Hohe-Hohe

1993 Words
"Apa... Katakan saja!" tuntut Lucky. Dia lantas menunduk untuk memberi tatapan intimidasi pada Susan, karena Lucky benar-benar ingin memastikan jika Susan tadi belum sempat memperhatikan miliknya. "Itu... anu Tuan... anu Tuan kayak timun arab. Gede bangett...!" ucap Susan jujur dan Lucky semakin di buat melotot. "What...!" seru Lucky. "Serius. Punya Tuan gede bangettt. Lucu , tapi juga ngeri ngebayangin nya!" ujar Susan lagi. Susan lantas menurunkan kedua kakinya di atas ranjang lalu buru-buru berlari ke arah kamar mandi dan mengunci pintu kamar mandi itu dari arah dalam, antisipasi jika tiba-tiba laki-laki setinggi tiang listrik itu justru dirasuki setan dan berakhir ingin berbuat m***m padanya. Lucky juga langsung menggigit giginya sendiri karena kesal juga malu. Bisa-bisanya istri mininya justru berkata seperti itu. Apa dia tidak tahu jika itu adalah bagian paling menakjubkan dari anggota tubuhnya yang lain. Lucky lantas mengikuti langkah cepat Susan ke kamar mandi, dia masih ingin menuntut penjelasan terkait apa saja yang tadi Susan lihat pada tubuhnya, tapi tentu saja Lucky tidak bisa membuka pintu kamar mandi itu karena Susan memang sudah menguncinya dari arah dalam. "Susan... Buka pintunya. Aku masih belum selesai berbicara!" teriak Lucky. "Enggak. Susan gak mau berbicara sama Tuan. Apa lagi kalo untuk membahas masalah tadi. Iiih engak banget dah. Ngeri Susan ngebayangin nya , Tuan!" saut Susan dari arah dalam, dan Lucky tentu saja hanya bisa kembali menggigit giginya dengan perasaan kesal bercampur malu, tapi ternyata diam-diam Lucky juga tersenyum ketika menyadari jika istri mininya itu benar-benar sangat menggemaskan. Lucky menghela nafas dalam diam, lalu menghembuskan nya pelan. Menyikat rambutnya dengan jari tangannya seraya meremasnya karena mendadak kepalanya jadi migrain hanya karena membayangkan tingkah laku istri mininya. Tidak ingin terlarut dalam pikirannya sendiri, Lucky akhirnya memutuskan keluar dari kamarnya lalu menyusul ayah dan ibunya ke meja makan seperti apa yang kedua orang tadi minta padanya, akan tetapi ternyata kedua paruh baya itu justru sedang terlihat asik di ruang tengah rumah itu dengan layar televisi yang menyala lebar di depannya. Lucky langsung mendaratkan bokongnya di samping sang ibu, kemudian mengambil alih remote televisi itu untuk mengganti saluran televisi, tapi buru-buru dihentikan oleh Wenda. "Mana Susan kenapa kalian tidak turun bersamaan?" tanya Wenda yang kini sudah merampas kembali remote televisi itu dari tangan Lucky. "Dia lagi mandi Ma...!" jawab Lucky santai. "Kenapa kamu membiarkannya mandi sendiri? Bukankah tadi Mama bilang kamu harus menemaninya mandi?" ujar Wenda dengan tatapan sinis ke arah putranya. "Kenapa Lucky harus menemaninya mandi? Dia udah gede Mama... udah bisa mandi sendiri. Bukan balita satu atau dua tahun!" jawab Lucky tapi Wenda justru menggeleng. "Bukan begitu juga maksud Mama Lucky," Wenda menepuk sebelah paha putranya lalu mencubitnya karena kesal bin gemas. "Mama mau tanya sama kamu! Apa ini adalah kali pertama kalian melakukannya? Maksud Mama apa ini kali pertama Susan melakukannya?" ucap Wenda dengan sedikit menekan nada bicaranya dan mendadak Lucky justru kesulitan menelan nafasnya sendiri. Matanya kini justru melirik ke arah Matteo seolah jawaban dari pertanyaan ibunya ada pada laki-laki itu, laki-laki yang merupakan ayah dari Lucky itu tentu saja hanya mengedikkan bahu karena memang yang tahu itu pastinya hanya Lucky sendiri, dan percaya atau tidak Lucky justru mengangguk seolah anggukannya itu adalah jawaban iya dari pertanyaan sang ibu, padahal Lucky sendiri tidak tahu apakah sebelumnya Susan pernah melakukan itu atau tidak. Namun berdasarkan penafsiran Lucky , melihat dari sikap dan kekhawatiran Susan terhadap tubuhnya juga reaksi Susan ketika melihatnya tanpa busana tadi di kamar mandi, Lucky berani mengambil kesimpulan jika Susan belum pernah melakukan adegan ranjang itu. Lucky yakin itu. "Iya. Ini kali pertama untuk Susan!" jawab Lucky ragu. Namun detik berikutnya Wenda justru kembali menepuk paha Lucky dengan sangat keras untuk memberi pelajaran pada putra tengilnya. "Nah itu. Itu maksud Mama. Kamu harus menemani juga membantunya untuk mandi karena Mama yakin dia pasti merasakan rasa sakit yang sangat ngilu pada inti tubuhnya. Soalnya ini baru kali pertama dia melakukan itu... Eeeh kamu malah tidak peka, Lucky!" seru Wenda dengan suara yang terdengar lepas. Wenda memang seperti itu orangnya. Dia tidak bisa berbicara pelan. Dia selalu blak-blakan dan powerful, bahkan saat harus membahas perkara seperti ini pun Wenda tidak bisa menahan nada bicaranya untuk tidak menggelegar, hingga membuat Matteo dan Lucky serempak mengucek telinganya karena mendadak panas. "Jadi ayo. Lebih baik kamu kembali ke kamar kamu dan tunggu istrimu keluar dari kamar mandi. Mama yakin dia pasti tidak bisa berjalan dengan benar. Lihat saja badannya yang mini, dan tiba-tiba digempur sama kamu yang segede gardu ini. Oooh Mama benar-benar tidak bisa membayangkan bagaimana sakitnya dia...!" ucap Wenda yang justru mendorong tubuh putranya untuk bangkit dari duduknya. "Ma... Gak sampai seperti itu lah...!" tolak Lucky, tapi Wenda justru menggeleng. "Nggak sampai seperti itu bagaimana? Jelas saja enggak kerasa di kamu karena kamu hanya bisa merasakan rasa enaknya saja, tapi tidak dengan Susan. Dia pasti merasakan rasa sakit yang begitu mendera tapi dia malu saja mengatakannya sama kamu. Namun bukan berarti kamu juga tidak tahu itu. Harusnya kamu tanya apa yang dia rasakan, jangan hanya menginginkan enaknya saja, tapi kamu justru menyakitinya dan sekarang kamu justru tidak peduli dengan rasa sakitnya!" balas Wenda dengan semakin menggebu. "Maa. Sudahlah. Lagian kenapa pula Mama yang jadi repor sih. Ini kan urusan mereka!" Timpal Matteo. Matteo mendadak pusing dengan ocehan istrinya, terlebih lagi ketika Matteo melihat ekspresi putranya yang terlihat serba salah. "Pa... Mama itu nggak bisa terus diam. Bagaimana kalau Susan tiba-tiba ngambek, lalu nyerah jadi istrinya Lucky karena Lucky tidak peka. Bagaimana kalau dia tiba-tiba kabur karena trauma? Bagaimana kalau...?" "Eeeh Mama ini ngomong apa sih. Susan gak akan kabur. Percaya sama Lucky. Kan Lucky udah bacain dia mantra suku Lebanon biar dia klepek-klepek sama Lucky dan nggak bisa jauh sama Lucky. Mama yang ngajarin lho... Jadi Mama tenang aja?" balas Lucky, dan Wenda langsung terdiam. Dua asisten rumah tangga lantas menyuguhkan secangkir kopi untuk Lucky dan dari arah duduknya, Lucky melihat keberadaan bibi Marni yang sedang menata meja makan. "Aah pokoknya kamu harus balik ke kamar kamu, Lucky. Tolong pastikan kalo Susan baik-baik saja. Ayo...!" Wenda menyikut lengan Lucky yang hendak menyeruput kopinya. "Entar dulu Mama. Lucky mau ngopi dulu!" "Ngopinya nanti aja. Pokonya kamu harus pastikan menantu Mama enggak trauma setelah malam pertama. Cepat!" Wenda kembali mendorong tubuh Lucky untuk bangkit dari duduknya dan kali ini Lucky benar-benar tidak punya kalimat untuk menolak ucapan ibunya atau resikonya wanita itu sendiri yang akan pergi ke kamar , mengecek kondisi Susan dan paling parah Wenda bisa saja bertanya perkara malam pertama pada Susan, dan Lucky yakin jika Susan pasti akan berkata apa adanya. Mengatakan jika mereka belum melakukan apapun dan itu justru petaka untuk Lucky sendiri. "Oke... Oke. Mama yang tenang. Lucky balik ke kamar ni sekarang, tapi tolong biarkan Lucky menyeruput kopi Lucky beberapa seruputan lagi. Kepala Lucky bisa sakit kalau nggak ngopi pagi!" ucap Lucky dan Wenda langsung melipat kedua tangannya di depan d**a seraya menatap tajam ke arah putra satu-satunya itu dan benar saja , Lucky juga langsung bergegas bangkit dari duduknya lalu berjalan cepat ke arah tangga rumah itu untuk segera naik setelah dia benar-benar menyeruput beberapa kali kopi hitam itu. Wenda melirik suaminya yang terlihat mengerutkan dahinya, lalu membuang pandangannya ke arah lain lagi. "Papa jangan ikut-ikutan kalo Mama lagi ngomel sama Lucky. Ingat... Papa juga dulu kan gak peka sama Mama. Makanya dulu Mama kabur pas pesta pernikahan di gelar. Ingat itu... kesal Mama kumat!" sarkas Wenda seolah memaksa Matteo untuk mengingat kejadian tiga puluh empat tahun lalu, saat mereka baru menikah, dan saat Matteo memerawaninya dulu. Sakit, tapi Matteo sama sekali tidak memahami kondisinya, malah minta lagi dan lagi, alhasil Wenda kabur. "Tapi kan itu dulu Mama...!" "Iya itu dulu. Dulu saat Papa pertama kali melakukan itu pada Mama. Sakit Pa... Ya sama lah sama Susan sekarang. Kata Lucky ini kali pertama Susan melakukan itu, artinya mungkin Susan akan jauh lebih sakit dari Mama dulu. Liat aja kesenjangan dan perbedaan bobot tubuh mereka. Lucky segede gardu, dan Susan sekecil botol Yakult!" sarkas Wenda dan Matteo justru cekikikan mendengar ucapan istrinya. "Terserah Mama saja lah. Papa mah percaya, Mama suhunya!" balas Matteo. Mengangkat sebelah pahanya untuk dia topang dengan paha satunya dan Wenda hanya terlihat menggelengkan kepala. Sementara di kamar. Lucky masuk dan sudah langsung melihat Susan sedang berdiri di depan lemari bercat putih di sisi kamar mereka. Lucky duduk di sudut ranjang seraya menatap ke arah Susan dalam diam. Tidak berkata apa-apa , dia hanya diam dan terus memperhatikan Susan, dan Susan menyadari tatapan laki-laki itu. "Kenapa Tuan melihat Susan seperti itu? Apa ada yang aneh dari wajah Susan?!" Susan kembali berbalik ke arah cermin untuk mengoreksi wajahnya karena pikirnya mungkin saja di wajahnya ada noda, akan tetapi Susan tidak melihat ada kelainan di wajahnya dan Lucky juga lekas bangkit dari duduknya. "Susan... Dengarkan aku!" ucap Lucky setelahnya dan Susan mendengar dengan seksama. "Apa Tuan!" Susan. "Tadi Mama bertanya sama aku. Apakah ini kali pertama kamu melakukan itu?" ucap Lucky. "Melakukan apa Tuan?!" Susan malah bingung dengan pertanyaan Lucky tadi. "Ya melakukan itu. Melakukan malam pertama, atau seexx!" ucap Lucky dengan menekan kalimatnya. "Kapan Susan melakukan seexx itu? Susan belum pernah Tuan..." balas Susan dengan tatapan