Bab 4

1278 Words
Sejak memelihara Gibran K aku sering hadir dan mengikuti seminar atau pertemuan- pertemuan dengan sesama pecinta kucing, seperti hari ini aku sudah datang pagi-pagi dalam acara Catshow yang diadakan salah satu produsen makanan kucing ternama.   Aku sengaja datang lebih awal agar dapat tempat di depan agar bisa fokus menyaksikan kucing-kucing dari berbagai jenis ras yang ikut serta memeriahkan acara hari ini. Lumayan cuci mata sekaligus belajar bagaimana memelihara kucing dan belajar jenis-jenis ras kucing yang ikut serta dalam acara ini.   "Sendirian mbak?" tanya wanita muda yang duduk di sebelahku sambil menggendong kucing unyu berbulu putih bersih dan lebat, hidungnya nggak kalah pesek dibandingkan hidung Gibran K.   "Iya sendirian," balasku ramah sambil mengelus kepala Gibran K yang tumben diam dan nggak berusaha untuk kabur dari pelukanku, "mbak sendirian juga?" tanyaku saat melihat dia duduk juga sendirian hanya ditemani beberapa ekor kucing berbagai jenis ras.   "Hahaha jangan panggil mbak, aku masih muda kok," dia tertawa malu, dan kembali melihat ke arahku "berdua sih sama kakak sepupu tapi dia pergi sebentar untuk jemput kucing lainnya, dan terpaksa aku duduk sendirian di sini sambil menjaga kucing-kucingnya," sambungnya sedikit kesal.   "Mau ikut lomba ya? Wah kayaknya kucingnya banyak ya," aku kagum melihat dua kucing lainnya yang masih berada dalam kandang sambil mengeong pelan, wanita muda tadi mengangguk dan tersenyum manis padaku.   "Iya, kakak sepupu aku hobby banget pelihara kucing dan suka ikut lomba kayak gini tapi yang sering menang yang ini sih," wanita muda yang aku perkirakan masih duduk dibangku SMA ini mengelus kepala kucing yang digendongnya, kucing itu menjilat pelan tangannya dan mengeong manja sambil ngedusel di tangannya.   "Namanya siapa?" tanyaku penasaran sambil mengelus kepala kucing cantik ini, bulunya sangat lembut dan terawat, wangi dan nggak rontok di tangan. Aku harus tahu Petshop tempat pemiliknya melakukan perawatan, elusan lembut di kepalanya dibalas dengan jilatan di tanganku.   "Yang ini Sean," dia menunjuk kucing yang warnanya belang tiga, "kalau ini Sesean," tunjuknya ke kucing lainnya yang satu ini seperti kucing kampung biasa tapi tetap lucu dan terawat dengan baik, "dan yang ini idola dan kesayangan sepupu aku. Ocean My Lovely Pet," balasnya sambil menunjuk kearah kucing yang sejak tadi manja di dalam pelukannya.   "Hah!" buset kok bisa ya kebetulan kucing ini bernama sama dengan namaku.   "Iya unyu munyu ya namanya 'Ocean My Lovely Pet' kakak sepupuku memang agak gila kalau berhubungan dengan hewan peliharaannya, eh tapi ini sih masih mending hewan peliharaannya bersih dan unyu, kalau dulu sih dianya suka ayam, sapi dan ikan."   Aku mengangguk setuju dengan ucapannya.   Wait   Ayam, sapi, ikan.   Itu semua kenapa binatang kesayangan Gibran G ya, apalagi nama kucing ini Ocean seperti namaku, jangan-jangan wanita ini adik sepupu Gibran G tapi rasanya kok aku nggak pernah lihat dia ya.   "Tapi semenjak patah hati setahuku semua binatang itu habis dan punah kak," oh sepertinya bukan Gibran G, mungkin hanya kebetulan saja mereka mempunyai kesenangan yang sama, "hehehe habis dimakan sama kakakku dijadikan ayam bakar, daging rendang dan goreng ikan, katanya gara-gara mereka semua cintanya hilang dan kabur dan dengan memakan mereka semua itu bukti kalau dia lebih cinta sama mantannya daripada binatang-binatang itu," ujarnya lagi, wah so sweet dan mengharukan mendengar ada laki-laki yang rela memakan semua binatang kesayangannya demi kekasihnya, nggak kayak Gibran G huh dia mungkin lebih rela kehilangan aku daripada kehilangan ayam-ayam jelek itu.   "Mbak aku permisi dulu ya, sepupu aku BBM nih suruh nemuin dia di depan, semoga kucingnya menang ya," ujarnya dengan sopan, aku tertawa pelan.   "Wah aku nggak ikut lomba kok, aku hanya mau lihat-lihat saja, lagipula kucing saya jelek dibandingkan kucing-kucing lainnya," kataku merendah, dia tertawa dan memukulku pelan.   "Aih kucing mbak unyu loh, seunyu pemiliknya. Andai kakak sepupu saya kenalan sama mbak, bisa dipastikan dia bakal move on dari mantannya itu, sayangnya kakak sepupu saya paling ogah kenalan sama cewek lain," balasnya, aku tertawa pelan dan aku hanya bisa melihatnya kesusahan membawa tiga ekor kucing lainnya menuju pintu keluar.   "Nah kamu harus tumbuh dengan sehat ya biar kayak kucing tadi," kataku pelan, Gibran K mengeong dan semakin manja di pelukanku.   ****   Sakit perut dan rasa lapar membuatku kehilangan momen penting saat kucing-kucing lucu tadi tampil, sekembalinya dari kantin ternyata acara sudah selesai dan dilanjutkan dengan pameran berbagai macam aksesoris dan barang-barang kebutuhan kucing seperti makanan dan juga petshop-petshop ternama yang sedang promo besar-besaran.   Aku antusias mengitari setiap sudut pameran bersama Gibran K sambil cuci mata dan membeli beberapa barang yang dibutuhkan Gibran K. Makanan, mainan bahkan baju kucing yang lucunya bikin dompetku kosong.   Bughhh   Lagi-lagi aku menabrak orang dan terjatuh untuk kesekian kalinya, Gibran K terlepas dari gendonganku dan dia berlari mendekati sepasang kaki yang berdiri di depanku.   "Gibran.... pus... jangan ke mana-mana, ayo sini sama kakak," aku berusaha berdiri dan berniat mengambilnya, tapi kakiku langsung terpaku saat melihat Gibran K sedang asyik menjilat tangan orang yang menabrakku.   "Hai mantan, wah kita ketemu lagi untuk kedua kalinya. Kata orang ya kalau sampai kita bertemu ketiga kalinya dipastikan jodoh loh," sapanya dengan wajah slengean khas miliknya disertai candaan yang sama sekali nggak lucu bagiku, aku membersihkan celanaku yang kotor akibat jatuh tadi dan tanpa banyak kata langsung merebut Gibran K dari gendongannya, saking buru-burunya ternyata kuku Gibran K mencakar tangan Gibran G.   Tak ada ringisan atau rasa sakit, hanya senyum dikeluarkannya sambil membantu membersihkan siku tanganku yang terkena debu lantai, sedangkan tangannya sendiri masih mengeluarkan darah.   "Nggak usah," tolakku sambil mundur beberapa langkah, Gibran G mengacuhkan penolakanku dan masih berusaha membersihkan tanganku, mataku sedikitpun nggak berhenti memandang tangannya.   "Kamu sedikitpun nggak berubah," ujarnya pelan dan masih membersihkan tanganku dengan tisu basah.   "Gue bukan Ocean yang dulu lagi," balasku dengan keras.   "Di mata kakak kamu tetap Ocean dulu," balasnya dengan pelan.   "Nggak! Gue sudah berubah! Gue bukan Ocean anak ingusan yang lugu dan naif yang rela kencan di kandang ayam tapi balasannya elo lebih memilih ayam dibandingkan gue!" balasku tidak mau kalah.   "Masih sama."   "Beda!"   "Sama."   "Beda!"   Aku menantangnya bagaikan pembunuh berdarah dingin, sedikitpun mataku tidak berkedip memandangnya. Matanya pun membalas tatapanku tanpa berkedip juga. Dadaku naik turun menahan emosi yang kian meninggi. Andai tahu kami akan bertemu lagi mungkin aku akan membatalkan niat datang ke acara ini.   "Nah masih samakan, mata kamu masih sama saat memandang kakak. Jangan-jangan masih cinta ya? Wah sama dong, balikan yuk," tunjuknya ke mataku, aku langsung membuang wajah dan semua orang ternyata sedang memperhatikan kami sambil berbisik-bisik.   "Hehe maaf ya, pacar saya lagi ngambek makanya marah-marah mulu, katanya sih rindu ciuman saya," suara Gibran G membuat perutku kian mulas dan mual. Pacar? Ngambek? Dan ciuman? Sejak kapan aku merindukan ciumannya sedangkan kami sekalipun nggak pernah ciuman, skinship yang kami lakukan cuma pegangan tangan.   Oh God! Aku butuh sapu lidi untuk menghajarnya.   "Nih ciuman! Cium noh sepatu gue!" aku langsung menendang kakinya dengan heel runcing milikku, setelah menendangnya aku langsung kabur dari hall dan sepertinya aku tidak bisa berlama-lama di acara ini. Kesehatan mentalku lebih penting.   ****   Drttt drttt   Aku melihat nama kak Aisha di layar ponselku, aku berusaha menormalkan suaraku yang masih bergetar menahan marah.   "Halo"   "Kamu di mana dek?"   "Masih di jalan, bentar lagi pulang. Ada apa?"   "Bisa nitip nggak, kakak ngidam nih ya ya ya ya please demi dedek di perut nih."   Beuh alasan yang sangat jitu dan membuatku susah untuk menolak keinginannya.   "Iya iya, nitip apa?"   "Beliin martabak delapan rasa milik anak presiden dong, siapa ya namanya Gibran Gibran apa gitu."   "What!"   "Iya, lagi rame tuh martabaknya. Ya siapa tahu nanti kamu bertemu anak presiden, hehehe namanya kok bisa sama ya"   "Jangan mulai ya kak atau nggak aku beliin nih!"   "Hehehe iya iya, di Cikini ya dek"   "Iyeee, jangan bawel!"   Aku meletakkan ponselku di atas dashbord mobil dan mengacak rambutku dengan kesal, kenapa hidupku tak bisa jauh dari yang namanya Gibran, hadeuh!   ****                                      
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD