Ruang perawatan itu sunyi. Hanya suara detak jarum infus dan dengungan halus mesin pemantau jantung yang terdengar di antara jarak. Tirai putih bergoyang perlahan diterpa angin dari celah jendela, membawa aroma antiseptik yang khas dan menusuk. Adrian berdiri di ambang pintu beberapa detik sebelum melangkah masuk. Tatapannya singgah pada sosok Laras yang berbaring di ranjang. Wajah perempuan itu tampak pucat, bibirnya kering, matanya menatap kosong ke arah langit-langit. Sudah lewat dua jam sejak pertemuannya dengan Rendra di taman rumah sakit. Tapi kata-kata pria itu masih menempel di kepalanya, seperti luka yang tak bisa berhenti berdarah. ‘Safira dan Wijaya akan tahu.’ Suara itu bergema lagi dalam pikirannya, membuatnya menarik napas panjang sebelum melangkah lebih dekat. “Sudah m

