa menit, Rei kembali keluar, ia tidak melihat keberadaan Mega, tapi karena luas apartemen tempat tinggalnya tidak memiliki banyak dinding penyekat, ia bisa melihat keberadaan Mega dengan mudah. “pakai ini.” Rei kembali melempar pakaian dari tangannya. Mega hanya bisa mendengus kesal tapi tidak berani menunjukkannya secara langsung. Lelaki itu benar-benar tidak memiliki sopan santun, gerutu Mega dalam hatinya. “Kamu mau tetap disitu?” Tanya Rei. “Saya harus dimana?” Mega balik bertanya. “Kamu tidak tahu fungsi sofa?” Bukannya menjawab lelaki itu justru membalikan pertanyaan Mega. “Tau! Sofa buat duduk, tapi saya takut mengotori sofa Pak Rei. Jadi saya cari tempat lain untuk duduk.” “Duduk disana!” Titahnya. Mega menghela, tapi ia tetap menuruti perintah Rei. Setelah mengganti pakaiannya, Mega pun duduk di sofa empuk berwarna putih tulang dimana terdapat televisi berukuran besar di hadapannya. “Pakai ini untuk mengobati lukamu!” Lagi-lagi Rei melempar obat beserta kain untuk mengobati luka di wajah dan di bagian tubuh lainnya. “Terima kasih.” Mega tidak akan mengumpat apalagi mengatakan kalimat-kalimat yang mampu menyinggung lelaki itu, meskipun Mega tidak tahu niat dan tujuan Rei membawanya, setidaknya lelaki itu sudah menolongnya dari lelaki bau seperti Yana. “Setelah ini saya bagaimana Pak Rei?” Tanya Mega, ia merasa tidak nyaman berlama-lama ada di tempat lelaki itu. Bagaimanapun juga ia harus pulang. “Saya sudah dibeli Pak Rei, jadi saya harus bagaimana?” Tanya Mega lagi. Tapi seolah tidak tertarik dengan ucapan Mega, Rei justru fokus pada layar ponselnya sejak tadi. “Pak Rei mau tidur sama saya, menggantikan Pak Yana?” Pertanyaan Mega kali ini berhasil membuat lelaki itu akhirnya menoleh.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD