Dengan wajah ditekuk, Sora berjalan kaki dengan sebal dari sekolah sampai ke tempat pemberhentian bus sebab Rei tidak bisa pulang bersamanya. Ia sedikit kesal karena tidak membawa sepedanya hanya untuk membalas perkataan Rei. Egonya yang tidak ingin membiarkan Rei menang membuatnya harus pulang dengan naik bus.
Setelah berjalan kaki kurang lebih sepuluh menit, Sora tiba di tempat pemberhentian bus terdekat dari sekolahnya. Di tempat itu sudah ada beberapa siswa dan siswi dari sekolah yang sama dengannya yang juga sedang menunggu bus tujuan mereka. Namun, tidak seperti mereka yang mengobrol asyik dengan temannya, Sora tidak memiliki teman untuk diajak berbincang-bincang.
Melihat Sora datang, beberapa siswi langsung berbisik-bisik sambil menatap Sora. Karena merasa tidak nyaman dengan tatapan - tatapan itu, Sora memilih untuk menghiraukannya dan berdiri membelakangi mereka.
Tak disangka, beberapa dari mereka datang menghampiri Sora dengan tiba-tiba, membuat Sora merasa sedikit tidak nyaman.
“Hei, kau sepupunya Seowoo sunbae, kan?” , tegur seorang siswi dengan rambut panjang ikal di bagian bawahnya, sementara temannya menyimak di sampingnya.
Sora tidak tahu harus menjawab apa karena ia tidak ingin berbohong tetapi tidak ingin mengacaukan semuanya, pada akhirnya ia hanya tersenyum canggung bukan sebagai jawaban iya dan bukan juga sebagai jawaban tidak.
Siswi berambut ikal tersebut menganggap senyuman yang diberikan Sora adalah tanda dari jawaban iya, oleh karena itu wajahnya langsung berubah menjadi senang, “Perkenalkan, aku Chaerin, Song Chaerin. Kelas dua di ruang D. kita berada di tingkat kelas yang sama, hanya berbeda ruang kelas saja hehe.” , ucapnya sambil mengulurkan tangan pada Sora.
Dengan sedikit ragu, Sora menerima jabat tangan dari Chaerin, “Aku Sora. Kang Sora.”
Mendengar marga Sora, Chaerin merasa curiga, “Kang Sora?” , matanya menyipit sementara Sora mulai gugup dan khawatir, ia segera menarik tangannya dan menghindari tatapan curiga Chaerin.
“Hei, aku pikir marga Seowoo adalah Han. Han Seowoo, kan?” , tanya Chaerin pada temannya, dan dijawab anggukan setuju.
Chaerin kembali memberikan tatapan mencurigakan pada Sora, “Apa kau benar-benar sepupu Seowoo sunbae?”
Sambil tetap berusaha terlihat tenang di situasi yang tidak mengenakan ini, Sora memutar otak untuk mencari alasan yang cukup masuk akal untuk mendukung semua sandiwara ini, “Y-ya.. kau tahu.. ibuku dan ibu Seowoo sun- oppa, yang bersaudara. Sedangkan ayahku dan ayah Seowoo oppa dari marga yang berbeda. J-jadi.. ya seperti itulah.” , tak lupa Sora menambahkan sebuah senyuman di akhir kalimatnya agar terlihat meyakinkan.
Chaerin diam menatap Sora sejenak dan tidak langsung menanggapi, ia terlihat berpikir. Sora menunggu reaksi dari Chaerin dengan detak jantungnya yang berpacu semakin cepat. Ia khawatir alasannya tidak cukup kuat untuk mempertahankan semua kebohongan dan sandiwara ini.
“Ah iya, benar juga hehe.” , sahut Chaerin tiba-tiba. “Maaf aku sudah menanyakan hal yang bodoh.” , wajah Chaerin kembali ramah seperti di awal tadi. Sora ikut tertawa garing untuk menyembunyikan kegugupannya. Sekarang ia sudah bisa bernafas lega, untuk sementara.
Semua kelegaan itu berlangsung singkat. Chaerin mendekatkan dirinya lebih dekat pada Sora hingga lengannya benar-benar bersentuhan dengan lengan Sora. Ia pun mendekatkan wajahnya lebih dekat untuk berbicara dengan suara pelan hingga volume hanya Sora dan dirinya yang bisa mendengar perkataannya.
“Jadi begini.. Aku sudah menyukai Seowoo sunbae sejak lama sekali. Aku langsung jatuh cinta padanya saat melihatnya di hari pertama masuk sekolah. Aku sudah beberapa kali berusaha menarik perhatiannya, tapi sepertinya ia memperlakukanku sama seperti siswi-siswi lainnya. Seowoo sunbae memang orang yang ramah, tapi aku ingin keramahan yang berbeda. Aku ingin keramahannya padaku berbeda dengan keramahannya pada orang lain. Apa kau bisa membantuku?” , bisik Chaerin dengan mimik wajah memelas.
Sora berkedip beberapa kali mencoba untuk memahami situasinya saat ini, ‘Sial, aku akan terlibat terlalu jauh jika aku menuruti keinginannya.’ , pikir Sora dalam hati.
“Eung? Bagaimana? Kau bisa kan membantuku?” , tanya Chaerin membuyarkan lamunan Sora.
Sora menjauhkan dirinya dari Chaerin, “A-aku tidak yakin bagaimana bisa aku membantumu.”
“Bagaimana tidak bisa? Kau pasti bisa. Seowoo terlihat menyayangimu, sepertinya dia akan mendengarkanmu.”
“Menyayangiku?” , Sora memastikan kembali apa yang baru saja ia dengar.
Chaerin menatap Sora keheranan, “Memangnya tidak?” , Sora tersenyum garing.
‘Benar juga. Bukan hal yang aneh untuk menyayangi saudara sepupu. Apa sih yang kau pikirkan, Sora? Ckckckck.’ , batin Sora mengejek dirinya sendiri.
“Aku mohon padamu, Sora.” , Chaerin kembali memelas, namun kali ini sambil menyatukan kedua tangannya di depan wajahnya untuk memohon, “Katakan pada Seowoo untuk bertemu denganku. Aku hanya minta tolong satu hal itu padamu. Kau mau kan melakukannya untukku?”
Pikiran dan hati nurani Sora benar-benar bertentangan. Pikirannya ingin ia segera menolak permintaan tersebut agar ia tidak terlibat hal - hal yang merepotkan. Namun, hati nuraninya tidak tega untuk menolak permintaan Chaerin yang sejak lama tidak pernah menyerah untuk mengejar cintanya.
“Maaf, Chaerin-a. Aku bukannya tidak ingin melakukannya.. Hanya saja, aku tidak yakin Seowoo sun- ah, maksudku Seowoo oppa, akan melakukan permintaanku. Aku tidak ingin mengecewakanmu.” , jawab Sora mencoba mencari aman.
Chaerin menggeleng cepat, “Tidak apa-apa. Aku tidak akan menyalahkanmu jika Seowoo sunbae tidak mau menemuiku. Kau hanya harus memintanya untuk menemuiku, itu saja. Aku tidak memintamu untuk membuatnya menjadi pacarku.”
Mendengar hal itu, hati nurani Sora semakin bersemangat untuk melakukan permintaannya dan semakin tidak tega untuk menolaknya.
“Bagaimana? Kau mau melakukannya, kan?” , tanya Chaerin menuntut jawaban penerimaan. Sora terlihat berpikir sejenak.
“Iya, aku tahu, aku benar - benar tidak sopan memintamu untuk melakukan hal itu padahal ini pertama kalinya kita berkenalan dan berbicara satu sama lain. Tapi aku sedang putus asa. Aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana lagi.” , tambah Chaerin mencoba untuk menghasut pikiran Sora agar Sora mau menerima permintaannya.
Pada akhirnya, hati nurani Sora menang telak dari pikirannya. Ia mengangguk menyanggupi permintaan tersebut.
“Benarkah? Kau benar-benar mau melakukannya?” , dengan wajah berbinar, Chaerin ingin memastikan jawaban dari Sora.
Sora menunjukkan senyumnya dan kembali mengangguk, “Iya, aku akan melakukannya. Aku akan meminta Seowoo sun- oppa untuk menemuimu.”
Karena kegirangan, Chaerin langsung menjabat tangan Sora, “Gomawo (terima kasih) Sora-ya.. Aku akan mentraktirmu kapan-kapan.”
“Ah tidak perlu. Semoga berhasil dengan Seowoo sun- oppa.”
Chaerin mengangguk senang. Namun, sedetik kemudian raut wajahnya berubah, “Aku tidak mengerti kenapa kau selalu kelepasan memanggilnya Seowoo sunbae dan langsung mengoreksinya dengan Seowoo oppa?”
Saat itu juga hati nuraninya sedikit menyesal karena sudah menerima tawaran seseorang yang sangat peka dan detail seperti Chaerin. Ia sedikit khawatir semua kebohongan ini akan tercium oleh Chaerin.
“Dia pasti telah berusaha untuk menyembunyikannya selama ini, sampai-sampai dia benar-benar terbiasa memanggilnya sunbae alih-alih oppa.” , celetuk teman Chaerin yang secara tidak langsung telah menyelamatkan Sora dari kecurigaan.
“Omo (Ya ampun).. Kau benar-benar berusaha keras.” , puji Chaerin yang sama sekali tidak membuat Sora tersanjung.
Di situasi seperti ini Sora tidak tahu harus melakukan apa. Ia tidak memiliki topik pembicaraan untuk dibicarakan ataupun hal yang ingin di tanyakan. Perasaan tidak nyaman mulai menjalar dari ujung kaki naik hingga kepalanya. Ia bisa merasakan kecanggungan yang sama yang dirasakan Chaerin dan juga temannya. Beruntung, sebuah bus datang dan berhenti tepat di depan mereka.
“Ah, ini dia bus kita.” , sahut teman chaerin yang membuat Sora seketika merasa lega.
“Sora-ya, uriga meonjeo galkke. Jal butakhae. Ittda boja~ (Sora, kami duluan ya. Aku minta tolong yang tadi. Sampai bertemu nanti~)” , pamit Chaerin melambaikan tangannya sambil berjalan menuju pintu masuk bus.
Sora membalasnya hanya dengan tersenyum dan balas melambaikan tangan.
Para siswa dan siswi yang menunggu tadi, semuanya naik ke dalam bus hingga menyisakan Sora dan beberapa orang di tempat pemberhentian bus tersebut. Setelah memastikan bus yang dinaiki Chaerin sudah pergi jauh, Sora menghela nafas panjang dan membiarkan bahunya jatuh membungkuk. Ia memegang kedua kepalanya dan memikirkan kembali apa yang baru saja ia lakukan tadi.
“aniya, aniya, aniya (Tidak, tidak, tidak)! Apa yang kau pikirkan Sora? Kenapa kau menerima permintaannya? Kenapa melibatkan dirimu pada urusan yang tidak perlu dan tidak ada hubungannya denganmu?” , keluh Sora pada dirinya sendiri.
“Kau sedang bicara dengan siapa? Apa kau bicara sendirian?” , tanya Seowoo yang tiba-tiba muncul tepat di samping Sora.
Sora melompat terkejut, “Kkamjjagiya (Kaget aku)!”
Seowoo menatap Sora yang begitu terkejut akan kehadirannya dengan tatapan bingung, “Apa aku mengagetkanmu?”
“Tentu saja, astaga. Kenapa sunbae muncul dengan tiba - tiba seperti itu? Benar - benar membuatku kaget.” , balas Sora sambil memegangi jantungnya.
Seowoo menutup mulutnya yang terkekeh, “Kupikir kau sering berolahraga, apa jantungmu memang selemah itu?”
“Bukan karena itu. Aku sedang terpikirkan tentang sunbae, dan tiba-tiba saja sunbae muncul di sampingku.”
“Tunggu. Apa kau bilang tadi? Kau sedang memikirkanku?”
Dengan cepat Sora melambai-lambaikan tangannya untuk menangkis prasangka Seowoo, “TIdak, tidak. Tidak seperti itu. Kau salah paham, sunbae. Bukan memikirkan sunbae yang seperti itu.”
“Lalu?”
“Hmmm.. Begini.. Tadi.. Ah, aku tidak yakin bagaimana harus mengatakannya.”
Seowoo sedikit membungkukkan bahunya, mendekatkan telinganya pada Sora, “Hmm?” , Seowoo menuntut Sora untuk melanjutkan kalimatnya.
Melihat Seowoo mendekatkan diri padanya, Sora reflek menjauhkan dirinya. Seowoo terus mendekat pada Sora dan Sora pun terus menjauh dari Seowoo hingga tubuhnya benar-benar miring ke samping nyaris kehilangan keseimbangannya. Menyadari hal itu, Seowoo kembali ke posisi awal dan diikuti oleh Sora.
“Jadi bagaimana bisa aku ada pikiranmu tadi?” , tanya Seowoo lagi.
“Tapi berjanjilah sunbae akan melakukannya!” , ucap Sora dengan cepat.
Seowoo semakin bingung dibuatnya, “Berjanji melakukan apa?”
“Umm.. Tadi ada seseorang yang meminta bantuanku untuk mempertemukannya denganmu, sunbae.”
Seowoo menaikkan sebelah alisnya, “kenapa?”
Dengan menaikkan kedua bahunya, Sora membalas, “Dia termakan rumor yang mengatakan aku adalah sepupumu, sunbae. Jadi dia meminta tolong padaku.”
“Dia juga mengira kau akan mendengarkan jika itu adalah permintaanku.” , tambahnya lagi.
“Konyol ya? Aku pun berpikir begitu.” , sela Sora sebelum Seowoo sempat menjawab.
Sebuah senyum kecil muncul di wajah Seowoo, “Aku akan melakukannya jika kau memintanya.”
“Eh??!!” , Sora terkejut tidak menyangka dengan jawaban Seowoo, “Waeyo (kenapa)?”
“Aku ingin melihatmu meminta padaku.”
Sora menyipitkan matanya pada Seowoo, berusaha mencari niat tersembunyi yang sedang Seowoo lakukan padanya, namun nihil. Sempat terpikirkan oleh Sora bahwa Seowoo melakukan ini karena ingin merendahkan dirinya.
“Jadi.. apa kau akan meminta padaku?” , tegur Seowoo membawa Sora kembali pada kenyataan.
“Tunggu.. Kenapa aku harus meminta padamu? Bukan aku yang ingin bertemu denganmu.” , protes Sora yang tidak ingin merendahkan dirinya pada Seowoo.
“Tepat sekali. Kenapa kau yang harus meminta padaku padahal bukan kau yang ingin bertemu denganku.”
Sora merasa tertampar seketika itu juga. Ia merasa telah dibodohi, dan ia merasa malu karena sudah dibodohi.
Lagi - lagi, pikiran dan hati nuraninya mulai berdebat berusaha mengambil alih tindakan Sora selanjutnya.
‘Sudah aku peringatkan tadi untuk tidak menerima permintaannya.'
'Apa salahnya membantu orang lain.'
'Memang tidak salah. Tapi tidak ada salahnya untuk memilah-milah permintaan mana yang bisa diterima dan yang tidak bisa. Kita tidak harus selalu menerima permintaan orang lain.'
'Bagaimana jika kau berada di posisinya? Pasti menyenangkan memiliki seseorang yang bisa mendekatkanmu pada impian cintamu.'
'Kau naif sekali. Bagaimana hal itu bisa disebut cinta jika dia tidak cukup berani untuk menemuinya secara langsung alih-alih meminta Seowoo untuk menemuinya?'
'Ssst! Kau diamlah. Kau tahu apa soal perasaan wanita.'
'Hei! Aku juga wanita! Hanya saja lebih realistis.'
Mendengarkan semua perdebatan antara pikiran dan juga hati nuraninya benar-benar membuat Sora merasa dirinyamemiliki dua kepribadian yang berbeda. Namun, karena empati yang ia miliki cukup besar, tidak jarang terjadi dimana hatinya menang dari akal pikirannya. Seperti saat ini, contohnya.
“Terserah sunbae mau menemuinya atau tidak. Aku hanya menyampaikan apa yang diminta.” , Sora memilih untuk mengambil jalan tengah.
Seowoo menengadah menatap langit yang terlihat lebih cerah dari hari kemarin dan menghela nafas, “Bagaimana menurutmu? Aku harus menemuinya atau tidak?” , tanyanya masih menatap langit. Sora menatapnya bingung.
“neoui mam daerohae (terserah apa kata hatimu) sunbae.”
“Hmmm..” , pandangan Seowoo beralih menatap pola jalan tempatnya berpijak dan menendang debu-debu halus yang mengenai sepatunya, “Hatiku mengatakan akan melakukannya jika kau menginginkan aku untuk menemuinya.” , kepalanya miring menatap Sora.
“Kenapa aku?”
“Jadi aku harus menemuinya atau tidak?”
“Hei! Hei!”
“Aku harus menemuinya?”
“. . .”
“Atau tidak?”
“. . .”
“Ah, busku sudah datang. Cepatlah jawab.” , Seowoo menatap ke arah sebuah bus dengan nomor yang berbeda dari bus yang sebelumnya, datang mendekat. Pandangan Sora pun ikut menatap bus tersebut yang sudah semakin dekat menuju mereka.
“Masih tidak ingin menjawabnya? Baiklah. Akan aku anggap tidak pernah mendengar ini. Sampai bertemu besok.” , Seowoo menepuk bahu Sora sebelum berjalan pergi menuju pintu masuk bus.
Ditimpa rasa bersalah dan juga rasa gundah, Sora masih terdiam di tempatnya berdiri. Ia tidak ingin diberikan tanggung jawab seperti ini. Ia memikirkan, apakah ini berarti pertemuan Chaerin dengan Seowoo bergantung pada dirinya? Sejenak ia merasa berkuasa, tetapi hal ini justru membuatnya tertekan.
Setelah semua kerumitan yang terjadi di dalam pikirannya, ia kembali tersadar pada kenyataan. Melihat Seowoo sudah berada di depan pintu bus membuat Sora gelagapan. Ia memaksa dirinya untuk membuat keputusan saat ini juga.
“Temuilah dia!” , teriak Sora tiba - tiba , menarik perhatian Seowoo, orang - orang yang masih duduk menunggu di tempat duduk yang disediakan disana, dan juga orang - orang yang sedang mengantri di belakang Seowoo.