Kaella and Gabriel (Bag. 2)

2069 Words
Sudah satu bulan sejak kejadian di villa. Kaella belum pernah berpapasan lagi dengan Gabriel. Cowok itu susah banget ditemui. Padahal sama-sama siswa, tapi nggak pernah kelihatan bahkan saat Kaella sempat nekat menemui cowok itu di kelasnya pas jam pelajaran. Sera sedang menyedot nutrisarinya bersama Kaella yang daritadi diam terus persis orang habis diputusin pacarnya. "Yaudah sih Kael, kenapa nyari-nyari si Ega sih? Yang ada lo kena masalah entar. Toh dia juga nggak nyariin lo." Kaella berdecak putus asa. "Ya ini kan gue yang salah, oon. Ngapain dia yang nyariin gue." "Terus kalo ketemu lo mau ngapain ha? Minta maaf? Ya anjir masalah kayak gitu mana pantes minta maaf segala. Malu bego," sahut Sera geregetan. Kaella jadi termenung mendengarnya. Benar juga. Masalah kayak gitu emang pantes buat minta maaf segala? "Lagian si Dami udah bonyok, udah kelar berarti. Kan biang keroknya dia," ujar Sera lagi. Iya, Dami babak belur nyaris sekarat karena katanya dihajar Gabriel. Dirawat dua minggu karena tulang rusuknya patah. Nah, ini Kaella mau nyamperin Gabriel setelah tahu Dami hampir 'lewat' gara-gara kejadian di villa. Dikira nyawa bisa di install kali ya. Sera menggeleng tak paham. "Heh!" Seorang cewek tiba-tiba menggebrak meja. "Lo Kaella?" dia menunjuk Sera dengan mata marah. "Gue. Kenapa?" Kaella berdiri. Plak! Satu tamparan keras mendarat di pipinya. "Eh b*****t! Temen gue nih!" Sera menjambak cewek itu. Dan cewek itu tidak tinggal diam. Ikut menjambak Sera tak kalah brutal. Malah Kaella yang bingung memisahkannya.   ***   "Rafa!" Merasa terpanggil, Rafa menghentikan laju motornya yang baru saja akan pulang sekolah bersama siswa yang lain. Kaella setengah berlari mendekatinya. "Anterin gue ketemu Ega, dong!" pinta Kaella. Entah untuk keberapa kalinya. Soalnya cuma Rafa yang dikenalnya untuk bisa bertemu Gabriel. Dami mustahil. Hubungannya dengan Gabriel jadi renggang gara-gara ulahnya sendiri. Rafa memutar bola matanya. "Nggak usah cari gara-gara deh. Minggir ah. Gue mau pulang juga," tolak Rafa. "Sekali doang, Raf. Sekaliiii. Cuma pengen tau doang dia marah apa nggak sama gue," Kaella segera menahan stang motor Rafa karena cowok itu akan maju lagi. Rafa menghela nafas lelah. "Kalo dia marah gimana. Kalo nggak marah gimana?" "Ya itu urusan entar. Pokonya sekarang ketemu dia dulu!" Kaella langsung naik ke boncengan Rafa sebelum cowok itu pergi lagi. Rafa menimbang lama. Lalu hanya bisa pasrah. "Nggak tanggung jawab ya kalo ada apa-apa."   ***   Motor Rafa berhenti di sebuah gedung kumuh yang tidak terpakai. Bahkan rumput liar tampak memanjang pertanda tempat ini sudah tidak terurus dalam waktu yang lama. Banyak coretan-coretan grafiti di dinding tak bercat itu. Kaella turun dari motor sambil ternganga. "Lo mau perkosa gue di gedung tua ya?" tanyanya pada Rafa yang baru membuka helm. "Si anjir. Gue nggak ena-ena dengan pemaksaan kali," balas Rafa sambil berjalan memasuki gedung itu. Kaella membuntut takut di belakangnya, bahkan memegang tas Rafa. "Ini markas. Sering jadi tempat nongkrong kalo lagi cabut sekolah," jelas Rafa. "Ega disini?" Rafa mengangguk. "Harusnya sih. Sejak lo yang mainin dia di villa itu, dia jadi sering cabut sekolah sambil bawa cewek ke atas. Mana gonta-ganti. Padahal Kael, dia jarang keliatan sama cewek, makanya ada yang bilang dia homo." Kaella diam saja. Ada banyak orang di dalam gedung usang itu. Sepuluh mungkin? Atau lima belas? Pokoknya kurang dari dua puluh. Beberapa lagi main gapleh di atas meja kayu yang kakinya patah satu. Ada juga yang nyanyi sambil main gitar. Beberapa selonjoran di sofa butut yang isinya sudah keluar, sambil main ponsel. Satu yang Kaella tahu, gerombolan cowok ini bukan termasuk golongan siswa dengan catatan baik di sekolah. Ah sepertinya beberapa sudah lulus. "Ega mana?" bisik Kaella karena dia tidak menemukan cowok misterius itu. Rafa menunjuk tangga dengan bibirnya. "Diatas. Ruangan khusus. Nggak boleh masuk kecuali ada berita penting." Kaella mendengus takjub bercampur geli. Ada ya hal-hal semacam itu? Bahkan di gedung kusam yang isinya berbagi tempat dengan kelelawar, ada semacam ruangan khusus. Khusus Gabriel lagi. Sepenting itu jabatannya di mata orang-orang sini. "Eh, elo?!" Kaella menoleh. Cewek yang tadi berantem sama Sera, yang tadi menamparnya, ternyata ada disini juga. Wow. Kaella pantas untuk terkejut. Cewek itu mendekat dengan senyuman remeh. "Ngapain cewek murahan ini kesini?" Baru akan menyentuh rambut Kaella, tangannya segera ditahan oleh Rafa. "Gue juga harus tanya itu sama lo. Ngapain lo kesini? Ini bukan tempat umum yang bisa didatangin orang asing kayak lo." Cewek itu malah tertawa nyaring. "Orang asing ini pernah ke atas. Berduaan sama Gabriel dan melakukan sesuatu yang menakjubkan. Asal lo tau." "Sekarang ngapain?" "Ya mau ketemu Gabriel lah! Lo pikir apa lagi?" Ini cewek satu, udah songong, nyolot banget lagi. Pengen rasanya dijedukin ke tembok sampe pingsan. "Dan lo!" cewek itu menunjuk Kaella sampai dia tersentak kaget. "Pergi lo! Ini bukan tempat buat tikus kecil!" "Apaan si nenek lampir ini," desis Kaella tak suka. Lagian Kaella bela-belain datang kesini bukan untuk diusir. "Nenek lampir?!" Cewek itu maju, menjambak Kaella tanpa sempat Rafa cegah. Kaella menjerit kesakitan, tentu saja. Jambakan cewek itu kenceng banget. Mungkin rambut Kaella rontok karenanya. Perih. "Hebat. Dateng cuma buat keributan." Suara tajam itu menghentikan jambakan di rambut Kaella. "Baby!" Cewek gatel yang langsung memasang senyuman itu langsung berlari memeluk Gabriel. Kaella meringis mengelus rambutnya. Anjing tuh cewek. Makinya dalam hati. Gabriel melepaskan tangan manja yang bergelayut di badannya, ia melangkah mendekati Kaella, baru berhenti setelah ujung sepatu mereka bersentuhan. Tatapan mereka bertemu. Kaella meneguk ludah. Tuhkan. Setiap berhadapan sama Gabriel tuh pasti nyalinya melebur. "H-hai," sapanya pelan. Tidak ada balasan. Gabriel terus memandanginya tanpa ekspresi. "Gue, anu," mata Kaella meminta pertolongan pada Rafa. Tapi cowok itu melarikan pandangannya. "Gue,," Kaella kaget ketika tangannya ditarik secara tiba-tiba oleh Gabriel menuju tangga. "Ehh! No! Kenapa kamu tarik dia bukan aku?!" Lagi-lagi si cewek drama ini menghalangi jalan mereka. Sepertinya Gabriel kesal, bisa dirasakan dari genggaman tangannya yang mengerat. "Barry!" teriak Gabriel. "Yap Bos!" Cowok berkulit sawo matang yang sedang main gapleh langsung mendekat. "Urus cewek satu ini." "Wohooo, dengan senang hati. Boleh rame-rame, bos?" "Terserah." Lalu cewek itu ditarik paksa oleh orang yang bernama Barry. Kaella penasaran apa yang akan terjadi, namun tangannya segera ditarik Gabriel menuju lantai atas. Hal terakhir yang Kaella lihat di lantai bawah adalah cewek itu meronta dengan pakaian yang telah terlepas dan ditarik ramai-ramai. Ketika sampai di lantai dua, Kaella bergidik karena terus mendengar teriakan cewek itu. Namun sepertinya Gabriel tidak peduli dan terus menarik Kaella sampai mereka menginjakan kaki di satu ruangan yang tidak terlalu luas. Ruangan itu bersih tanpa coretan seperti di lantai bawah, hanya semen abu kehitaman yang belum di cat. Ada jendela yang ditutupi kardus sehingga tempat itu gelap tanpa ada celah untuk masuknya cahaya. Sofa kecil yang hanya muat untuk satu orang, itupun warnanya sudah pudar walaupun masih terlihat layak dipakai. Di depan sofa ada meja kayu, terlihat masih bagus, mungkin mendadak beli. Dan ouw, mata Kaella terpaku cukup lama pada tempat tidur singlebed di pojokan sana. "Kayaknya emang ruangan khusus ya. Semuanya serba untuk satu orang," celetuk Kaella. "Mau ngapain lo?" Wow. To the point ya. "Ehm. Gue, gue bingung mau ngapain," Kaella kembali diserbu kegugupan. "Lo datang kesini bukan cuma buat dijambak-jambak, kan?" Gabriel melangkah ke kasurnya. Cowok itu membuka seragam atasnya lalu telentang tanpa baju. Seolah menggoda Kaella agar mendekat dan bermain bersama. Hush! Kael sadar! Lo kan cuma mau minta maaf. "Lo marah sama yang kejadian di villa?" Kaella meletakkan tas cokelatnya di sofa, kemudian melangkah mendekat dan berdiri persis di sebelah kepala Gabriel. "Menurut lo?" sahut Gabriel terpejam. Kaella menggigit bibir bawahnya. "Iya, sorry. Abis tuh si Dami pake dare dare segala. Kan gue gak punya pilihan lain. Terus—" Kaella tersentak kaget karena tubuhnya ditarik dan seketika dia sudah berada di bawah Gabriel. Mata setajam elang itu menatapnya. "Dan lo bodoh karena main-main sama gue." "Ga, sorry. Itu cuma truth or dare. Tantangannya juga gagal, kan gue malah keterusan waktu itu." Kaella mengusap pipi Gabriel. Ia benar-benar tulus meminta maaf. Lalu Gabriel terduduk. Membuat Kaella mengernyit dan ikut terduduk sambil menatapnya bingung. "Lanjutin darenya," ucap Gabriel. "Hah?" "Bikin gue turn on." Kaella menganga untuk beberapa saat. Tapi sejurus kemudian dia mendekat gugup. Tangannya menyentuh 'milik' Gabriel dari luar seragam cowok itu. Mengelusnya. Gabriel membuka resleting celananya dan mengeluarkan pusakanya. Kaela cengengesan memandanginya. "Masih lemes, ya." "Kan belum lo apa-apain." Kaella mengusap batang kecoklatan itu. Menciumnya, lalu menjilati ujungnya. Perlahan mainannya mulai mengeras. Kaella mulai memasukkannya ke dalam mulut. Menghisapnya keluar masuk ke mulutnya. Tidak lupa dia mainkan lidahnya juga. "s**t Kael, nggak kena gigi, ternyata lo pro." Kaella terus mengemutnya bagai permen lollipop. Hingga Gabriel membaringkan tubuhnya dan menindih. Ia membuka seragam Kaella, mencopot branya, lalu menghisap p******a. Tangannya bergerak melepaskan rok dan celana dalam, membuat Kaella sepenuhnya telanjang. "Yasshh, Ga," Kaella memegang puncak kepala Gabriel sambil meremas rambut. Wajah Gabriel turun ke bawah. Menjilati area miss V Kaella dan memasukkan lidahnya. "What the... Ahhhh," Kaella merasakan kenikmatan yang luar biasa saat Gabriel terus menjilati klitorisnya, bagian paling sensitif bagi Kaella. "Ga, masukin, dong," pinta Kaella parau. "Loh. Bukannya darenya nggak boleh sampe ML?" Gabriel tersenyum miring. Kaella menggeleng seperti anak kecil. "Nggak mauu. Pengen itu," dia menunjuk burung Gabriel yang sudah lurus. Gabriel melepaskan sisa pakaiannya, lalu membuka kedua kaki Kaella lebar-lebar dan memasukkan kejantanannya. "Woaahh, amazing." Kaella terpejam sambil menggigit bibirnya. Rasanya penuh ketika Gabriel masuk. Dan itu enak. Gabriel langsung bergerak diatas Kaella. Kasur mereka bahkan berderit karena gerakan Gabriel. "Ahhh. Ga, lo cepet banget. Ahhh." Kaella mengangkat kakinya disilangkan pada pinggul Gabriel. Genjotan Gabriel tidak mengendur. Rasanya luar biasa. "Ohhh my,, Ahhh, Ahhh, Ahhh." Kaella ingin mengatakan kalau, dari sekian pengalamannya bercinta, Gabriel juaranya. Biasanya cewek itu jarang mendesah, hanya mendesis dan menikmati gerakan lawannya. Namun Gabriel membuat mulutnya terus terbuka sambil terpejam. Bibirnya dipagut Gabriel. Dihadiahi gigitan serta hisapan seiring dengan getaran di tubuh Kaella. "Ga ih pengen keluar," Kaella mencengkram punggung Gabriel yang tidak memelan, malah semakin cepat. Kaella benar-benar berada di atas awang ketika dia sampai pada puncak kenikmatan. Gabriel berhenti dari aktifitasnya dan menciumi Kaella. "Ga, lo kan belum keluar." Gabriel mengangguk. "Giliran lo." Kaella mengambil alih, dia duduk di atas Gabriel dan mulai bergerak walaupun tidak secepat Gabriel. Payudaranya bergerak naik turun mengikuti tubuh Kaella. Gabriel mengelus pinggang Kaella sambil memperhatikan ekspresi cewek itu yang selalu membuka mulutnya walaupun tidak mendesah ataupun bersuara. Rasanya Gabriel ingin terus melumat bibir sensual itu. "Ga, sampe malem begini boleh gasi?" tanya Kaella, dia sudah menikmatinya lagi padahal baru saja pelepasan. Gabriel tersenyum melihat wajah Kaella yang keenakan. "Lo kuat?" "Gatau. Abis enak banget." Kaella melepaskan diri, lalu bergerak ke bawah untuk bermain bersama mainan barunya. Dia mengulum tongkat kekar Gabriel. Gabriel mengumpulkan rambut Kaella yang tergerai, dipeganginya ke belakang dalam satu ikatan agar tidak menghalangi wajah Kaella. Gabriel suka melihat wajah itu saat bermain dengannya. "Gue mau keluar," ucap Gabriel dengan suara berat. Kaella segera menaikinya lagi dan melakukan penyatuan. "Di dalem aja, gue lagi nggak subur." Kaella bergerak maju mundur. Tak berapa lama, Gabriel mendesis pada pelepasannya. Kaella merubuhkan tubuhnya diatas Gabriel, yang segera dipeluk oleh cowok itu. Mereka masih belum 'memisahkan diri'. "Cewek yang jambak gue siapa sih? Masa tadi dia datengin gue di sekolah terus nampar. Ngeselin," seru Kaella, tangannya memilin-milin p****g Gabriel. "Gatau. Gue lupa namanya. Kemarin dia main sama gue. Tapi gue kelepasan nyebut nama lo, terus dia kesel." Kaella mengangkat wajahnya kaget. "Lo apa?" "Nyebut nama lo pas lagi ena-ena sama cewek lain." Kaella menabok d**a Gabriel, tapi lucu juga membayangkannya. "Kok bisa-bisanya?" Gabriel menghirup puncak kepala Kaella. "Abis pas malam itu kita belum selesai." "Lo sih pergi. Padahal gue juga mau," kekeh Kaella. "Gue bukan permainan," desis Gabriel memicing tak suka. Kaella mengangguk. "Iya." Selanjutnya mereka diam lagi. Kaella merebahkan kepalanya di d**a Gabriel sambil terus bermain dengan p****g cowok itu. "Jadi kalau kita udah selesai main. Lo nggak mau lagi sama gue?" ujar Kaella, tiba-tiba terbesit pertanyaan itu dalam pikirannya. Mengingat cewek yang tadi menjambaknya malah jadi korban ramai-ramai, membuat Kaella takut dia juga hanya akan dibuang seperti itu. Gabriel membalikkan posisi jadi diatas. Kaella mengalungkan tangannya di leher cowok itu. "Gue masih pengen." Gabriel menghisap leher Kaella dan tanda merah tercetak disana. "Untuk sekarang dan kedepannya, lo milik gue." Kaella mengerucutkan bibirnya. "Kalo gue yang pengen?" Gabriel jadi terkekeh pelan. "Sangean ya lo?" godanya sambil sengaja menggerakkan tubuhnya lagi beberapa kali. "Tuhh, enak ih," Kaella menggigit bibirnya kala merasakan sesuatu yang masuk keluar di bawah sana. Gabriel mencium bibir itu lagi. "Gue suka bibir lo." "Udah pernah denger!" Lalu mereka tersenyum bareng. Bertatapan cukup lama. Kaella mengelus pipi tegas itu. "Ga, lagi." Gabriel menuruti permintaannya. Dia bergerak lagi.   ***  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD