Dalam bayanganku kerja bakti pagi ini akan diikuti beberapa anggota satpol PP seperti yang Gibran S bilang tadi malam tapi nyatanya hanya ada aku sendirian memandang hamparan kandang-kandang ayam yang dipenuhi berbagai macam ukuran ayam di sini.
Aku mengeluarkan sarung tangan dan beberapa peralatan dari kantong plastik bertuliskan sebuah toko perkakas ternama di kota Jakarta yang akan aku gunakan untuk membersihkan kandang-kandang ayam yang terlihat sangat tidak terawat dan dibiarkan kotor begitu saja oleh pemiliknya.
"Mungkin aku terlalu pagi datangnya ya, ah lebih baik aku mulai membersihkan apa yang patut dibersihkan," aku mulai memakai masker agar aroma tak sedap dari kotoran ayam tidak membuat kepala dan hidungku sakit, aku juga mulai menguncir rambut panjangku dan memasang sarung tangan karet yang tadi aku bawa.
"Semangat!" aku menyemangati diri sendiri sebelum memulai pekerjaan yang terpaksa aku lakukan gara-gara ulah Gibran G yang menyebalkan itu. Hal pertama yang aku lakukan yaitu memungut sampah-sampah yang berserakan dan memasukkan ke dalam kantong plastik hitam.
Petokkkk petokkkk petokkkk petokkkkkkk
Entah kenapa mendengar suara ayam barusan membuatku teringat kenangan lama dengan Gibran G, waktu dulu saat awal-awal kami pacaran dia sekalipun nggak pernah absen mengunjungi peternakan ayam, dia pernah cerita kalau peternakan ayam itu peninggalan Bunda untuk dirinya dan kak Winda.
Sebenarnya setelah aku pikir-pikir wajar Gibran G menyayangi apapun yang berhubungan dengan peternakan ayam karena semua itu peninggalan Bunda mereka tapi aku masih muda dan pantang menjilat ludah sendiri makanya aku sekalipun nggak pernah berniat untuk baikan dan kembali menjadi pacarnya.
Petokkkk petokkk
Lamunanku tentang masa lalu buyar bersamaan dengan suara ayam-ayam tadi, aku mendekati kandang mereka dan melihat kotak kayu tempat dedak makanan terlihat kosong, "Kalian lapar?" tanyaku sambil menambah dedak makanan ke kotak kayu tadi, beberapa ayam langsung berebut memakan dedak yang baru aku isi, dalam sekejap kotak itu kembali kosong, "lapar ya? makan yang banyak ya dan tumbuh jadi ayam yang sehat agar nanti kakak bisa makan kalian hehehehe," aku kembali menambah dedak dan juga air untuk mereka minum.
"Ayam di sini nggak boleh di makan, mereka tidak saja sekedar ayam tapi memiliki kenangan tersendiri," aku memutar tubuhku dan melihat Gibran S berdiri sambil memegang peralatan yang sama denganku, "pemiliknya tidak suka makan ayam tapi sangat suka memelihara ayam," sambungnya lagi lalu dia mendekatiku dan menuangkan lebih banyak dedak ke kotak tadi.
"Oh aku kira ayam-ayam di sini untuk dijual, dan kenapa kakak bisa ada di sini?" tanyaku dengan heran, aku mengedarkan mataku untuk mencari tersangka utama yang menjerumuskan diriku untuk menghabiskan weekend di peternakan ini tapi sepertinya hanya Gibran S yang datang.
"Menggantikan G yang nggak bisa datang," balasnya singkat, aku nggak tahu hubungan mereka sedekat itu dan Gibran S rela menggantikan adik iparnya yang rese itu untuk kesalahan yang nggak dia lakukan.
"Cih sejak dulu dia memang nggak pernah bisa dewasa dan bertanggung jawab, buat ulah tapi orang lain yang menggantikan," balasku dengan nada illfeel sambil mengosok kandang ayam dengan sabut kawat. Gibran S meletakkan tangannya di atas tanganku agar aku menghentikan pekerjaanku dan menatapku dengan tatapan tajam.
"G..." Gibran S membuang nafas dalam-dalam sebelum melanjutkan ucapannya, "sedang 'sakit parah' dalam artian bukan fisiknya yang sakit tapi hati dan juga jiwanya," ucapan Gibran S membuatku terdiam.
"Belajarlah untuk nggak selalu berburuk sangka kepada dia apapun masalah antara kalian dulunya, karena apapun yang terlihat di luar belum tentu sama di dalam, dia boleh tertawa tapi tidak dengan hatinya, saya memang baru mengenalnya semenjak menikah dengan Winda tapi saya tahu apa yang terjadi selama Winda dan kamu pergi dari hidupnya," kalimat Gibran S penuh makna tersirat dan mendalam dan aku terdiam mendengarnya.
"Kalau begitu ceritakan apa yang terjadi dulu jadi aku nggak akan berburuk sangka lagi dengan dia," balasku sambil menagih cerita apa yang dia tahu tentang Gibran G.
"Kamu cari tahu sendiri, saya tahu dalam hatipun kamu mengiyakan apa yang saya katakan," tolaknya langsung. Lagi-lagi aku terdiam, emosi dan amarah memang membuatku memasang kacamata kuda setiap bertemu dengan dia.
"Lebih baik hari ini kita jangan bahas dia," elakku sambil melanjutkan pekerjaan yang belum selesai aku kerjakan, Gibran S mengambil semua peralatan yang tadi aku bawa termasuk sarung tangan karet yang telah terpasang di tanganku.
"Loh kok diambil?" tanyaku heran sambil berusaha merebut kembali peralatan itu, tapi Gibran S seakan enggan melihatku memegang alat-alat itu.
"Tugas kamu kumpulkan semua telur yang ada lalu taruh di tempatnya dam selebihnya biar saya yang bereskan," dia mendorong tubuhku menuju kandang-kandang yang penuh dengan telur.
"Aku bisa melakukan itu semua," balasku sambil berusaha mengambil peralatan tadi dari tangannya lagi.
"Kumpulkan saja telur-telur yang ada dan setelah itu duduk manis dengan tenang, G akan sangat marah kalau tahu kamu tetap membersihkan kandang ini sedangkan saya sudah diutus untuk menggantikan dia, bisa-bisa saya dipecat jadi kakak iparnya," tolaknya sambil membuka jaket yang terpasang di tubuhnya.
"Tolong letak di tempat yang bersih," Gibran S menyerahkan jaket tadi kepadaku, aku mendengus kesal dan menghentakkan kaki ke lantai, sepertinya Gibran S dan Gibran G benar-benar manusia paling rese di muka bumi ini.
"Menyebalkan!" kataku kesal sambil mencoba menggantungkan jaket tadi dengan asal, saking asalnya jaket itu langsung jatuh ke tanah, aku langsung memungutnya dan membersihkan jaket tadi dari kotoran ayam yang menempel, untung dia nggak melihat ulahku.
"Rasain! Memangnya enak jaket mahalnya bau t*i ayam," ujarku pelan sambil terkekeh geli melihat jaket hitam dengan brand ternama sedikit kotor terkena t*i ayam saat jatuh tadi. Aku menggantungkan lagi jaket itu dengan hati-hati agar tidak jatuh seperti tadi.
Saat akan ingin kembali mendekati Gibran S kakiku tanpa sengaja menginjak sebuah dompet berwarna hitam, aku memungut dompet itu dan membukanya untuk mencari tahu siapa pemilik dompet ini.
"Oh punyanya dia," aku melihat foto pernikahan Gibran S bersama kak Winda di dompet ini, mungkin tadi terjatuh. Rasa penasaran membuatku melakukan hal paling tidak sopan yaitu memeriksa isi dompet orang, yah anggap saja mengurangi rasa kepoku, hihihihi.
Sepertinya banyak foto di dompet ini, rasa penasaran membuatku mengintip ke dalam agar Gibran S tidak memergokiku sedang memeriksa dompetnya. Setelah yakin dia nggak akan melihatku, dengan bergegas aku mengeluarkan foto-foto dari dompetnya.
Ada beberapa foto Gibran S dengan kak Winda dalam berbagai pose sepertinya ini foto pre-wedding mereka, selain itu ada juga foto bayi di belakangnya tertulis 'my lovely daughter', ah mungkin ini foto anaknya, tapi yang paling membuatku penasaran ada sebuah foto Gibran S sedang berdiri dengan laki-laki bertubuh gemuk dan penuh lemak di semua tubuhnya, di belakang foto ini tertulis tahun 2014. aku mendekatkan foto tadi agar bisa melihat dengan jelas wajahnya tapi foto ini sedikit blur mungkin karena sudah berumur 4 tahun lebih sehingga aku nggak bisa mengenali wajahnya.
"Sepertinya rasa kepo kamu sudah semakin akut," foto tadi direbut Gibran S setelah memergokiku mengacak-acak isi dompetnya.
"Upssss, maaf kak," kataku dengan cengiran malu karena kepergok, Gibran S menggelengkan kepalanya dan mengambil semua foto yang ada di tanganku. Dia kembali masuk dan melanjutkan pekerjaannya.
Siapa ya laki-laki tambun tadi, kok rasanya aku jadi kepo pengen tahu siapa dia... ah mungkin itu salah satu kenalan kak Gibran, ckckck dasar Ocean kepo! Benar kata kak Gibran kalau rasa kepoku semakin akut, aku memukul kepalaku dan kembali masuk ke dalam untuk melanjutkan pekerjaan mengumpulkan telur-telur ayam.
****