PART. 8 MEMPELAI PENGGANTI

1007 Words
Acara resepsi berlangsung dengan lancar. Meski tidak ada undangan dari keluarga Ramadan. Tamu undangan yang hadir banyak yang kenal dengan keluarga Ramadan. Wajah sang pengantin menunjukkan kalau dia keturunan keluarga Ramadan. Lagi pula ada keluarga Ramadan di sana. Ikut memeriahkan resepsi pernikahan Wira dan Dina. Via sibuk mengamati tamu dengan Sifa. Mereka asyik mengobrol mengomentari para tamu pria yang muda dan tampan. "Itu yang pakai jas merah muran, tampan selaki, Acil." Sifa menunjuk seorang pria yang mengenakan jas merah marun. Wajahnya seperti mereka. Bagai artis India. "Acil mencari yang wajahnya Indonesia alsi. Eh, salah. Acil tidak mencari lagi. Karena saduh punya, Paman Rido. Acil harus setia dong!" Via meralat ucapannya. Via tidak boleh melirik pria lain lagi. Karena sudah keep Rido dari masih balita. Via ingin setia kepada Rido saja. "Paman Rido nya dinama ya? Jangan-jangan mendekati cewek." Sifa sengaja menggoda acil nya. "Iya. Ke mana ya." Dua gadis itu mencari Rido dengan tatapan mata mereka. Tapi tidak menemukan Rido di mana-mana. Undangan juga penuh di ruangan itu. Sehingga agak sulit mencari Rido. "Tidak terhilat ya, Acil." Sifa menyerah karena tidak melihat sosok Rido ada di ruangan itu. "Iya, dia dinama ya." Via menggerutu karena tidak menemukan Rido. "Sasuh mencairnya karena banyak orang." Sifa menggerutu juga. "Iya." "Paman Wira dan istrinya apa tidak capek ya berdiri." Sifa mengalihkan pembicaraan mereka kepada sepasang pengantin di pelaminan. Sifa melihat kalau sepasang pengantin melayani ucapan selamat dari para tamu. Mereka sudah berdiri cukup lama. "Mereka masih muda. Yang kahisan itu Abba dan Amma." Via justru kasihan dengan abba dan amma nya. "Iya. Kahisan nenek dan kakek. Apa lagi nanti kalau Acil yang nikah. Usia mereka saduh betrambah." Sifa juga kasihan dengan nenek dan kakeknya. Sifa membayangkan bagaimana nenek dan kakek saat pernikahan Via. "Ya bagainama. Usia tidak bisa ditambah-tambah. Usiaku serakang lebum cukup untuk menikah." "Heum. Tabahkan hatimu, Acil." Sifa mengusap lengan acil nya. Lalu mereka berdua tertawa pelan bersama. Acara resepsi terus berlangsung dengan berbagai acara yang sudah disiapkan. Hiburannya dari para artis ibukota. Ada penyanyi pop terkenal, ada juga penyanyi dangdut. MC nya juga pembawa acara terkenal dari Jakarta. Acara berjalan lancar tanpa ada kendala apa-apa. Tamu pulang dengan perasaan puas. Kedua pengantin diantar ke kamar mereka. Kedua orang tua tidak berani menyinggung masalah malam pertama. Karena mereka tahu ini adalah pernikahan untuk sementara. Kedua mempelai tidak saling cinta, bahkan tidak bertemu sudah empat tahun. Bagi mereka resepsi berjalan dengan lancar itu sudah lebih dari cukup. Tidak mengharapkan lebih daripada itu. Wira dan Dina masuk ke dalam kamar pengantin. Di atas ranjang sudah dihiasi dengan kelopak bunga mawar, dan sepasang angsa yang membentuk love pada lehernya. Wira duduk tenang di atas sofa. Melepas topi adat Banjar di kepalanya. Kemudian melepas pakaian yang melekat di tubuhnya. Lalu Wira masuk ke dalam kamar mandi. Seraya membawa handuk dan pakaian ganti. Dina hanya menatapnya. 'Ngomong apa kek begitu. Jangan seperti orang bisu. Kita kan sudah kenal lama, kenapa jadi berubah seperti ini. Eh, berubah. Memang seperti ini kan dia dari dulu. Sudah jadi watak yang sudah diubah!' Dina tidak bisa menghindar untuk tidak menggerutu. Sikap Wira membuat kesal hatinya. Dina melepas sendiri apa yang ada di kepalanya. Memang tidak mudah, tapi ia berusaha bisa melakukannya tanpa bantuan siapa-siapa. Wira ke luar dari dalam kamar mandi. Sudah memakai baju Koko rapi. Wira mengambil kopiah dan sarung dari dalam tas. Setelah mengenakan kopiah dan sarung, Wira mengambil sajadah. Wira menghampar sajadah di lantai kamar. Lalu salat isya sendirian. Setelah salat isya, Wira melepas kopiah, sarung, baju Koko. Wira melipatnya dengan rapi. Kemudian Wira duduk di sofa. Wira melayangkan pandang ke arah Dina yang masih berusaha merapikan rambutnya. "Apa kamu perlu bantuan?" Dina sangat terkejut mendengar pertanyaan Wira. Sangat sulit merapikan rambutnya. Dina memang butuh bantuan. "Apa kamu mau membantu?" Dina balik bertanya kepada Wira. "Ya. Kalau kamu mau." "Bantulah. Susah sekali merapikan rambutku." Dina akhirnya mengakui ia perlu bantuan Wira. Karena tidak bisa melakukannya sendirian. Rambutnya panjang dan disasak, sehingga sulit mengurangi. Wira berdiri dari duduk. Kemudian berdiri di belakang Dina. Dina menatap wajah Wira lewat cermin di depannya. Dina pikir Wira akan merah wajahnya karena ia tatap begitu rupa. Ternyata wajah Wira datar saja, tidak ada menunjukkan perasaan apa-apa. Dina merasa gemas jadinya. Bisa juga akhirnya Wira mengurai rambut yang kusut dengan menggunakan bedak. "Terima kasih." "Maaf, hanya mengingatkan. Jangan lupa salat isya." "Iya." Dina melangkah masuk ke dalam kamar mandi. Wira berbaring di atas sofa. Mata Wira terpejam. Dirinya terlihat sangat tenang, padahal di dalam hatinya berkecamuk berbagai macam perasaan. Dalam hidupnya tidak pernah membayangkan, akan menjadi seorang mempelai pengganti. Wira tadinya ingin menikah di atas umur 30 tahun. Saat pikirannya sudah sangat matang. Walau sekarang ia sudah punya segalanya. Punya rumah dengan isi yang lengkap. Punya pekerjaan dan punya usaha. Punya kegiatan yang mendatangkan uang cukup memuaskan. Punya wajah tampan dan menawan. Punya keluarga yang mapan dan menyenangkan. Diri merasa seakan tidak memiliki kekurangan. Tapi Wira tahu, semua manusia pasti memiliki kekurangan. Begitu juga dengan dirinya. Amma nya mengatakan kalau ia terlalu pendiam. Bukan sifat yang terlalu baik. Wanita itu perlu dikejar, kalau ingin mendapatkan. Zia juga berkata sama seperti Amma. Dulu Zia ingin menjodohkan dirinya dengan Fani. Sayangnya Fani menjadi jodoh Abi. Wira ikhlas melihat Abi dan Fani hidup bahagia saat ini. Fani memiliki usaha bimbingan belajar. Bimbingan belajar yang sangat terpercaya di kampung mereka. Abi masih bekerja di kantor batubara. Menggantikan Abba nya Wira. Bagi Wira, Abba nya adalah panutan dirinya. Abba nya orang yang sangat peka, di saat memutuskan membantu orang tidak pernah setengah-setengah. Dari awal sampai akhir. Abba nya orang yang sangat istimewa. Patut untuk dijadikan contoh dan teladan. Sayangnya Wira tidak bisa bersikap terbuka seperti Abba nya. Kata Abba, dirinya lebih mirip Kai Wira. Kai Wira adalah Abah dari Kai Razzi. Sedang Kai Razzi adalah Kai dari Abba nya Wira. Silsilah keluarga mereka memang panjang. Dari jaman Kai Raka Ramadhan. Wira mendengar pintu kamar mandi dibuka. Wira berusaha memejamkan mata. Agar tidak perlu melihat Dina. Bagi Wira pernikahan ini, biar Dina yang menentukan ingin seperti apa. Karena keluarga Dina yang memintanya menjadi mempelai pengganti. *
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD