Raivan mengangkat tubuh Nayla. Alih-alih membangunkannya, Raivan memutuskan untuk menggendong—memindahkannya ke kamar wanita itu. Senyum di wajahnya merekah meski tipis, ini bukan kali pertama Raivan melakukan hal ini pada Nayla. Saat mereka—pernah sedekat nadi, tapi sayang—saat itu Raivan menganggap Nayla tidak lebih dari seorang adik. Raivan meletakkan tubuh Nayla perlahan di atas ranjang, lalu menyelimuti wanita itu dengan hati-hati. Saat ia hendak beranjak, tangan Nayla tiba-tiba menariknya—membuat tubuh mereka begitu dekat. Wajah mereka nyaris bersentuhan. Raivan refleks menjauh, tapi kemudian membeku saat mendengar Nayla mengigau lirih. “Ibu… Ayah…,” gumam Nayla, keningnya berkerut dalam mimpi yang tampak gelisah. Dengan lembut, Raivan mengusap pelipisnya. Gerakan itu membuat Nay

