Walau hanya mengerjakan tugas yang lumayan 'ringan' yaitu mengumpulkan telur-telur tapi kalau yang dikumpulkan jumlahnya ribuan butir lama-lama tubuh bisa rontok juga, belum lagi tugas memilah telur besar dan telur kecil atau menyortir telur yang layak jual atau nggak bukan hanya waktu yang terbuang sia-sia tapi juga tenaga.
"Akhirnya selesai!" aku melonjak kegirangan melihat semua pekerjaanku akhirnya selesai, telur-telur sudah tersusun rapi di tempatnya. Aku meregangkan pinggang yang rasanya mau copot, aku mencium aroma tubuhku sedikit kecut campuran antara Guess Pink dan bau ayam.
"Sudah selesai pekerjaan kamu? Kalau sudah saya akan antar kamu pulang sebelum G marah," aku mendengus kesal mendengar nama Gibran G dibahas lagi setiap kami berbincang, kapan sih nama itu hilang dan nggak menjadi pengganggu di antara kami berdua.
"Aku saranin ya kak lebih baik kakak jangan terlalu dekat dengan dia, bisa mindah loh sifat anehnya dan bisa nggak kalau kita ngobrol jangan kaku banget pake saya dan kamu, seakan ngobrol dengan orang asing loh padahal bisa dibilang kita lumayan dekat," ujarku pelan, Gibran S tertawa pelan meski hanya sekilas dan oh God tawanya berhasil membuatku terpesona untuk kesekian kalinya.
Hussss Ocean jangan ngawur walau bagaimanapun Gibran S itu pasti sangat mencintai kak Winda makanya foto-foto mereka masih tersimpan rapi di dompetnya.
"G, sudah kakak anggap sebagai adik sendiri makanya kakak atur semua ini agar kalian berdua bisa memperbaiki hubungan buruk kalian, tapi G keras kepala dan menolak untuk datang padahal ini kesempatan baik untuk bisa lebih dekat," ujarnya menjelaskan.
Oh jadi ini semua ulah Gibran S, pantasan sampai malam datang tidak ada satupun petugas satpol PP muncul dan menampakkan hidungnya. Gibran S ternyata sama menyebalkan dengan adik iparnya!
"Kan kan aku bilang juga apa, semakin kakak dekat dengan dia, kakak jadi ikut-ikutan aneh. Dengar ya kak bagiku mantan itu... mantan itu...sampah kuaci, kecil dan nggak penting," jawabku asal, lagi-lagi Gibran S tertawa dan menggelengkan kepalanya.
"Kita lihat saja nanti kedepannya akan seperti apa, awas ya jangan jilat ludah sendiri."
"Makanya sampai detik ini sedikitpun au nggak ada niat untuk kembali sama dia, nggak penting jugakan kayak nggak ada cowok lain saja," balasku nggak mau kalah.
Duarrrrr duarrrr
Nggak ada angin nggak ada hujan tiba-tiba aku mendengar suara petir menggelegar di langit, aku melihat Gibran S kembali tertawa, "Hati-hati nona manis, lidah itu nggak bertulang dan petir barusan mungkin alarm dari Tuhan agar kamu bisa lebih hati-hati dalam berbicara," Gibran S mengambil jaketnya dan keluar meninggalkanku masih memikirkan ucapanku barusan, dan pemikiranku masih tetap sama yaitu pacaran dengan satu orang itu cukup sekali, dan jangan sampai ada kedua kalinya.
****
Aku menghempaskan tubuhku ke sofa merah yang ada di kamar, rasanya aku ingin tidur panjang tanpa gangguan setelah kegiatan menguras tenaga akibat ulah Gibran S yang berniat menjadi mak comblang, tapi gatot alias gagal total.
Tok tok tok
"Mom atau siapapun di luar, aku capek dan nggak mau diganggu malam ini, apapun urusan yang mau dibahas besok pagi saja ya," teriakku dengan malas, aku yakin itu Mommy atau kak Aisha yang kepo dengan kegiatanku hari ini.
"Nty... ncing tor ncing tor," itu bukan suara Mommy atau kak Aisha tapi Leana dan kenapa sudah jam 11 malam bocah ini belum juga tidur, Mama dan Papanya pada kemana sih, ckckck kak Aisha memang suka aneh kalau sedang hamil, manjanya ampun-ampunan dan suka nempel kayak perangko sama kak Biyan dan terkadang lupa kalau dia masih memiliki dua bocah yang wajib diperhatikan dan aku langsung bangkit dari posisi enak untuk membuka pintu, aku melihat Leana menggendong Gibran K, Leana tersenyum tanpa beban saat menunjukkan Gibran K yang bulunya kini tidak lagi berwarna putih tapi sudah berubah menjadi biru, merah, hijau dan kuning persis kayak rainbow cake.
"Ya ampun! kamu apain Gibran-nya?" tanyaku sambil menggendong Gibran K.
"Dikasih warna pake alat makeup Mama" sambung Leano yang berdiri di belakang adiknya.
"What! Makeup? Hahahaha besok Mama kalian bisa naik darah nih lihat semua alat makeup nya sudah rusak," dan aku tidak berkutik untuk memarahi Leana yang tersenyum manis tanpa rasa bersalah, wajah Gibran K terlihat jutek dan kesal.
"Ya sudah nggak apa-apa tapi lain kali jangan diulangi ya, kasihankan Gibran-nya kotor dan jelek," balasku sambil mengacak rambut Leana, Leana mengangguk dan memutar tubuhnya serta menarik Leano untuk kembali ke kamar mereka.
"Maafin ponakan-ponakan kakak ya, mereke hanya iseng kok godain kamu," aku mengelus kepala Gibran K agar nggak marah dan jutek lagi, sepertinya aku harus memandikan Gibran K agar semua kotoran ini hilang.
"Besok kita mandinya ya."
"Meongggg meongggg," sepertinya Gibran K ingin malam ini juga dia diantar ke petshop.
"Tapi sudah malam, mana ada petshop yang buka."
"Meongggg meonggg." Gibran K mulai gelisah dan berusaha memanjat tubuhku.
"Oke oke kita cari petshop yang buka, kalau nggak ada jangan ngamuk lagi ya," Gibran K langsung menjilat tanganku, aku mencuci muka dan mengganti baju sebelum membawa Gibran K mencari petshop yang buka tengah malam seperti ini.
Beberapa petshop yang aku datangi sudah tutup, ya iyalah mana ada petshop buka jam 12 malam, beberapa kali aku membuang nafas dan berharap Gibran K bisa sabar menunggu sampai besok pagi.
"Nah lihatkan semua petshop yang kita kunjungi nggak ada yang buka," aku menggendong Gibran K dan menoel hidung peseknya.
"Meonggg meongggg," lagi-lagi Gibran K mengeong seakan nggak terima dengan penjelasanku.
"Aduh kenapa sih makhluk yang menyandang nama Gibran suka banget buat aku kesal dan senewen, nggak kamu nggak dia bisanya buat aku sakit kepala!" gerutuku kesal sambil memutar arah mobil menuju petshop terakhir yang sebenarnya malas aku kunjungi. Mudah-mudahan petshop itu sudah tutup jadi hari ini aku nggak perlu bertemu dengan dia.
Sayangnya hari ini Tuhan memang sedang mengujiku, petshop 2G yang sejak awal aku coret dari daftar petshop yang boleh aku kunjungi menjadi satu-satunya petshop yang masih buka jam segini, lampu masih menyala dan aku bisa melihat ada orang mondar mandir entah melakukan apa di dalam sana.
"Nah, akhirnya keinginan kamu terkabul," Gibran K akhirnya menjilat tanganku seakan ini yang dia inginkan. Aku menggendong Gibran K dan membawanya keluar dari mobil, pintu petshop tidak tertutup rapat, beberapa kali aku mengetuk tapi nggak ada jawaban dari sang empunya, aku mendorong pintu itu dengan pelan dan melangkah masuk meski belum diizinkan.
Aku melihat Gibran G sedang mengelus perut kucing yang sedang berbaring manja di sebuah kotak kayu beralaskan kain putih. Aku berdiri di belakangnya sambil memperhatikan apa yang dia lakukan terhadap kucing itu.
"Come on baby, lahirkan anak kamu."
Baby? Sifatnya sedikitpun nggak berubah, bisa memanjakan hewan tapi nggak bisa memanjakan pacar.
"Ayo Ocean, berjuang! Kakak nggak kuat lihat kamu menderita seperti ini," Gibran G kembali mengelus perut buncit kucing itu. Sangat terlihat jelas kucing itu sedikit kesusahan saat melahirkan anaknya.
"Meongggg meonggg," kucing itu membalas dengan mengeong iba, dan dengan reflek aku ikut jongkok di samping Gibran G dan membantu mengelus perut kucing yang namanya sama denganku. Gibran G sepertinya kaget melihatku di sini
"Sean, kamu kangen kakak ya makanya datang semalam ini," yailah dalam kondisi seperti ini bisa-bisanya dia bersikap narsis.
"Gue datang bukan karena gue kangen sama elo tapi kucing gue butuh mandi malam ini juga," balasku dengan jujur, "dan gue nolong kucing ini lahiran karena jiwa k**********n gue muncul melihat kucing ini kesakitan," sambungku lagi. Dia tertawa pelan dan kembali fokus membantu kucingnya melahirkan.
"Gue penasaran."
"Penasaran apa?"
"Elo bisa membantu kucing melahirkan, tapi apa mungkin elo akan melakukan hal yang sama kalau istri elo melahirkan?" aih kok bisa-bisanya aku bertanya hal seperti itu, ya terserah dia dong mau seperti apa, toh bukan aku yang akan menjadi istrinya.
"Kucing melahirkan saja kakak galau seperti sekarang, apalagi kalau kamu yang melahirkan. Mungkin kakak akan pingsan duluan atau kalau bisa gantian deh kakak yang hamil dan merasakan sakit, kamu-nya tinggal duduk manis saja," balasnya dengan tawa cengir andalannya.
"Ih siapa juga yang mau hamil anak elo!"
"Sekarang boleh nolak tapi nanti kakak jamin kalau kita sudah halal, sekali coba pasti langsung jadi," jawabnya dengan senyum nakal.
"Meongggg meonggg," aku melihat keajaiban yang Tuhan buat saat beberapa ekor anak kucing lahir.
"Huwa lucunya," aku terkagum-kagum melihat kucing Gibran G melahirkan tiga ekor anak kucing.
"Kamu mau?"
"Mau... eh tapi nggak deh kasihan dipisahkan dari ibunya," tolakku dengan halus.
"Bawa aja sekalian Ibunya, jadi mereka nggak akan berpisah," balasnya.
"Tapi inikan binatang kesayangan elo," mau sih bawa pulang semua kucing ini, sekalian agar Gibran K punya teman di rumah, tapi sepertinya Gibran G sangat menyayangi kucing ini.
"Nggak apa-apa, demi kamu apapun akan kakak beri, nanti setelah Ocean stabil dan sehat, kamu boleh bawa pulang."
"Serius?"
"Iya" balasnya sambil mengangguk, "lumayan ada alasan untuk sering-sering datang ke rumah kamu," ckckckc, aku mencoba berdiri tapi kelamaan jongkok membuat kakiku kesemutan, hampir saja aku jatuh andai Gibran G nggak menahan tubuhku. Kami saling melihat panjang dan entah kenapa aku jadi salah tingkah seperti ini ya, aku membuang wajah dan berusaha untuk berdiri dengan normal.
"Tolong mandiin kucing gue!"
"Kamu mau bantu kakak lagi?"
"Bantu apa?"
"Bantu supaya kakak bisa menahan diri untuk tidak mencium kamu malam ini, kamu sangat cantik malam ini, Sean. Boleh nggak kakak cium sedikit saja, janji nggak pakai nafsu," mintanya dengan wajah mengiba. Aku membuang nafas dan membuka mulut untuk mengatakan tidak.
"Iya," tapi kenapa otak dan mulutku nggak singkron malam ini, ya ampun! Aku mengundang macan jantan, sedetik setelah aku mengatakan iya, Gibran G langsung mendekatiku dan menciumku pelan tanpa nafsu sesuai dengan apa yang dikatakannya tadi.
"Will you marry me?"
"NGGAK!" kali ini otakku tumben bisa singkron.
****