Nayla menatap selimut rajut di tangannya, senyum tipis merekah di wajahnya. Matanya menyapu isi kotak lainnya—gantungan kunci dari manik-manik, beberapa barang couple, dan kenangan yang tiba-tiba menyeruak. Tangannya terulur, meraih beberapa barang yang menarik perhatiannya. Tak menyangka masih bisa melihat semua ini. Suara Raivan memecah lamunannya—melarangnya menyentuhnya. Lelaki itu mengulurkan tangan, meminta selimut yang sedang Nayla pegang. Nayla menatap Raivan—terpaku, begitu juga Raivan. Sesaat kemudian, lelaki itu mengangkat alis, menyadarkannya. Nayla buru-buru menyerahkan selimut itu. “Kenapa belum tidur?” tanya Raivan, suaranya terdengar lebih lembut dari biasanya. “Mau ambil minum,” jawab Nayla, singkat. “Bukan habis sleepcall?” sindir Raivan, acuh memasukkan kembali semu

