BAB TIGA PULUH SEMBILAN

1106 Words
Sesampainya di rumah sakit, ayah dan ibu Rei segera menuju ruang Unit Gawat Darurat dan mencari keberadaan anaknya dan juga teman anaknya yang kecelakaan itu. Tak butuh waktu lama bagi mereka untuk menemukan keberadaan Rei. Mereka bergegas menghampiri Rei yang sudah duduk disana tepat dei samping tempat tidur Sora. "Rei! Bagaimana keadaannya?" , tanya ibunya langsung sesampainya di hadapan Sora. Rei mendongak melihat orangtuanya yang datang, "Okaa-san (ibu).." , dari wajah Rei terlihat jelas kekhawatirannya. "Chogiyo (permisi), apa kalian walinya?" , tanya seorang perawat yang tiba - tiba datang menghampri mereka. Ayah Rei maju selangkah, "Ne (iya), saya walinya." "Kalau begitu tolong isi administrasinya ya, pak. Mari ke sebelah sini." "Ah iya, baik." , ayah Rei menatap ke arah istri dan juga anaknya sesaat sebelum pergi mengikuti perawat tadi dari belakang. Ibu Rei mendekat pada Rei dan mengusap pundaknya mencoba menghilangkan kekhawatiran yang dirasakan putra satu - satunya tersebut. "Kaa-san, mianhae (maafkan aku, ibu). Aku mengacaukan penampilanku." , ujar Rei sambil menyandarkan kepalanya pada tangan ibunya. Tangan ibu Rei beralih mengelus puncak kepala Rei, "Gwaenchanha (tidak apa - apa). Sugohaesseo (kau sudah melakukannya dengan baik)." Rei terenyuh merasakan besarnya kasih sayang yang ibunya berikan padanya, "Kaa-san (ibu).. Aku merasa bersalah pada Sora. Jika saja aku tidak memaksanya untuk datang, maka ia tidak akan mengalami ini." , sesal Rei sambil melihat pada Sora yang masih terbaring tidur. "Aniya (tidak), neo jalmeosi aniya (itu bukan salahmu). Bukan salah siapa - siapa kecuali si pengendara yang menabraknya." , ujar ibu Rei benar - benar menenangkan. "Apa dia masih belum bangun juga sejak tadi?" , tanya ibu Rei mengalihkan perhatian Rei. "Eung (iya), apa dia akan baik - baik saja?" "Tentu. Dia hanya butuh istirahat. Dia sudah terlalu bekerja keras selama ini." "Benar." , balas Rei setuju. Rei beralih mendongak untuk melihat wajah ibunya, "Bagaimana dengan ayah Sora?" , tanyanya. "Sudah okaa-san (ibu) kabari. Mungkin sekarang sudah di bandara." , Rei merasa lega sekaligus cemas mendengar jawaban dari ibunya. Setelah dirasa putranya sudah cukup tenang, ibu Rei melepaskan pelukan dari belakangnya, "Okaa-san (ibu) akan membawakan buah dan cemilan sebentar, ya." "Ne (iya), gomawo, kaa-san (terima kasih, bu)." , ujar Rei yang dibalas sebuah senyuman oleh ibu Rei. Sesaat setelah ibunya pamit pergi sebentar, rasa bersalah Rei kembali datang. Ia merasa sulit untuk tidak merasa bersalah pada Sora tiap kali mengingat kerja keras dan usaha Sora selama ini untuk pertandingannya nani. Namun, disaat hari menuju hari pertandingannya tersisa hanya beberapa hari lagi, Sora malah mendapat kemalangan ini yang berpotensi akan menggagalkan semua lelah dan keringat yang telah Sora curahkan untuk latihan selama ini. Saat kecemasannya dan rasa bersalahnya belum hilang, ia melihat mata Sora mulai mengerjap - ngerjap kecil. "Sora-ya?!" , Rei langsung berdri dan menghampiri Sora lebih dekat. "Sora?Apa kau bisa mendengarku? Ini aku, Rei." Mata Sora kini sepenuhnya terbuka, ia bisa melihat Rei yang tengah membungkuk di sebelah kirinya, R..Rei?" , lirih Sora lemah. Melihat Sora sudah sepenuhnya sadar dan mengucapkan namanya membuat Rei benar - benar merasa lega. Ia mengangguk dengan semangat, "Iya, Sora. Ini aku, Rei. Senang melihatmu bangun." "Bagaaimana kompetisimu? Kau memenangkannya, kan?" , tanya Sora. Rei menggeleng dengan senyuman sedih di wajahnya. Sora mengangkat tangan kirinya dan menepuk - nepuk lemah tangan Rei, "Gwaenchanha (tidak apa - apa), sugohaeseo (kau sudah berusaha)." Tangan Sora yang tersambung selang infus reflek memegangi kepalanya yang terasa pusing, ia menyadari kepalanya dibalut kain kasa. Saat itu juga ia teringat kejadian yang menimpanya sebelumnya saat ia tertabrak motor. Semuanya terjadi dengan begitu cepat. "Ah.. Aku tertabrak tadi." , ucap Sora setelah mengingat peristiwa tadi. Rei tersenyum sedih. Sora menaikan tubuhnya saat beranjak duduk. Saat itu ia menyadari kaki kirinya tidak bisa di gerakkan. Matanya terbelalak melihat kaki kirinya yang dibungkus gips tebal dan perban. 'Eoh?! Nae bal wae irae (Kenapa kakiku begini)?" , tanya Sora panik saat ia tidak bisa mengangkat kakinya. Rei hanya diam idak berani menjawab. "Nae bal (kakiku)!" , mata Sora beralih pada Rei di sampingnya, "Rei, nae bal wae irae (kenapa kakiku begini)?" , tanya Sora dengan mata berkaca - kaca, "Bagaimana dengan pertandinganku nanti?!" , Sora berteriak pada Rei frustasi. "Mianhae Sora-ya (maafkan aku, Sora)," , Rei langsung memeluk Sora untuk menenagkannya namun Sora sudah terlanjur menangis. Sora terisak semakin jadi, "Bagaimana pertandinganku, Rei? Aku sudah berusaha keras selama ini.." "Mianhae (maafkan aku).. Mianhae Sora-ya (maafkan aku, Sora).." , Rei tdak tahu harus berkata apa untuk menenangkan Sora dan menebus kesalahannya. Ayah dan ibu Rei bergegas menghampiri Sora dan Rei begitu mendengar suara tangisan Sora yang terdengar dari pintu masuk ruang Unit Gawat Darurat. Ibu Rei langsung mendekat pada Sora dan menggantikan Rei untuk memeluk Sora. "Gwaenchanha, Sora-ya (tidak apa - apa, Sora).. Gwaenchanha (tidak apa - apa)." , ujar ibu Rei mencoba menenangkan Sora. *** Ayah dan ibu Rei juga Rei memilih untuk menunggu di ruang tunggu agar Sora bisa merasa nyaman untuk beristirahat. "Okaa-san (ibu) merasa kasihan pada Sora. Dia masih terlalu awal untuk dibiarkan menghadapi semuanya sendirian. Betapa tega ibunya meninggalkan putri yang rajin seperti Sora." , curhat ibu Rei begitu mereka meninggalkan ruang Unit Gawat Darurat. Ayah Rei maupun Rei tidak tahu harus berkomentar apa, mereka memilih untuk diam saja. Saat mereka baru saja duduk, seorang wanita terlihat berlari tergesa - gesa melewati mereka. Rei yang melihat itu mengernyitkan dahinya merasa tidak asing. "Sora-ya?!" , panggil wanita berambut panjang dan ikal dibagian bawahnya itu berjalan dengan terburu - buru menghampiri Sora diiringi dengan suara berisik sepatu hak tingginya membentut lantai. Sora yang tengah duduk bersandar dengan lesu memandangi kakinya yang dibungkus gips langsung menengok ke arah sumber suara yang tidak asing. Sora terkesiap melihat siapa yang baru saja muncul di depannya dengan terengah - engah, "Eomma (ibu)?" Wanita dengan mantel lembut berwarna cokelat muda yang mengetat pada tubuhnya hingga mengikuti bentuk tubuhnya itu langsung menghampiri Sora dan memeluknya, "Neo gwaenchanha (kau tidak apa - apa)? Maaf, eomma terlambat." Sora masih dengan keterjutannya, ia tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Rasanya oaknya masih loading akibat benturan saat tabrakan tadi. Ibu Sora melepaskan pelukannya dan melihat lekat - lekat keadaan putrinya tersebut, "Neo gwaenchanha (Kau tidak apa - apa)? Apa yang terjadi padamu? Apa yang ayahmu lakukan selama ini sih? Apa dia tidak becus menjagamu?" , tanya ibu Sora cemas. "Eomma.. Jal jinaesseo (apa kabarmu baik selama ini)?" , tanya Sora dengan mata kembali berkaca - kaca. Ibu Sora tidak menduga Sora akan menanyakan hal itu padanya di saat seperti ini, "Sora-ya.. Eommaga mianhae (maafkan ibu).." Air mata Sora jatuh begitu saja. Orang yang selama ini ia pendam dalam - dalam, tiba - tiba saja muncul di hadapannya,membuat semua perasaan yang ia pendam selama ini memaksa keluar dari tempat persembunyiannya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD