Ranjang yang empuk, rasa lelah yang begitu mendominasi, di tambah tekanan mental dari Lucky yang terus meminta ini dan itu, benar-benar membuat Susan lelah dan letih. Namun dari semua itu Susan sedikit merasa lega , karena pada kenyataannya kedua orang tua Lucky menerimanya dengan tangan terbuka, dan percayalah, itu jauh lebih dari cukup untuk seorang wanita ketika memasuki dan bertemu keluarga dari suaminya, karena faktanya hanya satu diantara seratus wanita yang beruntung bisa mendapatkan mertua yang baik lagi menerima mereka apa adanya dan sepertinya Susan adalah satu diantara seratus orang itu.
Meskipun awalnya kecemasan begitu mendominasi hatinya saat Lucky tiba-tiba menyerangnya dan mencengkeramnya di atas ranjang, nyatanya rasa takut itu perlahan mulai luntur, karena sepertinya Lucky tipe laki-laki yang bisa dipercaya dan bisa dipegang ucapannya.
Terlalu naif memang, saat Susan dengan segala pikiran polosnya itu mengira semua laki-laki itu baik seperti ayahnya, dia hanya tidak tahu sebagaimana menakutkannya seorang laki-laki ketika pikirannya diselimuti oleh gairah.
Benar kata salah satu quotes, jika pria dan wanita berada di satu ruangan, maka orang ketiganya itu adalah setan, dan setan bisa menggoyahkan iman seorang laki-laki ataupun perempuan agar melakukan sesuatu yang setan inginkan, akan tetapi di sini Susan dan Lucky sudah resmi sebagai suami istri dan sepertinya setan juga tidak berniat untuk menggoda mereka untuk melakukan sesuatu yang dipikirkan semua orang, buktinya semalam Lucky benar-benar tidak menyentuh apalagi melecehkan Susan. Tidak sama sekali.
Paginya Susan bangun dengan perasaan sangat nyaman. Dia menggeliatkan pinggang dan punggungnya ke atas berharap cara itu bisa menambah tinggi badannya karena dulu ayahnya selalu mengatakan hal tersebut, begitu juga dengan guru olahraganya. Namun faktanya sampai sekarang tubuh Susan tetap segitu segitu saja dan hal yang sangat wajar jika kemarin Wenda justru terus terang mengatakan jika tubuh putri menantunya itu mini.
Susan berjalan ke arah kamar mandi , dengan langkah setengah sadar , dan mata yang masih belum sepenuhnya terbuka, juga pandangan yang masih buram, Susan menekan gagang pintu kamar mandi dan melangkah masuk begitu saja, dan bersamaan dengan itu Lucky justru keluar dari bilik shower, dengan rambut kepala dan seluruh tubuhnya yang basah, dan paling parahnya , Lucky keluar tanpa busana ataupun handuk, karena rank handuk ada di luar bilik shower itu.
Susan diam sejenak, menatap tubuh tinggi Lucky yang katanya setinggi tiang listrik, sementara Lucky sendiri pun terdiam dengan rasa terkejutnya ketika menyadari seseorang saat ini ada di kamar mandinya.
Air menetes-netes di sekujur tubuh Lucky, dan Susan menatap dari bawah sampai ke tengah badan Lucky. Sesaat Lucky terpaku dari terkejutnya, dan detik berikutnya, suara jeritan kencang terdengar dan langsung menggema di kamar kecil itu karena bersamaan dengan itu, Susan mendapatkan kesadarannya.
"Aaahhh...." Lucky.
"Aaahhh... Tolong....!" Susan buru-buru menutup matanya dengan telapak tangannya kemudian berbalik untuk segera meninggalkan kamar mandi itu, akan tetapi saat dia membuka pintu, kepalanya justru kejedot sama pintu itu karena Susan menariknya terlalu kuat dengan mata yang tertutup hingga tubuh Susan justru tersungkur ke lantai kamar mandi , sementara Lucky pun tidak kalah syoknya saat seorang wanita melihat tubuhnya dalam kondisi polos, dan dengan gerakan cepat tangannya langsung menyambar satu handuk yang tergantung di luar bilik shower itu untuk menutupi tubuh bagian bawahnya lalu kembali masuk ke dalam bilik tower berharap Susan belum sepenuhnya melihat tubuhnya.
"Ooh apa yang kamu lakukan di sini bocah mini?!" teriak Lucky dari arah bilik shower, tapi Susan tidak menjawab.
Lucky menyibak rambut basahnya ke belakang kemudian benar-benar mengeringkan tubuhnya dengan handuk itu sebelum akhirnya dia kembali melilit handuk itu dengan sangat mantap di pinggang rendahnya agar tubuh bagian bawahnya tidak terekspos seperti tadi.
"Susan apa kau sudah keluar?!" kembali Lucky berteriak untuk memastikan wanita itu sudah keluar, karena sungguh dia tidak ingin membuatnya kembali terkejut. Namun lagi-lagi Susan tidak menjawab dan pikir Lucky, Susan sudah keluar.
Lucky menghela nafas dalam diam kemudian menghembuskannya dengan sangat pelan, kembali melakukan hal yang sama untuk menormalkan degub jantungnya yang sesaat berpacu dengan kecepatan di atas rata-rata. Ooh... Untung Lucky tidak sampai serangan jantung.
Perlahan Lucky mengeluarkan sebelah kakinya untuk memastikan keadaan. Namun naasnya, Lucky justru melihat Susan tergeletak di kamar mandi.
"Susan...!" Lucky memanggil istri mininya akan tetapi wanita itu justru tidak bergerak di sana.
Perlahan Lucky mendekat untuk memastikan apa yang terjadi ,dan ternyata wanita itu justru pingsan di sana.
Lucky menepuk jidat dan kembali menghela nafas, berusaha menggoyang-goyangkan tubuh Susan akan tetapi Susan sama sekali tidak merespon hingga mau tidak mau Lucky harus mengangkat tubuh mini itu yang sangat ringan untuk dia bawa ke atas ranjang dan membaringkannya.
Karena bingung... Lucky memanggil ibunya untuk membantunya, dan dengan langkah tergesa Wenda dan Matteo bergegas ke kamar Lucky.
Lucky buru-buru memakai pakaiannya, hanya kaos longgar dan celana kain selutut, lalu duduk di punggung sofa melihat bagaimana ibunya berusaha menyadarkan Susan, istri mininya.
"Sebenarnya apa yang terjadi Lucky. Apa kamu habis melakukan kekerasan dalam rumah tangga?" tanya Wenda.
Dia terus menggosok telapak tangan Susan dan sesekali mendekatkan aroma minyak kayu putih di depan hidung Susan.
"Lucky tidak melakukan apa-apa Mama. Serius!" jawab Lucky .
"Tapi liat ini. Kenapa jidatnya malah merah seperti ini!" tanya Wenda lagi.
"Lucky gak tau Mama. Tadi Lucky...!" suara Lucky menggantung di udara saat Wenda merasa tangannya di genggaman, dan detik yang sama suara serak Susan memecah kecemasan mereka.
"Ooh kepalaku sakit...!"
Susan memijat kepalanya sendiri dengan sebelah tangannya dan Wenda membantu wanita muda itu untuk bangkit dari tidurnya lalu menawari nya air putih, dan iya tentu saja Susan langsung menerimanya, meminumnya beberapa teguk untuk membasahi rongga tenggorokannya yang terasa kering.
"Oh apa yang terjadi dengan kamu sayang?!" Wenda mengulang pertanyaannya, tapi kali ini pertanyaan itu dia tujukan pada Susan.
"Mama... Kenapa Mama ada di sini?!" ucapnya , masih sambil memijat kepalanya sendiri, dan Wenda justru melirik ke arah putranya, tapi lagi-lagi Lucky hanya mengedikkan bahunya seolah dia memang tidak tahu apa yang terjadi dengan istri mininya itu.
"Kata Lucky kamu pingsan di kamar mandi, jadi Lucky panik!" jawab Wenda dan tentu saja Susan langsung mengingat apa yang terjadi.
Sesaat pandangan Susan tertuju ke arah Lucky dan mendadak Susan justru kesulitan untuk menelan salivanya sendiri karena yang terbesit saat ini adalah apa yang sebelumnya dia lihat di kamar mandi. Lucky yang tanpa busana apapun dan tadi Susan dengan sangat jelas melihat terong milik Lucky yang menggantung di antara kedua pahanya. Lemes, tapi lebih kek menyerupai terong dan buah salak.
"Anu Mama. Itu tadi Tuan Lucky... Eh maksud Susan... Suami Susan tadi... anu... dia... dia..."
"Apa dia memukul kamu?" Wenda menyela karena Susan bicara dengan nada takut, tapi detik berikutnya Susan langsung menggeleng.
"Enggak Mama. Suami Susan gak mukul..." jawabnya.
"Terus kenapa kamu bisa pingsan di kamar mandi?!" tanya Wenda memastikan.
"Anu itu... tadi suami Susan...!"
"Minum dulu Sayang. Sepertinya kamu dehidrasi!" ucap Lucky yang kini sudah berpindah tempat duduk di sebelah Susan, dan kembali mendekatkan tangan Susan yang masih memegang gelas air minum, seolah ingin menunjukkan pada kedua orang tuanya bahwasanya dia dan Susan memang pasangan suami istri yang penuh cinta, tapi Susan justru melihat Lucky dengan perasaan takut hingga tangannya pun ikut gemetar, dan Wenda menyadari situasi itu.
Wenda menggenggam sebelah tangan Susan, seolah ingin mengatakan jika dia tidak sendiri. "Ayo. Jangan takut. Katakan apa yang terjadi tadi di kamar mandi? Apa kamu melihat sesuatu yang sangat menakutkan. Seperti hantu misalnya...?" ucap Wenda dan detik berikutnya Susan justru menangis.
"Huaaa...! Ini lebih menakutkan dari hantu Mama!" ucap Susan dan Wenda langsung menatap suami dan putranya , heran.
"Lebih menakutkan dari hantu...?!" kutip Wenda dan Susan langsung mengangguk.
"Iya Mama. Tadi suami Susan tidak...!" suara Susan tertahan di tenggorakannya, karena Lucky sudah lebih dulu menutup mulut Susan dengan telapak tangan besarnya.
"Apa yang ingin kau katakan?!" desis Lucky dengan sangat lirih di telinga Susan tapi Susan semakin merasa takut.
"Eeeh apa-apaan ini Lucky. Lepaskan tanganmu. Entar Susan gak bisa bernafas!" Wenda menarik lengan Lucky, tapi Lucky justru semakin memeluk leher Susan agar Susan tidak mengatakan apa apa.
"Mama... Susan hanya syok. Kan ini hari pertama dia di rumah ini. Dia hanya belum terbiasa tidur dan berbagi kamar dengan ku. Jadi ya gitu deh!" ucap Lucky berusaha menjabarkan masalah itu hanya dari garis besarnya saja.
Tentu saja Lucky tidak bisa membiarkan Susan berbicara terus terang, karena mulai dari kemarin Lucky bisa menyimpulkan bahwasanya Susan itu suka berbicara blak-blakan dan terus terang. Dia tidak bisa menyembunyikan apapun yang bersifat intim dan Lucky takut jika Susan justru mengatakan kejadian yang sebenarnya.
Oh sungguh itu benar-benar sangat memalukan.
"Apa itu benar Susan!" kutip Wenda dan Susan langsung terdiam, tapi sorot matanya terlihat berkaca-kaca, tapi detik berikutnya Susan juga mengangguk.
"Iya Mama. Tadi Susan hanya kaget saat tiba-tiba melihat Lucky tidur sambil memeluknya. Dia lupa kalo kita sudah menikah, dan mengira aku ingin memperkosanya!" ucap Lucky dan lagi-lagi Wenda menatap mata berkaca-kaca Susan, dan kali ini Susan juga kembali mengangguk saat mengingat pembicaraan dia dan Lucky semalam, jika mereka harus bersikap manis seperti pasangan suami istri yang sesungguhnya, dan jika dia tidak melakukan apa yang Lucky inginkan, itu sama artinya dia sudah mengingkari kesepakatan mereka .
"Oh syukurlah...!" Wenda mengelus d**a. Dia kembali menatap ke arah Susan dan perlahan Lucky juga melepas bekapan tangannya di mulut Susan.
"Sebenarnya Mama tidak heran jika kamu merasa demikian. Namanya juga baru nikah, jadi memang butuh adaptasi untuk membiasakan diri . Nanti lama-lama kamu juga akan terbiasa," sambung Wenda lagi dan Lucky yang justru mengangguk.
"Betul!"
"Udah sekarang Mama keluar dulu, kalo ada apa-apa, jangan ragu untuk mengatakannya sama Mama, atau kalo dia melukaimu, atau membuat kamu marah, katakan saja sama Mama. Nanti Mama yang akan mengurusnya!" ucap Wenda lembut dan Susan terlihat mengangguk.
"Baiklah Mama!" jawab Susan ragu, tapi Lucky justru terlihat menghela nafas.
"Sama ini...!" Wenda menunjuk ke arah kening Susan. "Kompres pake air dingin saja kalo masih puyeng. Biar memarnya gak sampai biru!" ucap Wenda dan Susan kembali mengangguk.
"Sebenarnya tadi kalian habis ngapain dah. Kok bisa kepala kalian kejedot!" kali ini Matteo yang menyahut, dan Lucky justru menggaruk pelipisnya sambil nyengir.
"Ada deh pa... Papa kek gak tau aja. Kan tadi Lucky dah bilang, Susan hanya terkejut. Jadi kejedot!" jawab Lucky, tapi kali ini Wenda juga ikut menghela nafas.
"Kalo gitu, kalian bersiaplah. Mama tunggu di meja makan!" ucap Wenda setelahnya. "Dan kamu, Lucky. Tolong bantu Susan mandi, bila perlu tungguin dia di kamar mandi. Jangan sampai dia malah kembali panik, atau melihat sesuatu yang tidak bisa kita lihat di kamar mandi!" sambung Wenda dan kali ini Lucky yang justru kesulitan menelan salivanya sendiri, tapi meski begitu Lucky juga tetap mengangguk, dan baru setelahnya Wenda dan Matteo benar-benar keluar dari kamar itu, membiarkan Lucky dan Susan menyelesaikan aktifitas paginya.
Terdiam. Mereka, Lucky dan Susan sama-sama terdiam dalam hening setelah kepergian Wenda dan Matteo.
Ada rasa canggung yang begitu kentara Susan rasakan, dan Lucky juga mendadak bingung menanggapi apa yang kira-kira Susan lihat pada tubuhnya tadi , hingga membuat wanita mini ini pingsan.
Sungguh, Lucky berharap Susan tidak melihat miliknya , meskipun itu kemungkinannya sangat kecil!
"Apa yang kamu pikirkan? Maksud ku, apa yang tadi kamu liat?!" tanya Lucky dengan sangat bodohnya dan Susan hanya mengetuk-ngetuk ujung jari telunjuknya kiri dan kanan.
"Anu itu... itu... Punya Tuan kayak...!" Susan merasa canggung, tapi Lucky semakin menatapnya tajam. "Iih malu lah Tuan...!" sambung Susan lagi.
"Apa... Katakan saja!" tuntut Lucky. Dia lantas menunduk untuk memberi tatapan intimidasi pada Susan, karena Lucky benar-benar ingin memastikan jika Susan tadi belum sempat memperhatikan miliknya.
"Itu... anu Tuan... anu Tuan kayak...................."