bingung ke arah Lucky. "Oooh apa jangan-jangan semalam diam-diam Tuan melakukan itu pada Susan...?!" ucap Susan menuntut dan tiba-tiba bola mata Susan terlihat berkaca-kaca, dan detik berikutnya tangis itu juga langsung pecah. "Huaaaaa Tuan jahat... Tuan jahat...!" "Eeeeh .... apa-apaan kamu, Susan. Siapa yang melakukan itu padamu?!" Lucky langsung membekap mulut Susan sebelum tangis wanita itu semakin pecah dan nyaring. "Tuan... Kan tadi Tuan bilang gitu!" ucapnya dengan suara yang terdengar bergumul di rongga mulutnya. "Aku gak pernah melakukan itu Susan. Aku kan hanya bertanya. Lebih tepatnya lagi pertanyaan itu adalah pertanyaan dari Mama. Apa ini kali pertama kamu melakukan itu!" ucap Lucky tapi Susan malah menggeleng . "Enggak Tuan. Susan belum pernah melakukan itu . Sumpah...!" ucap Susan dan Lucky menghela nafas. "Jadi kamu belum pernah melakukan itu?!" kutip Lucky dan Susan langsung menggeleng. Lucky justru terlihat mengangguk seolah memastikan jika apa yang baru saja Susan katakan adalah satu kebenaran jika wanita itu memang belum pernah melakukan adegan seperti itu sebelumnya. "Tidak Tuan." Susan. "Baik. Baiklah. Aku percaya!" ucap Lucky setelahnya dan baru setelah itu Susan menelan rasa inginnya menangis. Susan mengusap kelopak matanya sementara Lucky sendiri justru terlihat menopang dagunya dengan sebelah tangan yang dia lipat di depan d**a. Berusaha berpikir apa yang harus mereka lakukan sekarang untuk menghadapi pertanyaan yang mungkin saja akan kembali keluar dari bibir ibunya. "Susan...!" Lucky . "Iya Tuan." Susan. "Begini saja. Kan semalam Mama dan Papa taunya kita habis malam pertama. Habis hohe hohe... dan tadi aku juga mengatakan jika ini adalah kali pertama kamu melakukan itu!" ucap Lucky dan Susan langsung mengangguk meski sedikit ragu. "Hohe hohe itu apa Tuan?" tanya Susan. Lucky langsung menepuk jidat karena merasa dongkol. 'Haruskah dia berkata blak-blakan perkara sexxx itu...?' "Itu kegiatan malam pertama untuk pasangan pengantin baru... pasti pernah dengar kan...?!" balas Lucky "Oooh oke. Iya terus...!" Susan menyimak. "Nanti kalo Mama nanya apa aku memperlakukan kamu dengan sangat baik, jawab saja iya. Intinya buat mereka yakin jika semalam kita benar-benar habis melakukan kegiatan suami istri!" ucap Lucky dan perlahan Susan mengangguk. "Tapikan Tuan...!" "Ini cuma pura-pura Susan. Aku tetap tidak akan melakukan itu padamu, meskipun sebenarnya aku sah-sah saja jika ingin melakukan itu!" potong Lucky karena dia tahu apa yang akan Susan keluhkan, dan Susan langsung terdiam. "Eehmm... Oke Susan ngerti!" jawab Susan dan Lucky terlihat melepas nafasnya lega. "Tapi Tuan... Susan kan gak tau perkara begituan, entar kalo Nyonya Mama nanya... Ehm... Bagaimana rasanya...? Susan kudu jawab apa?" tanya Susan benar-benar sangat polos. Namun meski begitu Lucky menanggapi serius pertanyaan Susan, karena itu bisa saja akan ditanyakan oleh ibunya. Mereka terdiam. Benar-benar terdiam. Memikirkan jawaban apa yang sekiranya pantas untuk mereka berikan jika Wanda bertanya hal itu , dan tiba-tiba Lucky justru tersenyum ke arah Susan saat dia menemukan jawaban atas kecemasan Susan itu. "Aku tau Susan. Aku tau...!" Lucky berseru dengan sorot mata berbinar. "Apa Tuan...?" balas Susan ikut sumringah. "Eeeh bagaimana kalo kita....................."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD