Kalandra benar-benar mengajak Bianca masuk ke kamar favoritnya di lantai paling atas kelab Harmoni. Suasana intim langsung menyambut keduanya. Bayangan-bayangan tentang kejadian malam itu kembali berkelebat. Desahan nikmat dari keduanya kembali terngiang. Meski mabuk, Bianca masih bisa merasakan kehangatan kulit Kalandra di bawah tangannya. Pipi Bianca seketika merona merah, apalagi ketika teringat betapa agresifnya ia malam itu. Bianca berbalik dengan cepat. “Mau ke mana?” cegah Kalandra. “Mau pulang.” “Jangan!” Kalandra menarik lengan Bianca sebelum wanita itu mencapai pintu. “Kita belum tahu apa Vanya masih ada di luar sana atau enggak. Kalau lo pulang sekarang, sandiwara kita bisa ketahuan,” ujarnya beralasan. Bianca berpikir sejenak. “Ya udah, tapi kita nggak boleh ngapa-ngapain,