DELAPAN.

1003 Words
"Makasih sekali, ya, sudah bersusah payah jadi ayah pura-pura didepan Kesya. Aku gak tau harus gimana buat membalas kebaikan kamu. Setiap ada hal yang genting seperti ini. Kamu selalu datang tepat disaat lagi dibutuhkan," ucap Yulia. Setelah acara hari ayah di sekolah Kesya baru saja selesai. Meskipun acaranya biasa-biasa saja, tetap Yulia senang bisa melihat wajah Kesya tersenyum, meskipun orang yang diinginkan Kesya itu telah mengingkari janjinya. "Gak perlu, aku siap kapan saja dibutuhkan. Kalau bisa menjadi di bagian keluarga kalian juga bisa," balas Hardi dengan senyuman yang penuh tanda tanya. Yulia mengerti maksud balasan dari Hardi. Sampai saat ini, Yulia belum siap untuk membuka hati pada laki-laki mana pun. Walaupun sekarang dia dipertemukan lagi oleh seorang laki-laki yang sangat dia benci. Meskipun Samuel adalah mantan kekasih dan juga mengambil hak kehormatannya. Bagi Yulia, cukup adanya Kesya, dia sudah merasa utuh. Hardi juga tidak terlalu memaksa untuk menanti jawaban dari wanita disebelahnya. Meskipun dia sudah lama menanti momen ini. Setiap kali ada sesuatu, Hardi pasti datang dalam keadaan secara diam-diam meskipun dia harus mundur beberapa kali. "Kamu masih belum bisa melupakannya?" kali ini Hardi mengalihkan pertanyaan lain ke pembahasan tentang isi pikiran Yulia. Yulia menoleh kemudian berpaling lagi ke tempat lain. "Hah? Siapa?" "Samuel Ardian Cokroaminoto," sebutnya, sampai selengkap itu nama mantan kekasih Yulia. "Oh, dia," jawab Yulia pendek. "Aku dengar, dia sudah balik dari negara pertempurannya?" ucap Hardi dengan nada tenang. "Kapan? Kok, aku gak tau?" Yulia pura-pura tidak tau akan hal itu. Atau memang dia sengaja, agar Hardi tidak asyik membahas soal tentang Samuel. Pada kenyataan dia sudah bertemu dengan Samuel di perusahaan dia kerja. "Dari Rendy," jawabnya. Yulia tidak membalas, Kesya berlari membawa sebuket bunga dan juga hadiah diberikan oleh gurunya atas kemenangan itu. Lalu Kesya langsung berikan kepada Hardi atas tanda Terima kasih telah menjadi sosok ayah walau hanya pura-pura. "Ini, Om! Makasih, ya," senyumnya. Hardi menerima dengan rasa senang, lalu tidak lupa beri satu cubitan pada pipinya yang merah itu. Lalu Kesya berikan hadiah untuk Yulia. "Ini Ma..." Yulia menerima dengan hati yang lembut. "Ma! Kesya lapar, makan yuk? Kesya mau makan pizza, boleh, kan, Ma? Mama sudah janji," celoteh Kesya. "Iya, Mama gak pernah ingkari janji kamu, kok," senyum Yulia sambil merapikan rambut Kesya. "Apa sekarang kita berangkat saja?" sambung Hardi. *** Center Point atau Lippo Mall, tempat yang elit untuk kalangan dompet tebal. Bukan di pulau Jawa saja mempunyai mall berkelas. Di kota kecil juga mempunyai mall berkelas. Sekarang bukan lagi zaman-zaman tahun sembilan puluhan. Yang dulu hanya punya tempat enak swalayan, minimarket atau pedagang-pedagang ada di lesehan jalan. Kesya dan Yulia turun di depan lobi, Hardi akan mencari parkiran dulu di basement, dia akan menyusul mereka berdua di dalam mall. Kesya dengan sikap ceria masuk. Yulia pun mengikuti dari belakang. Udara pun terasa sejuk diseluruh kulit-kulitnya. Luas memang, Kesya menarik tangan Yulia. Mereka akan menggunakan tangga jalan biasa disebut eskalator. "Bukannya Pizza ada di bawa?" Yulia bertanya pada Kesya. Kesya menoleh dan menggeleng, "Kesya pengin makan yang lain," jawabnya polos. "Loh? Mama harus kasih tau ke Om Hardi dong? Nanti dia menunggu di sana," Yulia mengeluarkan ponselnya. "Om Hardi sudah tau kok Ma," ucap Kesya dengan muka datar banget. "Kapan bilangnya? Kok Mama gak tau?" "Tadi sebelum sampai di sini. Mama kan lagi tidur," katanya. Yulia jadi malu sendiri, bisa-bisanya dia ketiduran di mobil Hardi. Efek kelelahan, karena semalaman dia tidak bisa tidur. Karena terlalu memikirkan Samuel berjanji akan menjadi ayahnya. Untung janji itu diingkari oleh laki-laki itu. *** Samuel keluar dari mobilnya, setelah apa yang dia lakukan saat berada di rumah. Dia menuruti semua keinginan ibunya, Siska. Padahal dia sudah lelah menuruti permintaan yang gak bermutu seperti itu. Baiklah dia akan dianggap sosok laki-laki manja kepada ibunya. "Sam! Kamu mau ke mana?" Liona belum juga selesai dengan lipstiknya. Sekarang Liona keluar berdua dengan cinta pertamanya, Samuel. Apalagi calon suami yang sangat ganteng. Saat Samuel datang ke rumahnya. Awal Liona tidak ingin berbaikan. Tetapi dengan rayuan dan gombal dimiliki oleh Samuel pun ampuh. Meskipun Samuel melakukan terpaksa. "Kita hanya ke mall bukan kondangan, apa mesti pakai beginian terus?" ujar Samuel, merasa malu. Bukan malu tapi memalukan. "Aku pakai ini biar terlihat cantik di mata kamu, Honey. Kalau bukan gegara kamu ninggalin aku di kantor sendirian. Aku hampir kesal," ucapnya manja, lalu merangkul lengan Samuel. "Gimana? Mukaku gak pucat, kan?" tambahnya, bertanya pada Samuel atas wajahnya. Samuel sedikit menjauhkan wajahnya dari wajah Liona. Dia tidak tahan dengan aroma bedak Liona pakai. "Gak, sudah cantik. Jauh lebih cantik dari boneka ondel-ondel," jawabnya pelan. "Apa?" "Gak, aku bilang, muka kamu sudah cantik. Jauh lebih cantik dari artis cinta Laura," ucap Samuel memperbaiki kata-katanya. "Aku kira kamu bilang muka aku kayak boneka ondel-ondel," tudingnya kemudian. "Kamu mendengarnya?" timpal Samuel, dikira kuping Liona budek. "Gak. Ayo masuk. Gerah di sini. Keburu luntur wajahku," ujarnya seraya menarik Samuel segera masuk ke mall tersebut. Kesya dan Yulia sedang keliling mall, sebelum mencari makan. Kesya senang banget bisa jalan-jalan. Dengan wajah ceria begitu, buat hati Yulia sudah merasa ringan sekali. "Mama, Kesya mau tanya," Kesya bersuara. Setelah mereka duduk untuk mengistirahatkan kedua kaki yang sedari tadi berjalan melihat-lihat tapi tidak membeli apa pun. "Apa?" "Tadi waktu Kesya baca puisi untuk Papa. Kesya berharap Om Ganteng itu jadi Papa Kesya. Tapi karena Om Ganteng itu gak datang, malah di ganti sama Om Hardi. Malahan Kesya merasa Om Hardi lebih pantas jadi Papa Kesya," ucap Kesya, tak lama kemudian Yulia tersedak air liurnya sendiri. Dia terbatuk-batuk, segera dia keluarkan botol minuman selalu dia bawa kemanapun. Kesya jadi panik lihat mamanya. "Mama gak apa-apa?" Yulia menggeleng. "Kamu itu, masih kecil sudah berbicara seperti orang dewasa." "Teman-teman malah memuji Kesya. Karena calon Papa Kesya cakep, terus pengertian. Mama kenapa gak mau menikah? Kesya kan juga pengin punya keluarga utuh seperti teman-teman," celotehnya. Yulia tidak menjawab. Kemudian suara ponselnya berdering. Yulia segera mengangkat. "Ya, Hardi. Kamu ada di...." Hardi mengangkat tangan sebagai tanda lambaikan kepada mereka berdua. Hardi sedang ngobrol dengan seseorang. Tapi tidak terlalu jelas penglihatan oleh Yulia. Karena Yulia memiliki mata mines. Dia kelupaan membawa kacamatanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD