Bab 6

1019 Words
"Udah balik lagi, Dek? Cepet banget." Tanya Lina, begitu melihat Lista kembali setelah beberapa saat pamit pulang untuk menemui seseorang.  Lista mendapat kabar dari Ibu kost, bahwa ada teman yang menunggunya. Lista tidak mengenal teman yang dimaksud Ibu kost, dan Lista pun berniat untuk tidak menemuinya. Namun Ibu kost kembali menghubunginya setelah beberapa saat dan mengatakan orang tersebut masih tetap menunggu kedatangan. Hingga akhirnya Lista pun pamit pulang hendak menemui tamu misterius itu.  "Iya, Mbak." Jawab Lista pelan, setelah berhasil kembali ke hotel tempat Lina dan Adit berada.  "Mereka langsung pulang." Lanjut Lista. Lina hanya mengangguk samar. Mereka berdua duduk di sofa, sementara Adit masih berada di luar untuk keperluan kantor.  "Kenapa gak tinggal bareng kita aja, Dek. Di Bandung suasananya enak, tempatnya nyaman kamu pasti suka." Ucap Lina yang selalu berusaha membujuk Lista agar gadis itu mau tinggal bersamanya.  "Jakarta juga enak kok, Mbak. Aku betah tinggal disini." Balas Lista.  "Tapi, kalau di Bandung Mbak bisa  setiap hari ketemu kamu. Kalau berjauhan begini susah sekali bertemu dan hanya bisa bertemu kalau Mas Adit libur atau bahkan saat Mas Adit ada kerjaan di Jakarta."  "Kita bisa video call kalau Mbak Lina kangen." Lista tersenyum samar. "Kapan-kapan, aku mampir ke sana kalau ada uang." Lanjutnya sambil tersenyum jahil.  Lina hanya bisa menghela lemah. Segala bujuk rayunya gar Lista mau tinggal bersamanya di Bandung, sia-sia. Gadis itu tetap bersikeras ingin tinggal di Jakarta, bahkan Lista menolak segala jenis bantuan dari Lina termasuk uang atau tempat tinggal. Berdalih ingin mandiri, Lista justru terkesan menghindari segala bentuk bantuan dari Kakaknya yang terkadang membuat Lina merasa bersalah karena pada akhirnya ia tidak bisa membawa Lista dan hidup berkecukupan bersamanya.  Sifat keras kepala Lista memang tidak terbantahkan, apapun keputusannya menjadi hal mutlak yang akan dilakukannya dengan ataupun tanpa resiko.  Setelah beberapa bulan Lina tidak bisa mengunjungi Lista karena kesibukannya mengurus rumah tangga, akhirnya Lina pun bisa menemui Lista. Beruntung kali ini Lista mau diajak bermalam bersama di hotel. Lista memang tumbuh menjadi wanita mandiri, namun hal tersebut justru membuatnya semakin menutup diri dari pergaulan bahkan teman-teman seusianya. Lista tidak pernah lagi mau bergaul dengan siapapun, ia selalu beralasan setiap kali ada teman yang ingin mengajaknya bertemu atau sekedar bertegur sapa.  Rasa percaya dirinya benar-benar telah hilang.  "Udah punya pacar belom, Dek? Tanya Adit dengan nada jahil, begitu mereka bertemu dan tengah menikmati makan malam bersama. "Belom, Kak." Balas Lista. "Kalau udah, jangan lupa kenalin Kak Adit dulu ya? Kak Adit sangat ahli dalam menilai karakter seseorang hanya dari wajahnya saja."  Lista tersenyum. "Iya, nanti Lista kenalin. Tapi sekarang memang belum ada."  Lista memang jujur dengan ucapannya, saat ini ia belum menemukan seseorang yang bisa membuatnya merasa jatuh cinta. Meski begitu, Lista tidak pernah berharap menemukan lelaki tersebut dalam waktu dekat. Ia masih menikmati kehidupannya saat ini, tanpa kehadiran seseorang dalam hidupnya. Pengalaman pahit yang pernah dirasakan Lina, tentu saja menjadi pembelajaran berarti untuk Lista agar ia tidak sembarangan dalam memilih pasangan hidup.  Satu malam berlalu, Lista pun harus kembali bekerja pagi harinya. Oleh karena itu, ia pun pamit pulang meski Lina masih berada di hotel untuk satu malam lagi.  "Aku pulang ya, Mbak." Pamit Lista, setelah mereka sarapan bersama terlebih dulu.  "Iya. Hati-hati, jangan lupa kabarin Mbak, kalau ada apa-apa." Balas Lina.  "Iya. Aku pulang ya Kak Adit." Pamit Lista pada Adit yang juga ikut serta mengantarnya pulang hingga lobi hotel.  "Iya. Hati-hati, Dek."  Lista mengangguk dan segera pulang setelah ojek online pesanannya datang.  Ojek online itu membawanya pergi hingga sampai ke tempat tujuan dengan cepat. Lista sengaja memilih waktu pagi untuk kembali, selain untuk menghindari kemacetan juga untuk menghindari terlambat masuk kerja.  "Sudah pulang, Lis." Sapa Ibu kost yang tengah berdiri di depan taman kecil miliknya, tepat di samping tangga yang menghubungkan lantai satu dan lantai dua yang ditempati Lista. Kos-kosan yang ditempati Lista, memang bukan kos-kosan khusus wanita saja. Ada beberapa penyewa lelaki yang juga tinggal di tempat itu, namun jangan harap Ibu kost akan tinggal diam jika ada penghuninya yang berniat berbuat macam-macam, karena setiap satu jam sekali ia dan suaminya akan bergantian berjaga di siang hari dan untuk malam harinya mereka mengandalkan cctv yang sudah mereka pasang dengan begitu banyaknya di setiap sudut untuk mengawasi semua penghuni. Oleh karena itu, tempat tersebut sangat aman dan cocok menjadi tempat tinggal Lista yang sangat membutuhkan kenyamanan dan rasa aman.  "Iya, Bu." Balas Lista. "Aku langsung ke atas ya, Bu. Mau siap-siap, bentar lagi kerja." Lanjut Lista. "Silahkan."  Lista melanjutkan langkahnya menuju kamar tempat tinggalnya yang terletak di lantai dua. Lista melirik pintu kamar paling ujung, dimana Septa tinggal. Rupanya Septa belum juga kembali, sebab pintu kamarnya masih terpasang gembok dengan rapi dan tirai jendela juga masih tertutup rapat. Seharusnya Septa sudah kembali mengingat hari ini mereka berdua akan kembali bekerja, setelah satu hari mereka libur.  Tepat pukul tujuh tiga puluh, Lista keluar dari kamarnya hendak berangkat kerja. Ia masih belum melihat kehadiran Septa  yang membuatnya harus berangkat seorang diri. Karena tempat tinggal dan tempat kerja berjarak cukup dekat, Lista pun akhirnya berangkat sendiri, tidak seperti biasanya ia berangkat bersama Septa.  "Tumben berangkat sendiri?" Tanya Farel yang tiba-tiba saja sudah berada di restoran.  Lista melirik jam tangan yang dikenakannya, sebelum ia menjawab pertanyaan Farel.  "Aku kira terlambat." Lista menghela lemah, begitu melihat waktu yang masih menunjukan pukul delapan kurang lima belas menit.  "Iya, Pak. Septa belum pulang dari rumah orang tuanya." Jawab Lista.  "Tumben banget Pak Farel sudah datang sepagian. Biasanya datang agak siang." Lista balik bertanya, karena merasa aneh setelah melihat Farel ada di restoran pagi sekali bahkan sebelum para pegawai datang.  "Gak tau kenapa, pengen aja berangkat pagi. Selain untuk menjemput rezeki, siapa tau bisa sekalian menjemput jodoh." Balas Farel.  "Semoga lekas dapat jodoh ya, Pak."  Farel hanya tersenyum mendengar ucapan Lista.  Dia usianya yang sudah cukup matang berumah tangga, Farel belum juga menemukan pasangan yang tepat. Meski usahanya berjalan pesat, namun tidak dengan kehidupan asmaranya yang terkesan berjalan sangat lambat. Farel belum juga menemukan tambatan hati, dan masih dalam proses mencari. Meski saat ini ia mulai menemukan sosok itu, namun Farel masih belum yakin dan akan memastikannya terlebih dulu. Oleh sebab itu ia harus berangkat ke restoran lebih pagi dari biasanya. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD