9.

1164 Words
"Enggak! Gue nggak setuju." Gio meletakkan gelas yang isinya sudah kosong diminum ke atas meja di depannya. Tatapannya tertuju lurus pada sahabatnya yang duduk di depannya. "Lo gila kali kalo lo mau!" ucap Gio lagi. Dimas yang duduk di depan Gio menghela nafas sambil menyandarkan tubuhnya. "Udah terlanjur, Yo, terlanjur ngaku depan temennya sama Bryan." Dimas memejamkan matanya, mencoba mencari jawaban atas tindakan bodohnya barusan. Dan Gio sama sekali tidak membantu. Yang ada sahabatnya itu malah sibuk mengatainya. Mulai dari bego, t***l, bodoh, i***t dan terakhir gila. "g****k emang. Makanya jadi orang jangan kebaikan!" Nah. Sekarang g****k. Dimas benar-benar menyesal mendatangi Gio untuk minta pencerahan. Yang ada dia malah habis dikata-katai. Dimas lalu menatap Gio tajam. "Bukannya lo itu waktu itu bangga-banggain Rachel ke gue? Rachel cantik lah, sempurna lah. Kok sekarang lo malah maki-maki gue karena bantuin dia?" "Man," Gio memegang bahu Dimas. "Gue emang mau lo move on. Tapi jelas sama cewek baik-baik, nggak sama Rachel. Lo deserve better, Dim." Gio pun bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah kulkas untuk mengambil makanan. Tanpa sependengaran Gio, Dimas bergumam, "Tau darimana dia nggak baik?" *** Ketika Dimas membuka pagar rumah Gio untuk pulang, bersamaan dengan Nina yang baru datang membawa paper bag berlogo salah satu bakery terkenal di Jakarta. Sepertinya gadis itu mau mengunjungi Gio. Tadi Gio memang bilang kalau Nina mau mampir ke rumahnya, oleh karena itu Dimas berinisiatif untuk pergi. Tidak mau jadi obat nyamuk Gio dan Nina. "Hai, Nin," sapa Dimas ketika mereka berpapasan di gerbang rumah Gio. Nina hanya mengangguk singkat dan berlalu begitu saja masuk ke dalam meninggalkan Dimas dengan tanda tanya besar. "Buset, kenapa itu cewek?" tanyanya bermonolog. Dimas menggeleng-geleng heran. Selera Gio benar-benar aneh, cewek jutek begitu dia suka. "Aneh." *** Gio menyambut pacarnya itu dengan tangan terentang yang justru disambut Nina dengan delikkan mata. "Minggir," kata Nina sambil mendorong tubuh Gio agar bergeser ke samping memberinya jalan. Kalau sudah begitu, Gio hanya bisa menghela nafas pasrah. Niat hati ingin dipeluk, yang ada dia justru dapat delikkan mata. "Hah, lo kenapa sih Nin? Kok dateng-dateng gue dijutekkin?" tanya Gio pada Nina ketika cewek itu sudah duduk di sofa ruang tamu. Nina meletakkan paper bag bawaannya di meja kopi di depannya. "Muka lo bikin bete." Jawaban Nina sukses bikin wajah Gio cemberut. "Kok gitu?" tanya Gio sambil beranjak ke arah dapur untuk mengambilkan pacarnya itu minuman. Gio mengambil sebotol jus jeruk bersari dari dalam kulkas dan membawakannya untuk Nina. Nina langsung menerimanya karena gadis itu rupanya kepanasan setelah berjalan dari halte menuju rumah Gio. Merasa belum mendapatkan jawaban dari mulut Nina, Gio pun mengulang pertanyaannya. "Serius Na, lo kenapa sih?" tanya Gio lagi. Nina menggeleng sambil meletakkan kembali botol minumannya di meja. "Apa sih, kepo amat." Nina memilih menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa. "Itu gue bawain croissant kesukaan lo." Nina mengedikkan dagunya ke arah paper bag yang tadi dibawanya. Berharap perhatian Gio teralihkan dari topik kenapa Nina nampak bete ketika datang. Nina tidak ingin menjelaskan alasannya. Untungnya harapan Nina terkabul. Gio langsung dengan antusias menarik paper bag berisi roti Perancis kesukaannya. "Thank you!" ucap Gio bersemangat sambil mengeluarkan roti favoritnya itu. Gio menyempatkan diri menjawil dagu Nina. "Love you," kata Gio menggoda yang dibalas Nina dengan kernyitan jijik. Mereka pun menghabiskan waktu di ruang tamu Gio beberapa jam ke depan. Berbagai kegiatan mereka lakukan untuk membunuh waktu. Mulai dari main games di Ipad milik Gio, menonton film di laptop, makan, sampai akhirnya mereka hanya saling diam saja dengan kesibukan masing-masing. Seperti saat ini. Gio sedang merebahkan kepalanya di atas paha Nina, matanya terfokus kepada layar laptop yang sedang menampilkan film. Sedangkan Nina sibuk bermain ponsel. Tiba-tiba Gio merasakan tangan Nina menyentuh pipinya. Gio mengernyit, kepalanya mendongak sedikit ke belakang agar dia bisa menatap wajah Nina. "Kenapa, Nin?" tanya Gio bingung dengan sikap Nina. Selama ini Nina lebih banyak bersikap pasif, jarang sekali Nina yang berinisiatif melakukan gerakan yang menggunakan kontak fisik. Berpegangan tangan kalau belum berdebat dulu tidak mungkin akan terlaksana. Bisa merebahkan kepala di paha Nina didapatkan Gio hasil dari taruhan bermain games bersama Nina tadi. Karena Gio menang akhirnya Nina terpaksa mengizinkan Gio menyalahgunakan pahanya sebagai bantal. Nina menggeleng, kemudian dia mencubit pipi Gio. Gio sendiri tengah berdegup keras jantungnya. Oh hello, ini pertama kalinya Nina bersikap seperti itu kepadanya. Tanpa paksaan. Betapa berbunganya hati Gio. Malamnya, Gio sedang iseng membuka akun snapchatnya yang jarang ia sentuh. Gio hanya beberapa kali memposting video di snapchat saat dia akan melakukan hal gila bersama Dimas dan teman-temannya. Selain itu, jarang sekali Gio mengeceknya. Tapi entah kenapa malam itu Gio mendapatkan keinginan untuk memposting sesuatu di snapchat. Gio mencoba fitur lense di snapchat. Satu per satu filter ia coba tanpa dia tekan tombol snap. Akhirnya Gio merekam dirinya sendiri sambil bicara, wazuuup! Setelah postingan itu masuk ke my storynya, Gio pun melihat-lihat postingan yang ada di recent update. "Anjir Michelle... makin bening aja," komentar Gio saat melihat postingan salah satu teman seangkatannya di sekolah bernama Michelle. "Buset Ridho, gobloknya poll anjing!" Sesekali Gio berkomentar atau tertawa begitu melihat postingan yang ada di sana. Gio mendesah berat saat tidak sengaja dia melihat postingan Tara. Rasanya ingin dia tutup tapi Gio juga penasaran. Awalnya Gio hanya bisa tersenyum ketir ketika melihat Tara dalam postingannya. Apalagi saat mendengar suara Tara tertawa, rasanya Gio meleleh. Namun postingan terakhir Tara membuat Gio mendengus kasar. Isinya screenshot ketika gadis itu sedang video call bersama pacarnya yang sedang kuliah di luar negeri. Semakin panas hati Gio ketika membaca caption yang tertulis. Long Distance Relationshit. IMY:( "Ah b*****t, ngapain juga gue liatin." Niat hati Gio ingin menutup aplikasi kampret itu namun postingan lain langsung terputar dan ternyata milik Dimas. Gio pun memilih melihat apa yang diposting sahabatnya itu. Semula Gio hanya sibuk mendengus jijik saat melihat postingan itu berisi Dimas yang merekam aktivitas Savira yang sedang memasak namun mendapat gangguan dari Dimas. Gio bisa mendengar beberapa kali Dimas menggoda Savira. "Vir...Vira, lagi apa?" terdengar suara Dimas, namun layar hanya menampakkan Savira yang sedang sibuk mengaduk-aduk entah apa di wadah besar. Savira sesekali menutup wajahnya dengan telapak tangannya. "Dimas ih!" "Najis." Gio berkomentar. Tetapi tangannya tidak kunjung menutup aplikasi tersebut. Di akhir postingan, awalnya Gio hanya berkomentar seperti postingan lainnya. Tetapi sesuatu seperti mengganjal perasaan Gio membuatnya mengulang kembali history snapchat Dimas. Di postingan terakhir, tiba-tiba Gio menghubungkan apa yang terlihat di layar dengan sikap aneh Nina tadi siang. "Vir...Vira..." Terdengar suara Dimas memanggil-manggil Savira yang sedang fokus ke layar ponselnya. Kali ini wajah keduanya tampak di ponsel karena Dimas merekamnya dengan front camera. Vira hanya menyahuti panggilan Dimas dengan deheman tanpa mengalihkan tatapannya. Lalu terlihat tangan Dimas yang tidak memegang ponsel terulur dan mencubiti pipi Savira dengan gemas. "Nengok dong..." Lalu postingan itu berakhir. Mungkin Gio terlalu berlebihan jika postingan Dimas ini ada hubungannya dengan sikap aneh Nina tadi. Mungkin saja jika sikap Nina tidak pernah terlihat 'aneh' setiap berhadapan dengan Dimas dan Savira. Tapi jelas sekali kalau Nina selalu aneh setiap ada Dimas dan Savira.Maka bukan salah Gio jika dia mulai menghubung-hubungkan kejadian ini, kan?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD