Bab 11. Cinta Pada Pandangan Pertama

1264 Words
Kalandra keluar dari ruangannya tepat di jam pulang kantor. Namun pria itu tidak langsung pulang, ia justru berdiri di depan pintu ruangannya. Mata elangnya menatap lurus ke arah Bianca, bibirnya menyeringai senang. “Bianca!” serunya lantang. Mengambil alih atensi seluruh karyawan di tim 1. “Iya, Pak?” Bianca berdiri, menyahut sopan meski ia nyaris terlonjak kaget. “Ikut saya sekarang!” ucap Kala tegas kemudian segera berlalu. Kedua netra Bianca melebar kaget. Ia melirik Zita, meringis. Zita memberi isyarat kecil untuk segera mengikuti perintah Kalandra. “Iya, Pak, sebentar!” Tak ada lagi yang bisa Bianca lakukan. Ia segera membereskan mejanya, mengekor Kalandra keluar dari ruangan. Zita memutar bola matanya malas ketika mendapati sepasang mata Sofia menatap tajam ke arah Bianca yang berlari-lari kecil melewati mereka. “Duh, jangan sampe ada drama cinta segitiga di kantor!” keluhnya dalam hati. Bianca berhasil menyusul Kalandra sebelum memasuki lift. Mereka masuk ke dalam lift bersamaan, Bianca berdiri di belakang sang pria. Dan seketika, lift yang tadinya lengang itu menjadi penuh sesak. Tentu saja, ini jam pulang kantor. Kalandra dan Bianca terdesak ke belakang, maka Kalandra berbalik agar punggungnya tak menekan tubuh wanita di belakangnya. Namun, tentu saja pilihannya justru membuat suasana di antara mereka terasa semakin panas. Sepasang pria dan wanita itu bertatapan. Kalandra menunduk, mengurung tubuh Bianca dengan tatapan tajamnya. “Cantik,” gumamnya lirih. Bianca mendelik, buru-buru membuang muka. Tangannya mengipasi wajahnya yang terasa memanas. Berada dalam jarak sedekat ini, tentu ia dapat mencium aroma tubuh Kalandra. Aroma maskulin yang sama seperti malam itu. Seketika, memori malam panas yang ia habiskan bersama bosnya itu memenuhi benaknya. Pipi Bianca semakin memerah, ia menunduk dalam untuk menyembunyikannya. Kalandra menyadari itu, maka ia semakin menunduk, berbisik pelan di telinga sang dara. “Udah gue bilang, kita ke Harmoni aja. Gue sewa private room di balkon paling atas, kayak waktu itu.” Bianca menahan nafas seketika, tubuhnya meremang. Atmosfer di sekitarnya terasa semakin memanas, membuat tubuhnya menggeliat tak bisa diam. Kalandra menyeringai, “Gimana?” “Jangan aneh-aneh!” desis Bianca galak. Bukannya takut, Kala justru cekikikan mendengar sahutan Bianca. Lift berdenting pelan, pintunya terbuka. Belasan manusia yang tadi terperangkap di dalamnya segera berhambur keluar. Bianca menghela nafas lega, namun Kalandra segera menarik tangannya untuk mengikutinya ke parkiran. “Lepasin!” sentak Bianca ketika mereka telah tiba di samping sebuah mobil berwarna abu metalik. “Lepasin, Kalandra!” Ia membentak atasannya kesal. Kala menoleh. “Wah, mentang-mentang udah di luar jam kerja sekarang lo berani manggil nama gue langsung?” Ia maju selangkah, menghimpit tubuh Bianca ke badan mobil. Tangan Bianca terangkat, mencegah tubuh Kalandra yang semakin mendekat. “Nggak usah tarik-tarik bisa, ‘kan? Sakit tahu!” Bianca menggerutu. “Tadi juga, jangan panggil gue terang-terangan gitu di depan karyawan lain. Gue udah bilang, gue nggak mau kehidupan kerja gue berasa di neraka gara-gara lo!” Sebelah alis Kala terangkat. “Kayaknya lo lupa siapa yang bikin masalah ini dari awal, hm?” Bianca mengernyit. “Maksud lo?” Kalandra semakin mendekatkan tubuhnya, sedikit menunduk, sengaja menggunakan tubuh tingginya untuk mengintimidasi Bianca. Dan itu benar-benar berhasil. Lihatlah, wanita cantik yang memiliki tinggi hanya sebatas lehernya itu menciut takut. “Kalau bukan karena ucapan terima kasih yang lo tulis di atas kertas kecil itu, gue nggak akan begini.” Kala mendesis tepat di depan wajah Bianca. “Lo pikir gue apa? G*golo aja masih dapet duit dari ngelayani cewek, tapi gue? Cuma dapet ucapan terima kasih!” Bianca menelan ludah. “Te-terus mau lo apa sekarang?” Seringai di bibir tipis Kalandra semakin lebar. “Buat sekarang, ayo kita makan malam bareng. Sesuai pilihan lo.” Ia memundurkan tubuhnya, membuka pintu mobil, bersiap untuk masuk. “Buat sekarang?” Bianca yang baru saja berhasil mengembalikan keberaniannya bertanya bingung. “Kalau buat besok-besok?” “Nanti gue pikirin lagi. Tenang aja, gue bakal tetep minta lo buat milih. Dan sama seperti sekarang, gue bakal turutin apapun pilihan lo.” Bianca menimbang sejenak, sementara Kalandra sudah masuk ke dalam mobil. Pria itu membuka pintu penumpang di sebelahnya dari dalam, melongokkan kepala keluar. “Ayo masuk!” serunya. Bianca buru-buru masuk ke dalam mobil, menghempaskan tubuhnya di jok mobil mewah milik Kalandra. Pria itu mendekat ke arah Bianca dengan cepat.. “Mau apa lo?!” sergah Bianca tak kalah cepat. “Masangin seatbealt, kenapa? Lo pengen gue cium?” Kala menantang tatapan galak sang dara, kemudian terkekeh geli. “Gue bisa sendiri.” “Ini mobil mahal keluaran terbaru, teknologi yang dipakai juga baru, gue nggak yakin lo bisa pasang sendiri,” ujar Kala beralasan. Padahal mau semahal apapun sebuah mobil, bukankah cara memasang sabuk pengamannya sama saja? Bianca menahan nafas, membiarkan tubuh Kala berada dalam jarak begitu dekat dengan tubuhnya. Ia gugup bukan main. Saking gugupnya, tanpa sadar ia memejamkan mata. “Ah, sebenarnya ….” Suara Kala terdengar begitu dekat, bahkan hembusan nafasnya menyapu bibir Bianca dengan hangat. Bianca membuka mata dan langsung mendapati wajah tampan Kala berada amat dekat dengan wajahnya. Hanya berjarak beberapa senti saja. “I want to touch you so bad.” Kala melanjutkan. “Tapi … karena lo cuma milih dinner, gue minta satu ciuman aja sekarang.” Tanpa permisi, Kala sudah memajukan kepalanya, memagut bibir Bianca yang begitu candu baginya. Tangan kanannya menahan kepala Bianca agar tidak banyak bergerak. “Sto—“ Bianca berusaha melepaskan bibirnya, namun Kala terus menyerangnya. Nafas wanita itu terengah. Ia kesulitan mengimbangi ciuman Kalandra yang terkesan begitu menuntut dan gelisah. Beruntung, sepertinya pria itu tak berniat melanjutkan ciuman panas mereka hingga ke level yang lebih tinggi. Bianca mendorong tubuh Kalandra menjauh, mengusap bibirnya yang terasa bengkak. “Ini bisa disebut pelecehan, Kalandra!” desis Bianca marah. Dadanya naik turun dengan cepat. Nafasnya menderu, entah karena sensasi yang ditinggalkan oleh ciuman mereka tadi atau karena rasa marahnya pada kelakukan pria itu. Kalandra melirik sekilas, kemudian menyalakan mesin mobil. “Makanya ayo pacaran biar gue bisa bebas nyium lo,” sahutnya enteng. “Kenapa lo ngotot banget ngajak gue pacaran? Kita baru ketemu sekali, loh!” Bianca bertanya ketika mobil yang dikemudikan Kala membelah jalanan ibukota. Lampu-lampu gedung, rumah, dan pertokoan mulai menyala. Membuat suasana malam semakin meriah. “Gue mau aja, kenapa? Nggak boleh?” “Ya nggak boleh! Mana ada orang ngajak orang lain pacaran cuma karena mau?” Bianca berseru gemas. Entah kenapa, emosinya mudah tersulut saat berbicara dengan pria itu. Jauh berbeda dengan saat mereka bertemu di kelab Harmoni tempo hari. Mereka justru dengan mudahnya memutuskan untuk menghabiskan malam panas bersama. “Gue mau juga karena punya alasan, ‘kan?” “Nah, apa alasan lo?” “Kalau gue bilang gue suka sama lo, lo percaya nggak?” Bianca terbelalak, lantas terbahak. “Bullshit! Kita aja baru ketemu sekali.” Kalandra menggeleng-gelengkan kepalanya. “Lo nggak percaya sama cinta pada pandangan pertama?” Tawa Bianca kembali meledak setelah mendengar kalimat Kala barusan. “Cinta pada pandangan pertama? Hahahaha!” Bianca semakin meledakkan tawanya, ia sampai memegangi perutnya yang terasa hampir kram. “Coba lihat, cowok yang di hari pertama gue temui langsung ngajak sewa private room sekarang malah ngomongin cinta pada pandangan pertama? Nggak usah sok polos, deh!” Kala mengedikkan bahunya. “Terserah apa pendapat lo, tapi gue percaya kalau cinta pada pandangan pertama itu beneran ada.” Tawa Bianca akhirnya mereda. “Apa yang bikin lo percaya?” Kalandra menginjak pedal rem, mobil yang mereka tumpangi berhenti di perempatan jalan. Lampu lalu lintas sedang menyala merah. Pria bermata elang itu menoleh, menatap Bianca lekat. “Karena gue pernah mengalaminya.” Suara baritonnya terdengar dalam dan serius. Membuat Bianca tertegun seketika.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD